MEDAN, KOMPAS.com - Pelanggan gas yang tergabung dalam Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) mengeluhkan kelangkaan gas di kawasan industri maupun di luar kawasan industri dalam dua bulan terakhir di Sumatera Utara.
Macetnya suplai gas mengakibatkan produksi tersendat, pengusaha tidak mampu memenuhi permintaan dan membayar ongkos operasional. Pihak yang paling terkena dampaknya adalah para karyawan yang terpaksa dirumahkan.
Ketua Apindo Sumut Parlindungan Purba mewakili pengusaha kepada Kompas.com mengatakan, pihaknya selalu mendorong agar produk ekspor di Sumut tinggi, apalagi di tengah masa pandemi Covid-19 sekarang.
Untuk itu, fasilitas dan layanan logistik gas harusnya tidak mengganggu jalannya usaha, pemerintah bertanggungjawab memastikan semuanya berjalan lancar.
Baca juga: Perbandingan Kompor Gas versus Listrik, Mana Lebih Unggul?
"Ini penyakit lama, 2018 pernah terjadi. Saya sampai turun ke Lhokseumawe. Pemerintah harus mengambil kebijakan yang permanen dan long term. Dampaknya apa? Kalau perusahaan ini gasnya gak ada, produksi turun, ya terpaksa memberhentikan karyawan," ungkap Parlindungan, Selasa (7/12/2021).
Naik turunnya pasokan gas sangat menggganggu dan merugikan. Parlindungan menjelaskan, saat tekanan gas turun, perlu waktu dua hari untuk penyesuaian.
Ketika pasokan gas pipa berkurang, terpaksa mencari sumber lain yaitu Liquefied Natural Gas (LNG) yang harganya lebih mahal.
"Kalau gas pipa, harganya USD 6,71 per MMBTU, sekarang, gara-gara kosong, dapatlah gas dan dijual harganya 13,6 per MMBTU. Ini pun masih kurang sekarang," ucapnya.
Mantan ketua Komite II DPD-RI ini meminta gas pipa bisa dimanfaatkan industri sesuai Keputusan Menteri ESDM Nomor 89K/2020 tentang Harga Gas Bumi Tertentu (HGBT) untuk tujuh sektor industri yaitu pupuk, petrokimia, oleochemical, baja, keramik, kaca dan sarung tangan karet seharga USD 6/MMBTU yang berlaku sejak April 2020.
Padahal, Menteri ESDM telah menegur dan memanggil para pemasok gas yakni North Sumatera Offshore (NSO), Pertamina Hulu Energi-North Sumatera Offshore (PHE-NSO), Pertamina Geothermal Energy (PGE), dan Triangle Pase Inc (TPI) dan Pertamina EP (PEP).
Mereka harus menjamin kebutuhan gas di Sumut aman dan memiliki manajemen risiko supaya "penyakit lama" tidak terulang. Cukupnya pasokan gas memengaruhi investor supaya yakin menanamkan modalnya.
Sales Area Head PT Perusahaan Gas Negara (PGN) Medan dan sekitarnya Syaiful Hadi membenarkan terjadi gangguan pemeliharaan dari pemasok gas arah PT Arun NGL sejak Oktober sampai November 2021.
Pihaknya sudah berkoordinasi dan bekerja sama untuk mengatasi masalah dan menutupi kekurangan gas dengan menekan line pack gas yang ada di pipa dan menggunakan LNG.
"Kalau gas dari sumur ada, masalah di peralatan dan infrastruktur. Informasi dari pemasok, ini bukan maintenance tapi darurat karena mendadak," ungkap Syaiful.
Karena itu, mulai 8-20 November PGN melakukan subtitusi dengan LNG, per tanggal 27 kemarin, gas pipa sudah normal.
Walau sudah berkoodinasi, PGN belum bisa memastikan tidak akan terjadi lagi gangguan.
"Kalau hari ini memang sudah normal, tapi kami belum tahu bagaimana tiga atau empat hari lagi," ujarnya.
Ditanya apa bentuk kerja sama dengan pemasok gas, berapa lama dan apa yang dilakukan kepada para pelanggan kalau terjadi gangguan distribusi, Syaiful memastikan dalam bentuk contract sharing.
"Mereka yang mencari gas, kami belinya kontrak, tergantung produksi gas mereka. Kalau terjadi gangguan pasok, apabila pasokan tidak mencukupi, kita harus menyesuaikan atau meng-kuota-kan atau menjatah pelanggan-pelanggan," imbuh Syaiful.
Direktur Komersial PGN Faris Aziz beberapa waktu lalu mengatakan, Sumatera Bagian Utara (Sumbagut) menjadi salah satu area pionir PGN dalam rangka mengembangkan bisnis transmisi dan distribusi gas bumi.
Sejak 1985 hingga saat ini, telah melayani lebih dari 27.000 pelanggan Rumah Tangga, 380 Pelanggan Kecil dan sekitar 145 pelanggan komersial dan industri dengan total volume penyaluran gas mencapai sekitar 17-18 BBTUD.
Untuk memenuhi penyaluran gas bumi di wilayah Sumbagut, PGN Grup mendapatkan pasokan dari produsen hulu/KKKS sebanyak ± 31 MMSCFD dari empat pemasok yaitu Pertamina EP, Triangle Pase, PHE North Sumatra Offshore, dan PHE North Sumatra B.
"Hal ini menunjukkan bahwa pasokan untuk wilayah ini lebih dari cukup sehingga diharapkan dapat dioptimalkan alokasinya dan dimanfaatkan lebih banyak oleh pelaku usaha industri lainnya," tuntas Faris.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.