Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Bagaimana Hujan Es Terbentuk dan Apa Dampaknya?

KOMPAS.com-  Sejumlah daerah seperti Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) dan Nganjuk, Jawa Timur, dilanda fenomena hujan es, Rabu (3/3/2021). Proses terbentuknya hujan es yakni akibat dari dampak pertumbuhan awan Cumulonimbus.

Seperti yang diberitakan Kompas.com, Kamis (4/3/2021) peristiwa hujan es tersebut terekam dan viral di sosial media.

Di Sleman, butiran es yang diturunkan bersamaan dengan hujan berukuran sebesar kelerang dan terjadi sekitar 5-10 menit saja.

Kepala Stasiun Klimatologi Sleman, Reny Kraningtyas dalam siaran persnya mengatakan hujan es bersifat sangat lokal dengan radius sekitar 2 km.

Hujan es ini terjadi sebagai dampak pertumbuhan awan Cumulonimbus lebih dari 10 km seperti diberitakan Kompas.com, Kamis (4/3/2021).

Lantas, dalam rahasia alam semesta, apa itu hujan es dan bagaimana terbentuknya hujan es ini terjadi?

Hujan es adalah bentuk presipitasi yang terdiri dari es padat yang terbentuk di dalam arus badai petir.

Anda harus waspada jika terjadi hujan es di wilayah Anda. Hal ini disebabkan karena hujan es yang lebat dapat merusak pesawat, rumah, dan mobil, serta dapat mematikan bagi ternak dan manusia.

Bagaimana hujan es terbentuk?

Dilansir dari The National Severe Storms Laboratory (NSSL), hujan es terbentuk ketika tetesan hujan dibawa ke atas oleh badai petir yang bergerak ke atas ke area atmosfer yang sangat dingin dan beku.

Batuan es kemudian tumbuh karena bertabrakan dengan tetesan air cair yang membeku di permukaan batu hujan es. 

Hujan es turun ketika aliran atas badai tidak dapat lagi menopang berat batu hujan es, yang dapat terjadi jika batu menjadi cukup besar atau arus naik melemah.

Keruh atau jernihnya lapisan es dapat terjadi jika hujan es mengalami suhu yang berbeda dan kondisi kandungan air cair dalam badai petir.

Kondisi batu es ini dapat berubah saat melintas secara horizontal di dekat updraft.

Bagaimana pun, lapisan tidak terjadi hanya karena hujan es mengalami siklus naik dan turun di dalam badai yang disertai petir dan terbentuk sebagai akibat pertumbuhan awan Cumulonimbus. Karena, angin di dalam badai petir tidak hanya naik turun.

Akan tetapi, angin horizontal terjadi baik dari updraft yang berputar. Contohnya seperti badai petir supercell, atau dari angin horizontal lingkungan sekitarnya.

Hujan es juga tidak tumbuh dari ketinggian hingga puncak badai.

Pada ketinggian yang sangat tinggi, udaranya cukup dingin (di bawah -40 ° F) sehingga semua air cair akan membeku menjadi es, dan hujan es membutuhkan air cair untuk tumbuh hingga ukuran yang cukup besar.

Dampak hujan es di daratan

Hujan es turun saat hujan menjadi cukup berat untuk mengatasi kekuatan aliran udara badai petir dan ditarik ke arah bumi oleh gravitasi.

Es yang lebih kecil dapat terhempas dari updraft oleh angin horizontal, sehingga hujan es yang lebih besar biasanya jatuh lebih dekat ke updraft daripada hujan es yang lebih kecil.

Apabila angin di dekat permukaan atau di daratan cukup kuat, maka hujan es dapat turun dalam posisi miring.

Dengan dorongan yang kuat, angin yang menghempas bongkahan-bongkahan es yang turun akan dapat menyebabkan beberapa hal berikut:

  1. Hujan es dapat merobek dinding rumah
  2. Memecahkan kaca jendela
  3. Merusak kaca mobil
  4. Menyebabkan cedera pada manusia maupun hewan, paling berbahaya dapat menyebabkan kematian.

Kecepatan jatuhnya hujan es tergantung pada ukuran hujan es, gesekan antara hujan es dan udara di sekitarnya, kondisi angin setempat (baik horizontal maupun vertikal), dan tingkat leleh batu es tersebut.

Penelitian menunjukkan bahwa, hujan es alami turun lebih lambat daripada bola es padat. Untuk hujan es kecil (diameter kurang dari 1 inci), kecepatan jatuh yang diperkirakan adalah antara 9 dan 25 mph. 

Untuk hujan es yang biasanya terlihat dalam badai petir yang parah (diameter 1 inci hingga 1,75 inci), kecepatan jatuh yang diperkirakan adalah antara 25 dan 40 mph.

Wilayah berpotensi terjadi hujan es

Jika dilihat dari udara, terbukti bahwa hujan es turun di jalur yang dikenal sebagai petak hujan es.

Hal ini terjadi saat badai bergerak saat hujan es turun dan ukurannya berkisar dari beberapa hektar hingga area selebar 10 mil dan panjang 100 mil. 

Beberapa badai, alih-alih menghasilkan hujan es yang besar, malah menghasilkan hujan es dalam jumlah yang banyak.

Badai seperti ini telah menghasilkan aliran hujan es yang jika tertangkap di saluran drainase yang tersumbat dapat membentuk tumpukan hujan es sedalam beberapa meter.

Hujan es yang benar-benar menutupi jalan raya sangat berbahaya karena jika cukup dalam, ban kendaraan Anda mungkin tidak dapat menyentuh jalan sama sekali.

Hujan es di Yogyakarta melanda wilayah Kecamatan Turi, Kabupaten Sleman, pada Rabu (3/3/2021). Saat fenomena itu terjadi, hujan lebat dan disertai angin kencang terjadi bersamaan.

Menurut Kepala Stasiun Klimatologi Sleman, Reny Kraningtyas dalam siaran persnya, hujan es bersifat sangat lokal dengan radius sekitar 2 km. 

Hujan es ini terjadi sebagai dampak dari pertumbuhan awan Cumulonimbus (Cb).

"Hujan es adalah fenomena alam yang biasa terjadi bersamaan saat hujan lebat," kata Reny.

Saat kondisi udara hangat, lembab dan labil, kata Reny, maka pengaruh pemanasan bumi yang intens akibat radiasi matahari akan mengangkat massa udara tersebut ke atmosfer. 

Selanjutnya, sampai di atmosfer, massa udara tersebut akan mengalami pendinginan. Setelah terjadi kondensasi, maka akan terbentuk titik-titik air yang terlihat sebagai awan Cumulonimbus (Cb).

Ketika awan sudah masak dan tidak mampu menahan berat uap air, maka hujan lebat akan turun disertai es.

Bongkahan es yang turun ini lalu bergesekan dengan udara, sehingga mencair dan saat sampai ke permukaan tanah ukuran bongkahan es tersebut akan lebih kecil.

Reny menjelaskan bahwa ke depan potensi hujan es masih akan terjadi hingga berakhirnya masa pancaroba pada April mendatang.

https://www.kompas.com/sains/read/2021/03/04/163000023/bagaimana-hujan-es-terbentuk-dan-apa-dampaknya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke