Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Dr. Eng. IB Ilham Malik
Dosen Prodi Perencanaan Wilayah & Kota ITERA

Ketua Prodi Perencanaan Wilayah dan Kota ITERA. Wakil Ketua Umum Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Pusat Bidang Kajian Kebijakan Transportasi

Meluruskan Pemaknaan Transportasi Hijau

Kompas.com - 08/07/2023, 13:36 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

TRANSPORTASI hijau harus diwujudkan oleh pemerintah dan pihak terkait. Sejumlah pihak mengartikan transportasi hijau sebagai sistem transportasi yang mengandalkan sumber energi terbarukan.

Karena itulah pada saat ini kita dikenalkan dengan kebijakan membangun kendaraan listrik. Harapannya kendaraan listrik akan dominan digunakan oleh masyarakat di Indonesia untuk bermobilisasi.

Meskipun lalu lintas menjadi sangat padat kendaraan pribadi, namun diharapkan tidak menimbulkan emisi gas kendaraan bermotor yang dapat mencemari lingkungan.

Sebagaimana yang terjadi pada saat ini, itulah mazhab yang didukung oleh penganut transportasi hijau dalam bentuk kendaraan pribadi listrik.

Namun pertanyaannya, apakah menggantikan kendaraan pribadi berbahan bakar minyak dengan kendaraan pribadi berenergi listrik adalah wujud nyata transportasi hijau?

Bisa saja ini hal yang benar, karena jika dilihat dari sisi sumber energinya, maka kendaraan listrik merupakan salah satu wujud dari transportasi hijau.

Namun seharusnya kita melihatnya dari sisi sistem transportasi secara keseluruhan. Sehingga kita bisa melakukan justifikasi, apakah suatu kebijakan yang berkaitan kendaraan listrik untuk kendaraan pribadi, merupakan variabel penting dalam mewujudkan transportasi hijau terutama di wilayah perkotaan?

Karena, jika kita salah dalam mengartikulasikan transportasi hijau, maka yang tercapai adalah sistem transportasi yang tidaklah benar-benar hijau. Karena itu, sangatlah penting untuk melihat transportasi hijau dalam sudut pandang yang tepat.

Transportasi hijau yang diartikan dengan energi hijau untuk kendaraan bermotor merupakan salah satu bagian dari tiga hal penting dalam mewujudkan transportasi hijau.

Tiga hal penting tersebut adalah energi hijau, masalisasi mobilisasi masyarakat, dan dominasi penggunaan pedestrian. Tiga hal ini harus dapat dilihat dalam kerangka utuh.

Kita bisa melihat dan membandingkannya dengan kondisi yang ada sekarang ini, sehingga kita bisa memasukkan kebijakan sebagai turunan dari tiga prinsip transportasi hijau tadi dalam isu eksisting yang ada pada saat ini.

Kebijakan pemerintah untuk mendorong pengembangan kendaraan berbahan bakar listrik patut untuk diapresiasi. Bagaimanapun kendaraan listrik merupakan bagian penting dalam pengembangan transportasi hijau.

Kritik yang ingin penulis sampaikan terkait kebijakan ini adalah; mengapa berbagai macam langkah strategis dilakukan oleh pemerintah hanya untuk pengembangan kendaraan listrik pribadi?

Mengapa pemerintah tidak membuat strategic planning dan juga langkah-langkah taktis untuk mencapai target bahwa semua angkutan umum perkotaan di Indonesia menggunakan energi listrik?

Kalau saja upaya serius pemerintah pada saat ini adalah mengupayakan semaksimal mungkin pengembangan angkutan umum berenergi listrik, maka ini merupakan keberpihakan yang sangat benar dari sisi manajemen transportasi perkotaan.

Sebab ini akan berkorelasi pada prinsip yang kedua, yaitu masalisasi memfasilitasi pergerakan masyarakat.

Pada saat ini seluruh rute angkutan umum perkotaan, kecuali Jakarta, Semarang dan Solo, memiliki pola berbeda dengan sumber bangkitan dan sumber tarikan perjalanan dalam wilayah perkotaan.

Hal inilah yang menyebabkan perkembangan angkutan umum perkotaan di Indonesia tidak berjalan dengan baik.

Belum lagi jika ditambah dengan faktor sarana dan prasarana pendukung penggunaan angkutan umum. Misalnya, kondisi halte dan terminal yang tidak memiliki kenyamanan tinggi.

Masalah lain, jalan akses dari asal perjalanan menuju ke halte atau ke terminal yang jalur pedestriannya tidak representatif bagi semua lapisan masyarakat.

Jadi memang harus ada pembenahan secara gradual dari sisi sistem transportasi perkotaan agar bisa masuk dalam kategori menerapkan transportasi hijau.

Rute yang dibangun haruslah sesuai dengan kebutuhan masa depan, tetapi tidak mengabaikan kecenderungan pergerakan yang terjadi pada saat ini.

Itulah sebabnya, pengembangan transportasi hijau yang berkaitan dengan masalisasi mobilisasi pergerakan masyarakat harus dikaitkan dengan penataan tata ruang kota.

Karena tata ruang kota yang baik akan melahirkan bangkitan dan tarikan perjalanan yang juga baik.

Jika dalam penataan ruangnya tidak memiliki kepastian jumlah bangkitan dan tarikan pada masa depan, maka sudah pasti sistem transportasi perkotaannya tidak akan bisa menjawab dengan benar tantangan dalam penyediaan angkutan umum perkotaan, baik dari sisi jumlah maupun kualitas.

Pada sisi lain, penataan kota dari sisi tata ruang kotanya akan melahirkan pola pergerakan yang tidak mengandalkan sepenuhnya kendaraan pribadi untuk menghubungkan sumber bangkitan dengan sumber tarikan perjalanan tadi.

Karena penataan ruang yang baik akan menciptakan bangkitan dan tarikan perjalanan dalam jarak yang pendek.

Masyarakat memang akan cenderung menggunakan kendaraan pribadi jika ada jarak yang sangat jauh antara sumber bangkitan di mana mereka berada, dengan sumber tarikan perjalanan di mana mereka akan tuju.

Ketika perjalanan yang jauh tidak dapat difasilitasi oleh angkutan umum, maka masyarakat akan menggunakan kendaraan pribadi, baik mobil maupun sepeda motor.

Sehingga bisa kita katakan, dua zona yang menimbulkan bangkitan dan tarikan perjalanan, dan mereka memiliki jarak yang jauh antara satu zona dengan zona lainnya, menjadi faktor penyebab utama munculnya fenomena kemacetan lalu lintas di dalam wilayah perkotaan.

Itulah sebabnya, konsep pengembangan transportasi perkotaan pada masa depan baiknya menganut mazhab pedestrianisasi.

Bagaimana caranya untuk membuat masyarakat (kita semua) mengakses tujuan perjalanan dengan berjalan kaki atau menggunakan kendaraan tidak bermotor seperti sepeda saja.

Karenanya, reformasi pengembangan tata ruang menjadi sangat krusial dilakukan guna mendukung green transportation di Indonesia.

Dari ketiga prinsip dasar pengembangan transportasi hijau yang penulis sampaikan tadi, maka dapat disimpulkan bahwa langkah strategis yang dilakukan oleh pemerintah pada saat ini berkaitan dengan transportasi hijau, masih membutuhkan langkah taktis dan strategis lainnya berkaitan dengan dua variabel pendamping dari prinsip energi terbarukan.

Jadi masalisasi mobilisasi masyarakat dan mengatur tata ruang kota agar jarak perjalanan menjadi pendek sehingga mereka akan menggunakan pedestrian dalam bermobilisasi, adalah dua hal yang harusnya dikampanyekan.

Dengan begitu, green transportation sepenuhnya dapat diwujudkan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com