Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Ini Segudang Masalah Proyek Jalan Tol Trans-Sumatera

Persoalan tersebut dapat menghambat pembangunan JTTS sekaligus berdampak merugikan masyarakat.

Persoalan pertama, terkait pengadaan tanah atau pembebasan lahan yang tak kunjung usai.

Padahal, JTTS ditargetkan dapat tersambung dan beroperasi seluruhnya pada 2024 mendatang.

"Pengadaan tanah sampai sekarang masih bermasalah, bahkan PT Hutama Karya (Persero) juga bermasalah di Sumatera, sehingga diprediksi belum bisa tersambung pada 2024," kata Agus dalam diskusi virtual Hutama Karya Academy, Kamis (9/9/2021).

Kedua, anggaran pengadaan proyek tersebut semula didorong untuk dilakukan dengan berbagai pola seperti Kerja Sama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU).

Namun, faktanya malah kembali mengandalkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

"Anggaran pengadaan dilakukan dengan berbagai pola tetapi ujung-ujungnya malah menggunakan APBN juga, melalui Penyertaan Modal Negara (PMN)," jelasnya.

Ketiga, feasibility study (studi kelayakan) pembangunan JTTS tidak dilakukan dengan melibatkan antropolog.

Mereka dinilai Agus dapat memberikan kajian komprehensif terkait kondisi masyarakat sekitar sehingga beroperasinya JTTS dapat dirasakan manfaatnya oleh masyarakat.

"Antropolog itu harus terlibat dalam kajian perencanaan atau feasibility study (studi kelayakakn) pembangunan JTTS, karena mereka kan orang yang tahu bagaimana kebiasaan manusianya, bahasa, sosial dan budaya masyarakat sekitar," ucapnya. 

Sayangnya, kata Agus, pembangunan jalan tol di Indonesia sering kali mematikan usaha dan aktivitas masyarakat di jalan nasional.

Padahal kehadiran jalan tol itu harus menjadi solusi dalam meningkatkan perekonomian masyarakat di sekitarnya.

"Nah di situ kan harus dilihat apa yang masyarakat sekitar mau dan bisa, sehingga bisa diciptakan di jalur tol itu. Bukan hanya di rest area tetapi di sekitar exit toll-nya kah supaya masyarakat yang terdampak itu bisa tetap berusaha," tuturnya.

Keempat, masih maraknya kendaraan bermuatan lebih dan berdimensi lebih atau Over Dimension Over Load (ODOL) yang beroperasi.

"Salah satu tujuan dari JTTS kan untuk memperlancar logistik barang, masalahnya kendaraan ODOL masih menjadi tantangan utama dan sudah 10 tahun ini tetap belum bisa diatasi," ujar Agus.

Kendaraan ODOL akan menjadi ancaman terutama bagi kualitas jalan yang diharapkan Agus tidak akan seperti Jalan Tol Trans-Jawa yang banyak tambalan di sana sini.

"Kendaraan ODOL jelas akan merusak dan mengancam kualitas JTTS," ujarnya. 

Maraknya kendaraan ODOL di jalan tol disebabkan karena masih banyaknya pungutan liar (pungli) yang terjadi di pelabuhan dan gudang logistik.

ODOL menjadi salah satu strategi untuk menutupi biaya cost overage (kelebihan biaya) logistik tersebut.

"Di jalan, pelabuhan, gudang itu punglinya besar. Jadi kendaraan ODOL itu untuk menutupi pungli itu atau menutupi cost overage dari logistik," tuntas Agus.

https://www.kompas.com/properti/read/2021/09/11/070000321/ini-segudang-masalah-proyek-jalan-tol-trans-sumatera

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke