Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Wajib Bayar Utang Pembangunan LRT Jabodebek, Dirut KAI: Ini Aneh

Kompas.com - 08/07/2022, 20:45 WIB
Masya Famely Ruhulessin

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Utama PT Kereta Api Indonesia (KAI) Didiek Hartantyo membeberkan sejumlah keanehan dalam pembangunan proyek LRT Jabodebek.

Keanehan itu terutama regulasi berbentuk Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 49 Tahun 2017. Beleid ini menyebutkan PT KAI merupakan pihak yang bertanggung jawab membayar utang dalam proyek pembangunan LRT Jabodebek.

Padahal, menurut Didiek, itu tidak sesuai dengan anatomi Perpres Nomor 49 Tahun 2017 Tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Presiden Nomor 98 Tahun 2015 Tentang Percepatan Penyelenggaraan Kereta Api Ringan/Light Rail Transit Terintegrasi di Wilayah Jakarta, Bogor, Depok dan Bekasi.

Baca juga: Soal Jebolnya Tandon Air Proyek LRT, Begini Kata Ahli Konstruksi

“Proyek ini (LRT) agak aneh. Pemilik proyeknya Kementerian Perhubungan, kontraktornya Adhi Karya dan PT KAI sebagai pembayarnya,” ungkap Didiek dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi V DPR RI di Jakarta, Rabu (6/7/2022),

“Ini tidak sesuai dengan anatomi di Perpres 49. Sesuatu yang tidak wajar sebetulnya. Namun ini dalam rangka menjawab proyek strategis nasional (PSN) saja,” cetus dia.

Dikatakan, total investasi untuk pembangunan proyek LRT Jabodebek adalah sebesar Rp 29,9 triliun. Pada tahun 2017 dan 2018, PT KAI mendapatkan dana dari Penyertaan Modal Negara (PNM) sebesar Rp 7,6 triliun. Sisanya berasal dari utang.

“Nilai proyeknya Rp 29,9 triliun. Kami dapat dana PNM Rp 7,6 triliun pada tahun 2017 dan 2018. Sisanya, kami berutang lebih dari Rp 20 triliun. Jadi bagaimana kami mengembalikan utang itu jika tidak di-top up pemerintah?” tegas Didiek.

Didiek menerangkan, proyek LRT Jabodebek mulai digagas sejak tahun 2015 antara Kementerian Perhubungan dengan salah satu perusahaan kontraktor.

Baca juga: Agar LRT Jabodebek Bisa Urai Kemacetan, Ini Kata Kemenhub

Kemudian, Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 98 Tahun 2015 Tentang Percepatan Penyelenggaraan Kereta Api Ringan/Light Rail Transit Terintegrasi di Wilayah Jakarta, Bogor, Depok dan Bekasi.

Namun dalam perjalanannya, belum ada kontrak antara kontraktor dengan Kemenhub. Padahal sudah banyak dana yang dikeluarkan untuk proyek ini.

Pada tahun 2017, Menteri Keuangan, Sri Mulyani menyampaikan bahwa posisi keuangan negara saat itu tidak memungkinkan untuk mengeluarkan dana sebesar Rp 29,9 triliun untuk proyek LRT.

“Ia (Menteri Keuangan-red) menyampaikan akan bayar secara cicil. Ini juga tidak sesuai dengan model bisnis dalam undang-undang karena pembangunan infrastruktur dan sarana ada dalam satu proyek sehingga menjadi beban kepada operator (PT KAI),” tandas Didiek.

Dalam pasal 8A Perpres Nomor 49 Tahun 2017, dikatakan Pemerintah menugaskan kepada PT KAI untuk penyelenggaraan pengoperasian prasarana, perawatan prasarana, dan pengusahaan prasarana termasuk pendanaan pembangunan prasarana LRT. 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com