Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Peneliti Temukan Cara Baru Deteksi Hormon Stres Lewat Kotoran Telinga

KOMPAS.com - Peneliti menemukan metode baru untuk mengetahui kadar hormon kortisol – penyebab stress, dengan menganalisis kotoran telinga.

Cara ini rupanya berguna untuk melacak kesehatan mental seseorang yang mengalami depresi dan gangguan kecemasan.

Hormon kortisol akan melonjak saat seseorang stres dan menurun saat mereka rileks. Dalam jangka pendek, hormon ini bertanggung jawab atas respons "lawan atau lari", jadi memang penting untuk kelangsungan hidup.

Namun, pada orang yang memiliki depresi dan gangguan kecemasan, kadar kortisol akan meningkat secara konsisten.

Kadar kortisol yang terus-menerus tinggi akan berdampak negative pada system kekebalan, tekanan darah, dan bahkan fungsi tubuh lainnya.

Melacak kadar kortisol

Ada banyak cara untuk mengukur kadar kortisol atau hormon stres, melalui sampel air liur, darah, dan juga rambut. Tetapi sampel air liur dan darah umumnya hanya menangkap kadar kortisol sesaat, sedangkan kadar kortisol berfluktuasi secara signifikan sepanjang hari.

Bahkan pada beberapa orang, menghadapi jarum suntik saat akan pengambilan darah dapat meningkatkan stres, dan itu berarti dapat meningkatkan kadar kortisol.

Sampel rambut dapat memberikan gambaran singkat tentang kortisol selama beberapa bulan, bukan beberapa menit, tetapi analisis rambut cenderung mahal.

Baru-baru ini, Andrés Herane-Vives, dosen di Institut Ilmu Saraf Kognitif dan Institut Psikiatri University College London bersama rekan-rekannya mencoba mendeteksi kadar kortisol melalui kotoran telinga.

Seperti dikutip dari Live Science, menurut Herane-Vives, kotoran telinga lebih stabil dan tahan terhadap kontaminasi bakteri, sehingga dapat dikirim ke laboratorium dengan mudah untuk dianalisis. Selain itu juga dapat menyimpan catatan tingkat kortisol yang berkembang selama berminggu-minggu.

Tetapi, metode pemanenan kotoran telinga sebelumnya melibatkan penusukan jarum suntik ke telinga dan menyiramnya dengan air, yang bisa sedikit menimbulkan rasa sakit dan membuat stres.

Kemudian, Herane-Vives dan rekan-rekannya mengembangkan swab yang, jika digunakan, tidak akan lebih membuat stres.

Alat swab memiliki pelindung di sekitar pegangan, sehingga tidak akan mendorongnya terlalu jauh ke telinga dan merusak gendang telinga. Spons di bagian ujung akan menampung kotoran telinga.


Sampel kotoran telinga dengan metode swab

Dalam studi percontohan kecil, para peneliti mengumpulkan darah, rambut, dan kotoran telinga dari 37 peserta pada dua titik waktu yang berbeda.

Di setiap tempat pengambilan, mereka mengambil sampel kotoran telinga menggunakan jarum suntik dari satu telinga, dan menggunakan metode swab baru dari telinga lainnya.

Para peneliti kemudian membandingkan keandalan pengukuran kortisol dari kotoran telinga swab dengan metode lain.

Mereka menemukan bahwa kortisol lebih terkonsentrasi di kotoran telinga daripada di rambut, sehingga membuat analisis lebih mudah.

Menganalisis kotoran telinga yang diseka dengan alat swab juga lebih cepat dan efisien, daripada menganalisis kotoran telinga dari alat suntik, yang harus dikeringkan sebelum digunakan.

Studi tersebut menemukan, kotoran telinga menunjukkan lebih banyak konsistensi kadar kortisol dibandingkan dengan metode lain.

Peserta juga mengatakan, bahwa swab lebih nyaman dibandingkan dengan metode alat suntik.

Para peneliti telah melaporkan temuan mereka ini pada 2 November di jurnal Heliyon. Bahkan kii, Herane-Vives memulai perusahaan bernama Trears untuk memasarkan metode baru ini.

Ia berharap, di masa mendatang, kotoran telinga juga bisa digunakan untuk memantau hormon lain.

Para peneliti juga perlu menindaklanjuti penelitian terhadap orang-orang Asia, yang tidak disertakan dalam studi percontohan ini, karena sejumlah besar hanya menghasilkan kotoran telinga yang kering dan bersisik, bukan kotoran telinga yang basah dan berlilin.

"Setelah studi percontohan yang berhasil ini, jika perangkat kami dapat diteliti lebih lanjut dalam uji coba yang lebih besar,” katanya dalam sebuah pernyataan.

“Kami berharap dapat mengubah diagnosis dan perawatan bagi jutaan orang dengan depresi atau kondisi terkait kortisol seperti penyakit Addison (teknan darah yang sangat rendah) dan sindrom Cushing (timbunan lemak yang tidak normal), dan banyak kondisi lainnya," imbuhnya.

https://www.kompas.com/sains/read/2020/11/09/160500723/peneliti-temukan-cara-baru-deteksi-hormon-stres-lewat-kotoran-telinga

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke