KITA tentunya sangat bangga dengan kemajuan pembangunan infrastruktur transportasi selama tujuh tahun terakhir yang terus menaiki tangga kemajuan, bahkan sampai pelosok negeri.
Pembangunan infrastruktur transportasi, seperti menambah panjang rel kereta api, bandara, pelabuhan, jalan raya nasional, dan jalan tol dapat dikatakan sebagai tolok ukur keberhasilan ekonomi sebuah negara.
Sekadar contoh, Tahun 2019, anggaran belanja infrastruktur mencapai Rp 420 triliun. Angka ini meningkat sebesar 157 persen dari Tahun 2014 yang hanya Rp 163 triliun.
Total pembangunan jalan nasional dari tahun 2015 sampai 2018 adalah 3.387 Kilometer. Ini pun terus berlanjut hingga tahun 2019, dengan penambahan 732 kilometer lagi, jadi total jalan nasional yang telah terbangun akan mencapai 4.119 kilometer.
Sementara jalan tol yang telah terbangun kurun 2015-2018 sepanjang 782 kilometer. Target pembangunan jalan tol tahun 2019 sepanjang 1.070 kilometer. Nantinya total pembangunan jalan tol sampai dengan RPJMN 2024 mencapai 1.852 kilometer.
Sedangkan jembatan yang telah terbangun pada kurun yang sama sepanjang 41.063 meter. Pemerintah masih akan membangun jembatan sepanjang 10.029 meter. Nantinya sampai tahun 2024 total panjang jembatan yang terbangun mencapai 51.092 meter.
Selain itu, Pemerintah ingin membangun Indonesia dari daerah-daerah dan desa terpencil dengan infrastruktur jembatan gantung.
Selama empat tiga tahun, Pemerintah telah membangun 164 jembatan gantung. Tahun 2019, pemerintah menambahnya dengan 166 unit jembatan gantung lagi. Total jembatan gantung yang terbangun mencapai 330 unit.
Sementara Light Rail Transit (LRT) di Sumatera Selatan telah selesai dibangun, demikian halnya LRT Jakarta. Sedangkan LRT Jabodebek akan tuntas pada Juni 2022.
Tak hanya LRT, pemerintah juga membangun Mass Rapid Transi (MRT). Setelah mengoperasikan Tahap I, saat ini tengah dibangun MRT Tahap I Fase II trase Bundaraan HI-Ancol.
Pemerintah menargetkan penurunan disparitas harga lima bahan kebutuhan pokok sebesar 57,21 persen untuk masyarakat daerah terpencil dan daerah tertinggal yang belum terlayani moda transportasi lain.
Karena itu dibangun sepuluh bandar udara (bandara) baru yakni Miangas, Letung, Tebeliang, Maratua, Morowali, Namniwel, Weru dan Koroway Batu.
Selain itu, dilakukan juga revitalisasi dan pengembangan 408 bandara di daerah rawan bencana, terisolasi dan wilayah perbatasan.
Kemudian membangun 19 pelabuhan baru, 8 pelabuhan yang masih dalam tahap pembangunan dan direncanakan rampung pada tahun 2019.
Pemerintah menargetkan peningkatan kapasitas pengangkutan barang dari 16,7 juta TEUs per tahun pada 2014 menjadi 19,7 juta TEUs per tahun pada 2017.
Hal ini dilengkapi dengan penambahan lima unit kapal penyeberangan penumpang, tiga unit kapal motor penyeberangan, dan 10 pelabuhan penyeberangan.
Data Bappenas 2019 menyebutkan, transportasi perkotaan menjadi salah satu kunci penting dalam menyelesaikan permasalahan kemacetan dan mengoptimalkan dampak positif ubanisasi sebagai mesin pertumbuhan ekonomi nasional.
Faktanya, 41 persen dari PDB Nasional Tahun 2017 disumbangkan oleh enam kawasan perkotaan metropolitan. Peran kawasan perkotaan pada masa mendatang juga akan semakin tinggi.
Diproyeksikan pada tahun 2045, sekitar 230 juta penduduk Indonesia (73 persen) akan tinggal di perkotaan.
Sampai kini pun kita sering jumpai pembangunan konstruksi transportasi di perkotaan setiap tahun tiada berhenti.
Sebaliknya, indikator ini adalah keberhasilan industri otomotif yang selalu memerlukan infrastruktur untuk mobilitas.
Dibandingkan dengan beberapa kota di Asia, jaringan MRT Jakarta hanya 15 kilometer, jauh di bawah Singapura (200 kilometer), Hongkong (187 kilometer), dan Tokyo (304 kilometer).
Moda share angkutan umum di Jakarta, Bandung, dan Surabaya juga masih di bawah 20 persen, jauh di bawah Singapura (61 persen), Tokyo (51 persen), dan Hongkong (92 persen).
Dampaknya, kemacetan juga masih sangat tinggi seperti di Jakarta yang menempati urutan ke-7 kota termacet di dunia (Tomtom Traffic Index, 2019).
Kerugian akibat kemacetan lalu lintas lintas di Jakarta mencapai Rp 65 triliun per tahun (Bappenas, 2019).
Jadi, keberhasilan pembangunan transportasi diukur dari seberapa besar moda share angkutan umum nya bukan diukur dari seberapa banyak mobil pribadi digunakan di jalan.
Masalah tersebut adalah seringnya kecelakaan transportasi terjadi dengan menelan korban jiwa meninggal dunia.
Tak hanya kecelakaan transportasi pasca konstruksi infrastruktur terjadi, melainkan saat konstruksi dilakukan.
Contoh kecelakaan dan kegagalan dari pekerjaan konstruksi transportasi, adalah sebagai berikut:
Kecelakaan konstruksi ini mengakibatkan kerugian yang tidak sedikit. Berikut ini kerugiannya:
Namun, contoh di atas adalah kerugian pekerjaan konstruksi transportasi karena berdampak langsung kepada ruang hidup masyarakat.
Secara lingkup mezzo-mikro sebenarnya ada korban dari pembangunan konstruksi transportasi itu sendiri.
Korban-korban itu tentunya para pengguna fasilitas umum tiap hari yakni pejalan kaki yang setiap hari menggunakan trotoar, trotoar dibongkar dan ditutupi pagar proyek sehingga pejalan kaki harus berjalan di bahu jalan.
Hal ini diperparah dengan pembangunan perkotaan yang berjalan tanpa master plan, berakibat jalan raya dan trotoar tidak kunjung selesai dibangun/dirawat.
Tahun ini pembangunan trotoar selesai, tahun depan dibongkar lagi untuk pergantian utilitas kota. Contoh kabel telkom, PLN, kabel optik perusahaan penyedia telekomunikasi lain, pipa PDAM di bawah trotoar/bahu jalan, belum lagi perbaikan lainnya.
Kenyataan tersebut selalu terjadi setiap tahun, sehingga kita sulit menikmati keselamatan dan kenyamanan menggunakan fasilitas umum di jalan.
Sementara budaya pembangunan transportasi, dapat dikondisikan melalui sinkronisasi manajemen konstruksi dengan manajemen rekayasa lalu lintas, pengendalian dan manajemen lingkungan hidup pada masa konstruksi dan setelah konstruksi.
Kemudian menyiapkan angkutan umum massal untuk pergantian antar moda, kontrol dan pemeliharaan infrastruktur publik yang digunakan akses konstruksi.
Bagaimana membangun konstruksi transportasi yang ramah terhadap pelayanan publik yang
berkeselamatan?
Ada tujuh masukan yang dapat dijadikan landasan pemikiran yakni pembangunan
infrastruktur by safety service (SHE) platform, berpikir secara sistemik perbaikan infrastruktur
transportasi, koordinasi antara kelembagaan/kementerian (K/L) pemangku kebijakan transportasi.
Selanjutnta regulasi untuk integrasi antar K/L, pembentukan lembaga super-body yang membawahi K/L pemangku penyelenggaraan transportasi antar aglomerasi (seperti LTA Singapore), tersedia rencana induk (master plan) untuk pembangunan, pengelolaan dan penyelenggaraan transportasi, dan sustainable transport planning.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.