Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Kepemilikan Properti WNA: Percepat Investasi atau Kurangi "Backlog"?

Adapun aturan terkait kepemilikan hunian orang asing tersebut diatur melalui Undang-Undang (UU) Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UU Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja dan Peraturan Pemerintah (PP)  Nomor 18 Tahun 2021 tentang Hak Pengelolaan, Hak Atas Tanah, Satuan Rumah Susun
dan Pendaftaran Tanah dan Peraturan Menteri ATR/Kepala BPN Nomor 18 Tahun 2021 tentang Tata Cara Penetapan Hak Pengelolaan dan Hak Atas Tanah.

Sebelumnya, WNA hanya diperbolehkan memiliki hunian yang hanya yang berada di atas tanah hak pakai dan wajib memiliki Kartu Izin Tinggal Tetap (Kitap) dan Kartu Izin Tinggal Terbatas (Kitas).

Kini, dengan cukup melampirkan dokumen keimigrasian berupa visa, paspor, atau izin tinggal, WNA memiliki hak untuk memiliki unit dalam satuan rumah susun (sarusun/apartemen) yang didirikan di atas tanah Hak Guna Bangunan (HGB).

Kebijakan ini mendorong agenda pemerintah untuk meningkatkan angka investasi negara setelah UU Cipta Kerja berlaku di Indonesia.

UU Cipta Kerja bertujuan untuk meningkatkan iklim investasi di Indonesia, termasuk dalam sektor properti. Hal ini dapat membuka peluang untuk mendapatkan lebih banyak investasi dari dalam dan terutama luar negeri.

Meski demikian, dipermudahnya akses kepemilikan properti WNA telah menciptakan pro-kontra dari beberapa pihak yang terpengaruh.

Pasalnya pada saat kebijakan ini berlaku, Presiden Joko Widodo menyampaikan pada Munas RealEstat Indonesia (REI) bahwa backlog kepemilikan rumah saat ini mencapai 12,1 juta. Dia juga menyampaikan bahwa setiap tahun, ada 700.000 sampai 800.000 Kepala Keluarga (KK) baru di Indonesia.

Sehingga estimasi kebutuhan untuk rumah baru berkisar pada angka yang serupa atau bahkan lebih, dengan seiring berjalannya waktu.

Di sisi lain, diketahui bahwa para pengembang hanya mampu membangun sekitar 400.000 unit per tahun. Dengan adanya kebijakan pemerintah untuk membuka peluang kepemilikan properti hunian bagi WNA, perlu adanya pertimbangan untuk disrupsi terhadap daya beli dan pasokan hunian untuk masyarakat lokal Indonesia.

Sebab, defisit besar dalam backlog ini juga menjadi salah satu dari beberapa faktor yang menyebabkan harga properti mengalami kenaikan.

Saat ini kendala tidak hanya dirasakan dalam sisi supply namun juga demand yang terbatasi oleh pendanaan.

Tercatat Laporan pencarian properti di Lamudi Indonesia menunjukkan bahwa 60 persen masih didominasi Rp 600 juta pada semester I-2022.

Ini menggarisbawahi demand properti dengan harga terjangkau masih menjadi preferensi mayoritas masyarakat Indonesia.

Mengantisipasi hal ini, pemerintah telah memberikan batasan harga bagi WNA yang ingin membeli hunian di Indonesia, dengan standarisasi harga di atas Rp 5 miliar.

Hal ini dapat mengurangi kemungkinan bagi WNA untuk membeli rumah dengan harga murah, sehingga masyarakat dalam negeri terlindungi.

Ketentuan lain yang melindungi masyarakat Indonesia juga terdapat pada kebijakan luasan properti, WNA bisa memiliki properti di atas lahan maksimal 2.000 meter persegi per orang di satu bidang tanah.

Namun jika kehadiran WNA tersebut memberikan dampak positif terhadap ekonomi, maka dapat dipertimbangkan untuk memiliki tempat tinggal dengan luas tanah lebih dari 2.000 meter persegi dengan izin dari menteri.

Hal ini merupakan langkah positif dari pemerintah untuk meningkatkan aktivitas ekonomi pada daerah tersebut.

Meningkatkan Minat Pembelian WNA

Meski relaksasi kebijakan kepemilikan properti hunian bagi WNA telah berlaku, angka pembelian di Indonesia oleh WNA terpantau masih dapat ditingkatkan.

Data dari Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional meunjukkan, properti yang dimiliki WNA pada tahun 2017 hingga 2019 sebanyak 52 properti dan pada tahun 2019 hingga 2023 terdapat 79 properti.

Sebagai WNA yang telah berkediaman selama lebih dari delapan tahun di Indonesia, akses kepemilikan properti hunian kini terbantu oleh relaksasi kebijakan pada beberapa aspek, terutama legalitas dan opsi tipe properti.

Namun, aspek penting lainnya juga perlu atensi dari pihak yang berkaitan di luar pemerintah, salah satunya seperti pendanaan.

Untuk WNA yang sudah berkediaman di Indonesia, akses terhadap pendanaan hunian properti dengan sistem kredit dari institusi finansial dalam negeri bagi WNA masih terbatas dan masih berketergantungan dengan akses pendanaan dari masing-masing negara asal.

Sementara itu, untuk WNA yang masih berkediaman di negara asalnya, proses mendapatkan informasi tepercaya sangat krusial untuk membantu proses kepemilikan hunian di Indonesia.

Terlepas dari kewarganegaraan masing-masing individu, memiliki properti hunian merupakan pembelian besar yang penting dan memerlukan waktu.

Sedikitnya agen, notaris, pengembang yang membuka peluang pembelian properti bagi WNA, serta kurangnya informasi resmi dari pemerintah bahwa investasi di sektor properti Indonesia adalah investasi yang aman, juga menjadi faktor penghambat permintaan pembelian dari WNA.

Oleh sebab itu, ketersediaan properti hunian perlu diimbangi dengan literasi prosedural dan finansial yang memadai untuk mendukung kepemilikan properti bagi WNA.

https://www.kompas.com/properti/read/2023/09/23/120000121/kepemilikan-properti-wna--percepat-investasi-atau-kurangi-backlog-

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke