Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Apa Dampak Krisis Evergrande pada Properti Indonesia? Ini Kata REI

Kompas.com - 29/09/2021, 16:00 WIB
Muhdany Yusuf Laksono,
Hilda B Alexander

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Krisis keuangan yang melanda pengembang properti raksasa asal China, Evergrande Group, tengah memantik perhatian dunia.

Risiko gagal bayar seiring lilitan utang sekitar 300 miliar dolar AS atau sekitar Rp 4.277 triliun dikhawatirkan berdampak pada sektor properti global, termasuk Indonesia.

Oleh karena itu, Pemerintah China telah merumuskan kebijakan 'three red lines (tiga garis merah)' untuk mengurangi risiko tingkat utang dari sektor properti.

Lantas, apakah krisis Evergrande Group akan berdampak pada sektor properti Indonesia?

Baca juga: Gara-gara Evergrande Ngemplang Utang, Pengusaha Cleaning Service Ini Jual Rumah Mewah

Ketua Umum Real Estate Indonesia (REI) Paulus Totok Lusida mengatakan, efek langsung terhadap industri properti di Indonesia tidak akan banyak.

Ia justru mewaspadai efek domino dari krisis Evergrande terhadap ekonomi China, bahkan global.

Karena pada saatnya nanti bisa berdampak pada ekonomi Indonesia. Dan jika efek domino terjadi, sektor properti pasti akan turut tertampar.

"Kalau kita bicara pengaruh, pasti ada, tapi semoga tidak banyak dari efek dominonya. Kalau di China krisis ini tidak ditangani dengan tepat, ekonomi terdampak, pembelian barang-barang ekspor dari Indonesia akan berkurang, otomatis mempengaruhi ekonomi Indonesia," tutur Totok seperti dikutip dari Kontan.co.id, Selasa (28/9/2021).

Namun, dia memperkirakan, efek domino dari Evergrande ini tidak akan sebesar seperti yang terjadi saat krisis Lehman Brothers pada tahun 2008.

Selain dari segi nilai utang yang berbeda, bisnis Evergrande dominan di sektor properti lebih memiliki aset bernilai. Berbeda dengan Lehman Brothers yang hanya bermodalkan surat utang.

Baca juga: Belum Lepas dari Jeratan Utang, Saham Evergrande Terjun Bebas

Selain itu, penanganan krisis di AS dan China diprediksi tak akan sama. Berbeda dari paham ekonomi pasar bebas ala AS, Totok meyakini kebijakan sosialis dari China akan lebih melakukan proteksi. Sehingga kebijakan pemerintah China akan menjadi penentu.

"Kalau ini (Evergrande) kan properti, jadi ada aset, punya value yang hampir tidak mengalami penyusutan. Jadi domino effect yang timbul tidak akan sebesar Lehman Brothers. Sekarang gimana cara penanganan oleh pemerintah China," ujarnya.

Menurut Totok, proyek-proyek properti yang sedang ikut digarap pengembang China, akan terus berlanjut. Berbeda dengan pasar properti di China, pangsa pasar properti di Indonesia masih sangat besar.

Jika proyek properti terutama perumahan mangkrak, justru itu akan semakin membawa dampak negatif bagi likuiditas dan investasi perusahaan.

"Tidak ke arah situ, jadi tetap jalan dong (proyek properti). Indonesia pasarnya masih besar, kalau ditinggalkan dalam kondisi masih membangun, likuiditas dan investasi mereka jadi jelek," jelasnya.

Director Advisory Group Coldwell Banker Commercial Indonesia Dani Indra Bhatara juga mengamini bahwa investasi properti di Indonesia masih didominasi oleh investor lokal yang sangat memperhatikan pergerakan pasar yang bersifat lokal.

Sehingga properti di sini lebih dipengaruhi oleh iklim investasi dan pergerakan perekonomian di Indonesia.

"Saat ini kondisi krisis utang perusahaan properti di China belum memiliki pengaruh terhadap pasar properti di Indonesia secara umum," katanya.

Jika pun ada pengaruhnya lebih ke sentiment yang sedikit menurun atau kehati-hatian investor asing terhadap pasar properti di Asia, namun belum berpengaruh pada kinerja pasar properti secara langsung.

Menurut Dani, ada pengaruh bagi rencana pengembangan di Indonesia ke depannya, jika perusahaan induknya di China mengalami gangguan akibat krisis tersebut.

Tapi di sisi lain, jika pasar properti di Indonesia dianggap menjanjikan dengan kinerja penjualan yang baik, bukan tidak mungkin pengembangan di Indonesia malah menjadi prioritas, karena pasar lokal tidak dipengaruhi langsung oleh krisis tersebut.

Adapun, salah satu perusahaan properti Indonesia yang bekerjasama dengan pengembang dari China ialah PT Alam Sutera Realty Tbk (ASRI).

Pada Juni 2016 lalu, ASRI meneken kerjasama dengan China Fortune Land Development Co Ltd (CFLD) untuk mengembangkan kawasan di Tangerang.

Meski tidak membeberkan dengan rinci progres dan kelanjutan kerjasama dengan CFLD, namun Corporate Secretary ASRI Tony Rudiyanto menyampaikan bahwa krisis industri properti di China saat ini tidak mengakhiri kerjasama tersebut.

"Masih berlanjut (kerjasama ASRI dan CFLD)," ungkap Tony, Selasa (28/9/2021).

 

Penulis: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Khomarul Hidayat

 

Artikel ini telah tayang di Kontan.co.id dengan judul "Krisis keuangan Evergrande, bagaimana dampaknya ke sektor properti Indonesia?"

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com