Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Penerapan New Normal Covid-19 di Penerbangan, Ini Saran Perdopsi

KOMPAS.com - Pemerintah memutuskan untuk kembali membuka akses layanan seluruh moda transportasi umum sejak 7 Mei 2020 di tengah penerapan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) akibat pandemi Covid-19.

Pada sektor penerbangan, penerapan 'new normal' dengan pelonggaran kebijakan itu sempat membuat penumpukan antrean calon penumpang di Bandara Internasional Soekarno-Hatta pada 14 Mei 2020.

Antrean panjang terjadi di posko pemeriksaan dokumen perjalanan yang terletak di Terminal 2 Bandara Soetta.

Menanggapi kebijakan pelonggaran penerbangan oleh pemerintah, Perhimpunan Dokter Spesialis Kedokteran Penerbangan Indonesia (Perdopsi) mendukung keputusan tersebut, karena dinilai pesawat merupakan moda transportasi yang tetap dibutuhkan di tengah pandemi.

Meski demikian, protokol khusus Covid-19 perlu tetap diberlakukan baik di bandara maupun di dalam kabin pesawat.

Pelanggaran menjaga jarak atau physical distancing yang terjadi di Bandara Soetta pekan lalu menunjukkan masih minimnya kesadaran masyarakat dalam merubah perilaku sehat. 

Selain itu, ketidaksiapan otoritas dan pemberi pelayanan kebandaraan, serta penerbangan komersial dalam mengantisipasi kebijakan baru pemerintah.

Protokol Covid-19 di area bandara

Penerapan new normal, untuk mengantisipasi tetap berjalannya protokol Covid-19 di sektor penerbangan, Perdopsi pun merekomendasikan beberapa hal yang perlu dilakukan sebagai upaya menekan potensi penularan virus corona.

Ketua Pengurus Pusat Perdopsi Dr dr Wawan Mulyawan, SpBS(K), SpKP, AAK menyatakan, pada bagian area bandara, Kementerian Kesehatan perlu memperkuat Kantor Kesehatan Pelabuhan (KKP) baik dalam jumlah dan kompetensi personel, maupun peralatan.


Penambahan jumlah personel pengecekan dan pemantauan kesehatan di bandara, dapat dilakukan baik dengan menambah personel internal maupun dengan memanfaatkan personel kesehatan dari pemangku kepentingan yang lain.

Termasuk bekerja sama dengan relawan yang kompeten atau pun Perdospi dan Ikatan Dokter Indonesia (IDI).

Selain itu, peningkatan kompetensi para personel KKP dalam pengecekan cepat dan pro aktif dapat dilakukan dengan membuat tutorial online atau pun bentuk lainnya. Dengan demikian, pendeteksian dan pemantauan penumpang dapat dimaksimalkan.

"Menambah peralatan pengecekan di bandara jika diperlukan dan melakukan kalibrasinya secara rutin," kata dr. Wawan dalam keterangan tertulis, Senin (18/5/2020).

Penindakan tegas sesuai aturan hukum bagi bagi pelanggar physical distancing, baik oleh penumpang maupun petugas bandara juga perlu dilakukan di bandara, bekerjasama dengan otoritas keamanan bandara.

Perdopsi juga meminta Kementerian Perhubungan untuk menerapkan aturan kelengkapan persyaratan kesehatan dan persyaratan lainnya untuk naik pesawat selama masa pandemi Covid-19 di luar area bandara atau secara online.

Sehingga proses check in dapat berjalan cepat dan sesuai aturan physical distancing yang telah ditetapkan. Calon penumpang yang jelas-jelas tidak memenuhi syarat pun seharusnya sudah tersaring sebelum masuk bandara.

Di sisi lain, otoritas bandara pelru menyediakan secara cukup tempat cuci tangan dengan sabun atau hand sanitizer dan juga masker gratis, jika ada calon penumpang atau petugas bandara yang maskernya rusak atau kotor.

Otoritas bandara juga harus menerapkan penegakan hukum secara tegas namun bijaksana bagi para penumpang yang melanggar protokol Covid-19, melalui kebijakan pelarangan atau pengaturan ulang keberangkatan, demi keselamatan dan keamanan bersama.

"Pihak maskapai penerbangan juga perlu menyediakan wahana online untuk call center secara mudah dan untuk melengkapi persyaratan kesehatan, sehingga tidak menimbulkan kerumunan seperti terjadi beberapa waktu lalu di Bandara Soekarno-Hatta," jelas dr Wawan. 


Protokol Covid-19 di kabin pesawat

Menurut dr Wawan, Perdospi melihat physical distancing di pesawat tidak perlu diartikan dengan pembatasan jumlah kursi pesawat di kabin yang boleh digunakan penumpang.

Ada kebijakan lain yang dinilai lebih efektif daripada menyediakan hanya 50 persen sampai 70 persen kursi penumpang seperti disarankan beberapa pihak.

Seperti pemanfaatan kreatifitas dari maskapai untuk penggunaan faceshield atau glass safe, selain penerapan aturan standar penggunaan masker yang baik dan benar.

Lalu penggunaan hand sanitizer, pembatasan pergerakan manusia di dalam kabin pesawat, penyediaan makanan dan minuman di kursi pesawat sebelum penumpang duduk, pembatasan area dan penggunaan toilet atau lavatory.

"Serta penyediaan beberapa baris kursi belakang untuk karantina penumpang yang muncul gejala klinis di kabin dan lain-lain," katanya.

Perlu juga dilakukan pembuatan tutorial online bagi awak kabin dan penumpang tentang pencegahan penularan Covid-19, pengenalan gejala klinis, dan penanganan karantina di pesawat.

Pengikutsertaan tenaga kesehatan di pesawat dapat dijadikan dipertimbangkan, terutama pada pesawat-pesawat berbadan lebar.

Seperti melibatkan spesialis kedokteran penerbangan (SpKP), dokter umum yang terlatih penerbangan dan memahami pencegahan penularan virus corona, atau perawat terlatih.

Pemantauan kru pesawat dan awak kabin harus dilakukan secara ketat oleh maskapai penerbangan, baik dalam melakukan physical distancing sebelum dan sesudah penerbangan, atau sebelum mengawasi penerbangan berikutnya.

"Tindakan desinfeksi (pencegahan penularan Covid-19) di kabin pesawat setelah penerbangan harus dilakukan secara maksimal dan terjamin," ujar dr Wawan.

https://www.kompas.com/sains/read/2020/05/19/080400423/penerapan-new-normal-covid-19-di-penerbangan-ini-saran-perdopsi

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke