Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Embargo Vaksin India, Ahli Ingatkan Vaksin Bukan Solusi Tunggal Kendalikan Pandemi

KOMPAS.com- Embargo vaksin India dilakukan menyusul melonjaknya kasus Covid-19 di negara itu. Epidemiolog mengatakan vaksin bukan solusi tunggal untuk mengendalikan pandemi virus corona.

Ahli epidemiologi dari Griffith University di Australia, Dicky Budiman mengatakan bahwa akibat embargo vaksin Covid-19 yang dilakukan India, maka dampaknya akan sangat berpengaruh bagi dunia, termasuk Indonesia.

"Dengan embargo vaksin, stok nasional menjadi tidak terpenuhi suplainya," kata Dicky saat dihubungi Kompas.com, Selasa (30/3/2021).

Kendati demikian, embargo ini memberikan pesan penting bahwa negara harus memiliki contigency plan. Contigency plan atau kontigensi plan adalah perencanaan terkait tindakan alternatif yang bisa dilakukan.

Di antaranya terkait program vaksinasi Covid-19. Dalam hal ini, Dicky mengingatkan pentingnya riset dalam negeri, serta perlunya diversivikasi vaksin.

India adalah negara kedua di dunia yang memiliki pabrik vaksin terbesar setelah China. Pasokan vaksin Covid-19 bagi dunia, juga bergantung pada negara tersebut.

Namun, setelah kasus Covid-19 di India melonjak, pemerintah setempat terpaksa melakukan embargo vaksin yang diproduksi di negara ini untuk tidak dikirimkan ke luar India.

Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin, sebelumnya mengatakan bahwa akibat embargo vaksin India, Indonesia hanya memiliki 7 juta dosis vaksin Covid-19 dari Sinovac.

Menanggapi hal ini, Dicky menegaskan bahwa vaksin bukanlah solusi tunggal maupun jalan singkat dalam mengendalikan pandemi virus corona.

"Ada hal yang jauh lebih penting dalam menghadapi situasi pandemi, yang paling bisa diandalkan dari berbagai pengendalian pandemi adalah penguatan testing, tracing, isolasi, karantina dan 5M. Itu pesan pentingnya," ungkap Dicky.

Sebab, menurut Dicky, terkait vaksin, banyak tantangan dan dinamika yang harus dihadapi.

Salah satunya seperti embargo vaksin yang tiba-tiba dilakukan India untuk mencukupi vaksinasi Covid-19 di negara tersebut, menyusul lonjakan kasus.

Lebih lanjut Dicky mengatakan bahwa penerapan 3T, testing, tracing, treatment di Indonesia masih sangat rendah. Padahal ini adalah bentuk pengendalian pandemi yang sangat penting, meski cukup sederhana.

"3T ini yang jelas bisa kita lakukan, dan itu harus diperkuat," kata Dicky.

Embargo vaksin AstraZeneca oleh India, telah memberi kekhawatiran. Sebab, banyak negara yang bergantung pada vaksin tersebut untuk mencukupi pasokan vaksin dalam program vaksinasi Covid-19.

Menkes Budi Gunadi mengatakan vaksin yang diproduksi di India tidak boleh keluar dari negara ini.

"Akibatnya suplainya kurang, jadi direalokasi lagi. Jadi kita harusnya dapat jatah ini sekitar 11,7 juta dosis di Maret-April, dapatnya baru kayak kemarin cuma 1,1 juta dosis," ujar Budi di acara rilis survei Charta Politika, seperti diberitakan Kompas.com, Minggu (28/3/2021).

Sebelumnya, Budi Gunadi memperkirakan Indonesia bisa mendapatkan 7,5 juta dosis vaksin AstraZeneca, sehingga total stok vaksin Covid-19 Indonesia bisa mencapai 15 juta dosis vaksin.

Mengantisipasi kekurangan stok vaksin Covid-19 untuk mengimunisasi penduduk Indonesia, maka kontigensi plan perlu dilakukan.

Mitigasi yang perlu dilakukan, menurut Dicky adalah dengan memenuhi suplai vaksin Covid-19 dari produsen lain, misalnya dari Sinovac atau vaksin jenis lain.

"Sehingga dalam kaitan mitigasi (akibat embargo vaksin India) itu, pemerintah harus memperkuat lobi-lobi dan akses pada opsi jenis vaksin Covid-19 lain di tingkat global," jelas Dicky.

https://www.kompas.com/sains/read/2021/03/31/160200723/embargo-vaksin-india-ahli-ingatkan-vaksin-bukan-solusi-tunggal-kendalikan

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke