Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Bisakah Aset BOT Malioboro Mall dan Hotel Ibis Diambil Alih? Begini Aturannya

Pasalnya, terjadi peralihan aset yang sebelumnya dikelola PT Yogyakarta Indah Sejahtera (YIS) ke Pemerintah Provinsi (Pemprov) Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY).

Permasalahannya, peralihan ini mengundang kekhawatiran bagi karyawan Malioboro Mall dan Hotel Ibis. Kaitannya dengan nasib mereka yang terancam PHK.

Akan tetapi, Pemprov DIY menyebut bahwa mereka tidak mengambil alih Malioboro Mall dan Hotel Ibis. Peralihan itu karena memang kontrak kerja samanya sudah selesai.

Adapun kerja samanya berupa skema Bangun Guna Serah (BGS) atau built, operate, transfer (BOT) yang telah dilaksanakan sejak 1992 dan berakhir pada 2022.

Artinya, mal dan hotel itu dinilai sudah sepatutnya kembali menjadi milik Pemprov DIY yang kemudian, menunjuk pihak baru untuk mengelolanya.

Sebagaimana mengutip dari pemberitaan Kompas.com, Kepala Bagian Humas Biro Umum, Humas dan Protokol (UHP) Setda DIY Ditya Nanaryo Aji mengatakan, Malioboro Mall dan Hotel Ibis bukan diminta oleh Sri Sultan HB X.

"Lebih karena Kontrak Bangun Guna Serah selama 30 tahun sudah berakhir. Mal dan sebagian hotel dikembalikan ke Pemda," ujar Ditya saat dikonfirmasi, Rabu (14/09/2022).

Berdasarkan hasil evaluasi, manajemen operasional yang lama dianggap kurang maksimal. Sehingga perlu dilakukan pergantian manajemen.

Menurutnya, konsekuensi pergantian manajemen ini adalah para karyawan dari manajemen lama akan diberhentikan.

Namun, dia menyebut bahwa Sri Sultan HB X meminta agar tidak ada PHK terhadap para karyawan tersebut.

"Bapak Gubernur berpesan agar para pegawai tersebut dapat kembali bekerja dan menjadi prioritas untuk direkrut oleh manajemen operasional yang baru," jelas dia.

Dikutip dari laman resmi Pemprov DIY, PT Setia Mataram Tri Tunggal telah ditunjuk sebagai pengelola baru Malioboro Mall dan Hotel Ibis.

Penandatanganan kesepakatan kerja sama Pemda DIY dengan PT Setia Mataram Tri Tunggal sebagai pengelola baru ini telah dilakukan pada Selasa (13/09/2022).

Jika menelisik fenomena ini, muara persoalan terdapat pada penerapan skema kerja sama BGS. Lantas, apa itu BGS?

Hal tersebut tertera dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2020 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah No. 27 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah.

Di dalam Pasal 1 dijelaskan, Bangun Guna Serah adalah pemanfaatan Barang Milik Negara/Daerah (BMN/D) berupa tanah oleh pihak lain dengan cara mendirikan bangunan dan/atau sarana beserta fasilitasnya.

Kemudian didayagunakan oleh pihak lain tersebut dalam jangka waktu tertentu yang telah disepakati.

Selanjutnya tanah beserta bangunan dan/sarana serta fasilitasnya diserahkan kembali setelah berakhirnya jangka waktu.

Lalu pada Pasal 34 tertulis, Bangun Guna Serah BMN/D dilaksanakan dengan pertimbangan:

  • Pengelola barang/pengguna barang memerlukan bangunan dan fasilitas bagi penyelenggaraan pemerintahan negara/daerah untuk kepentingan pelayanan umum dalam rangka penyelenggaraan tugas dan fungsi; dan
  • Tidak tersedia atau tidak cukup tersedia dana dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara/Daerah untuk penyediaan bangunan dan fasilitas tersebut.

Kemudian di dalam Pasal 36 dijelaskan bahwa jangka waktu pelaksanaan BGS paling lama 30 tahun sejak perjanjian ditandatangani.

Pemilihan mitra BGS dilaksanakan melalui tender. Setelah ditetapkan, mitra wajib mematuhu beberapa hal selama jangka waktu pelaksanaan BGS, yaitu:

Adapun skema BGS dilaksanakan berdasarkan perjanjian, di mana aling sedikit memuat:

  • Para pihak yang terikat dalam perjanjian;
  • Objek Bangun Guna Serah;
  • Jangka waktu pelaksanaan Bangun Guna Serah;
  • Jangka waktu pengoperasian hasil Bangun Guna Serah; dan
  • Hak dan kewajiban para pihak yang terikat dalam perjanjian.

Sementara itu, izin mendirikan bangunan dalam rangka BGS harus diatasnamakan:

  • Pemerintah Republik Indonesia, untuk Barang Milik Negara (BMN); atau
  • Pemerintah Daerah, untuk Barang Milik Daerah (BMD).

Semua biaya persiapan dan pelaksanaan BGS yang terjadi setelah mitra ditetapkan, tentu menjadi beban mitra yang bersangkutan.

Nantinya, mitra BGS BMN/D harus menyerahkan objek BGS beserta hasilnya kepada Pengelola Barang/Pengguna Barang/Gubernur/Bupati/Walikota pada akhir jangka waktu pelaksanaan, setelah dilakukan audit oleh aparat pengawasan intern Pemerintah.

Di sisi lain, Wakil Ketua Umum Real Estat Indonesia (REI) Bambang Eka Jaya mengatakan, konsep BGS atau BOT sudah lama dilakukan di dunia properti.

Banyak terjadi di pusat kota yang umumnya lahan milik Pemerintah Daerah (Pemda), atau milik swasta seperti di Bali yang tidak dijual tapi belum digunakan.

"Sedangkan kami sebagai developer melihat potensi tersebut untuk dimanfaatkan. Jadi prinsipnya mutual benefit, win-win solution," ujar Bambang kepada Kompas.com, Rabu (14/09/2022).

Dia mengatakan, jangka waktu perjanjian kerja sama (PKS) BGS umumnya minimal 20 tahun. Tapi bisa diperpanjang sesuai kesepakatan.

"Kadang dalam beberapa kasus, jika bekerja sama dengan Pemda atau instasi pemerintah lainnya, bisa diterbitkan sertifikat Hak Guna Bangunan (HGB) tapi atasnya BOT," katanya.

"Jadi setelah periode kerja sama selesai, bisa diperpanjang kalau ada kesepatan dengan pemilik lahan," imbuhnya.

Keuntungannya karena bersertifikat, beberapa institusi keuangan bisa menjadikannya sebagai kolateral untuk mengajukan kredit.

"Contoh ruko di Inkopal Kelapa Gading dan Mangga Dua, bekerjasama dengan (TNI) AL. Ini pakai auto predik, jadi kadang suka berubah-ubah sendiri," terang Bambang.

Menurut dia, skema BGS memang bisa saja menimbulkan risiko dan konflik. Seperti halnya yang terjadi di Malioboro Mall dan Hotel Ibis.

"Setiap keputusan bisnis selalu ada risiko. Apalagi ini kan longterm relation, dan khususnya dengan instansi pemeritah dalam periode 20 tahun sampai 30 tahun pasti terjadi beberapa pergantian kepalanya (Kepala Daerah)," jelasnya.

Di sisi lain, situasi dan kondisi bisnis juga selalu berubah. Hal-hal tersebutlah yang terkadang memicu konflik, karena perbedaan visi para pimpinannya.

"Utk mengatasi hal tersebut, memang diperlukan tim legal yang kuat untuk membuat PKS yang rigid dan solid. Sehingga tidak menimbulkan potensi multi tafsir di kemudian hari," pungkasnya.

Penulis: Ahmad Naufal Dzulfaroh | Editor: Inten Esti Pratiwi

https://www.kompas.com/properti/read/2022/09/15/060000421/bisakah-aset-bot-malioboro-mall-dan-hotel-ibis-diambil-alih-begini

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke