Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Masa Konsesi HGU, HGB, dan Hak Pakai di IKN Dianggap Langgar UUPA

Mengingat durasi konsesi HGU hingga Hak Pakai itu telah ditetapkan melalui Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 12 Tahun 2023 tentang Pemberian Perizinan Berusaha, Kemudahan Berusaha, dan Fasilitas Penanaman Modal Bagi Pelaku Usaha di Ibu Kota Nusantara.

Tak hanya itu, Pemerintah juga dinilai langsung menjamin investor agar mendapat siklus kedua dengan tambahan 95 tahun lagi. Totalnya 190 tahun, hampir dua abad konsesi.

"Layanan eksklusif bagi investor tidak main-main, karena PP menciptakan jalan hukum agar siklus pertama berikut siklus keduanya langsung dicantumkan dalam keputusan pemberian hak, dan dicatatkan dalam sertifikat HGU," ujarnya dalam rilis pers dikutip Kompas.com, Selasa (14/03/2023).

Kemudian mengenai HGB dan Hak Pakai, PP 12/2023 mengatur pemberian hak langsung dalam satu siklus 80 tahun, yakni pemberian 30 tahun, sekaligus perpanjangan 20 tahun dan pembaruan 30 tahun.

Ditambah siklus kedua, yakni 80 tahun lagi. Dengan demikian pelaku usaha berpotensi menggunakan lahan Pemerintah di IKN selama 160 tahun.

"Perjanjian siklus kedua HGB dan HP dapat dibuat sejak awal perjanjian pemberian hak. Negara melalui Otorita IKN mensejajarkan diri dengan investor," tandasnya.

Menurut dia yang membahayakan dari kebijakan tersebut, pencabutan atau penghapusan hak sama sekali tidak diatur dalam PP 12/2023.

Padahal dengan pemberian konsesi yang hampir mencapai dua abad, seharusnya tata-cara pencabutan hak dan/atau pemberian sanksi semakin jelas dan tegas.

"Padahal, UUPA sudah terang-benderang dalam pemberian hak, di mana harus dilakukan secara bertahap dan bersyarat," imbuh Dewi Kartika.

Di dalam UUPA, HGU diberikan untuk waktu paling lama 25 tahun. Bagi perusahaan yang memerlukan waktu lebih lama dapat diberikan HGU maksimal 35 tahun.

Kemudian, perpanjangan HGU paling lama 25 tahun saja. Hal itu tertera dalam Pasal 28 sampai Pasal 34 UUPA.

Terkait HGB, UUPA juga sudah mengatur jangka waktu HGB paling lama 30 tahun. Perpanjangan maksimal 20 tahun, seperti tertulis dalam Pasal 35 sampai Pasal 40 UUPA.

Selain itu, UUPA juga sudah mengatur bahwa perpanjangan hak hanya dapat dilakukan sepanjang pemilik hak masih memenuhi syarat sesuai aturan UUPA.

Permohonan perpanjangannya pun harus dilakukan paling lambat 2 tahun sebelum masa HGU dan HGB berakhir. Sementara untuk pembaruan hak, tahapannya kembali sebagaimana syarat-syarat pemberian hak di awal.

Untuk itu, Dewi Kartika menilai sistem siklus konsesi dalam PP 12/2023 terbukti telah melanggar Pasal 28 sampai Pasal 40 UUPA.

Sebab hukum agraria nasional (UUPA) tidak pernah memandatkan pemberian HGU, HGB, dan HP, dengan perpanjangan dan pembaruan sekaligus dalam satu siklus.

"Parahnya, PP 12/2023 kebablasan dengan menjamin pemberian hak dalam dua siklus, 2 x 95 tahun untuk HGU, 2 x 80 tahun untuk HGB dan HP. Inilah pelanggaran fundamental terhadap UUPA," terangnya.

Dengan kondisi ini, Pemerintah dinilai telah mengingkari sejarah dan prinsip negara merdeka di bidang agraria yang sudah digariskan the founding fathers. 

UUPA 1960 sebagai hukum agraria nasional merupakan pelaksanaan dari Dekrit Presiden 5 Juli 1959; ketentuan dalam pasal 33 UUD; dan Manifesto Politik Republik Indonesia. 

Sebagaimana yang ditegaskan dalam pidato Presiden pada 17 Agustus 1960, yaitu mewajibkan Negara untuk mengatur pemilikan tanah dan memimpin penggunaannya, hingga semua tanah diseluruh wilayah kedaulatan bangsa dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat, baik secara perseorangan maupun secara gotong-royong.

"Layaknya zaman Orde Baru yang mempetieskan UUPA sebagai modus politik untuk menerbitkan UU sektoral pro pemodal. Sebab jelas-jelas mengabaikan keberadaan hukum agraria tertinggi setelah UUD 1945, dan yang masih hidup di republik ini, yaitu UUPA," cetusnya.

PP Juga Dinilai Melanggar Putusan MK

Selain dinilai bertentangan dengan UUPA, PP 12/2023 juga melanggar Putusan MK No.21-22/PUU-V/2007 terkait pemberian konsesi hak sekaligus di awal.

Menurut dia, PP itu telah melanggar UUD 1945. Sebab sebelumnya telah ada Putusan MK yang menyatakan bahwa pemberian hak atas tanah sekaligus di muka (pemberian hak, perpanjangan, dan pembaruannya) berupa 95 tahun HGU, 80 tahun HGB, dan 70 tahun Hak Pakai, adalah melanggar Konstitusi.

"Putusan MK ini berkaitan dengan amar putusan atas permohonan judicial review organisasi masyarakat sipil terhadap UU 25/2007 tentang Penanaman Modal," ujarnya.

Penggunaan konsep "siklus pemberian" dalam PP 12/2023 sama saja makna, maksud dan tujuannya dengan konsep "di muka sekaligus" dalam UU Penanaman Modal.

Artinya, sama-sama bertujuan memberikan, memperpanjang, dan memperbaharui HGU/HGB/HP sekaligus dalam satu siklus pemberian hak.

Bahkan PP 12/2023 lebih parah dibanding UU Penanaman Modal yang dulu juga ditentang. Karena sejak awal PP telah memberikan jaminan pemberian hak dalam 2x siklus, yaitu 2 x 95 tahun untuk HGU, 2 x 80 tahun untuk HGB dan HP.

"Jika 95 tahun dalam UU Penanaman Modal saja sudah dinyatakan melanggar UUD 1945, apalagi dua kali lipatnya!," pungaks Sekjen KPA itu.

https://www.kompas.com/properti/read/2023/03/14/153000921/masa-konsesi-hgu-hgb-dan-hak-pakai-di-ikn-dianggap-langgar-uupa

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke