Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

5 Fakta Ilmiah di Balik Mitos Vaksin Covid-19

KOMPAS.com – Penyebaran informasi palsu atau hoax merupakan salah satu masalah utama di era digital yang serba cepat.

Selama pandemi Covid-19, banyak informasi-informasi keliru seputar Covid-19 yang beredar di media sosial.

Secara khusus, teori konspirasi atau informasi palsu mengenai vaksin Covid-19 pun telah tersebar luas hingga menimbulkan kebingungan di tengah masyarakat.

Hal ini bisa membahayakan karena terkait dengan wabah penyakit yang tengah dihadapi masyarakat di banyak negara.

Untuk memerangi penyebaran informasi palsu, berikut adalah 5 fakta ilmiah di balik mitos vaksin Covid-19, dilansir dari Healthline.

1. Mitos: Vaksin Coid-19 sebabkan kemandulan

Ahli epidemiologi dan kesehatan masyarakat di Parenting Pod, Elizabeth Beatriz, PhD, mengatakan, informasi yang menyebut vaksin Covid-19 sebabkan kemandulan adalah salah.

Beatriz menjelaskan, beberapa wanita yang terlibat dalam uji coba vaksin Covid-19 mengalami kehamilan tak lama setelah vaksinasi.

Menurut Beatriz, wanita yang sedang hamil atau merencanakan kehamilan sebaiknya segera mendapatkan vaksin.

“Karena jika mereka terkena Covid-19, risiko kesehatannya lebih tinggi jika dalam kondisi hamil,” ujar Beatriz.

2. Mitos: Vaksin Covid-19 sebabkan keguguran

Selain disebut menyebabkan kemandulan, mitos lain mengatakan bahwa vaksin Covid-19 dapat menyebabkan keguguran.

Beatriz menegaskan, banyak wanita yang mendapatkan vaksin saat hamil dan mereka bisa melahirkan bayi yang sehat.

“Ini termasuk wwanita yang menjalani uji klinis (yang hamil setelah vaksinasi) dan wanita yang divaksin saat hamil,” ucapnya.

3. Mitos: Vaksin pada ibu menyusui sebabkan bayi meninggal

Beatriz mengatakan bahwa tidak ada penelitian yang mendukung klaim bahwa vaksin Covid-19 pada ibu menyusui sebabkan bayi meninggal.

“Tidak ada alasan untuk percaya bahwa vaksin dapat membahayakan ibu atau bayi,” tegas Beatriz.

Bahkan, beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa vaksinasi pada ibu menyusui dapat melindungi bayi karena membagian antibodi melalui ASI.

4. Mitos: Orang yang terkena Covid-19 tak perlu divaksin

Beatriz memaparkan dua alasan utama mengapa semua orang harus mendapatkan vaksin, termasuk mereka yang sudah pernah terinfeksi Covid-19.

Menurut Beatriz, kekebalan yang didapat setelah terinfeksi Covid-19 hanya bertahan beberapa bulan. Sementara itu, kekebalan dari vaksin bertahan lebih lama.

Alasan lainnya, Beatriz mengatakan bahwa saat ini telah muncul banyak varian Covid-19 dan vaksin tampaknya mampu mengurangi risiko berbagai varian.

5. Mitos: Vaksin tidak melindungi dari Covid-19

Ahli Epidemiologi, Vasileios Margaritis, PhD, MS, menjelaskan, ada berbagai jenis tujuan pemberian vaksin.

Di antaranya adalah mencegah infeksi dan mencegah penyakit dengan gejala atau penyakit yang parah.

Dalam kasus Covid-19, Margaritis menjelaskan bahwa hampir semua uji coba vaksin fase 3 dirancang untuk mencegah penyakit bergejala, kemudian mencegah infeksi dan penyakit parah.

“Kemanjuran vaksin 95 persen menunjukkan, orang yang divaksinasi memiliki risiko 95 persen lebih rendah untuk mengalami infeksi bergejala dibandingkan orang yang tidak divaksinasi,” kata Margaritis.

https://www.kompas.com/sains/read/2021/06/17/210200323/5-fakta-ilmiah-di-balik-mitos-vaksin-covid-19

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke