Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Prof. Dr. Ahmad M Ramli
Guru Besar Cyber Law & Regulasi Digital UNPAD

Guru Besar Cyber Law, Digital Policy-Regulation & Kekayaan Intelektual Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran

UU ITE Baru dan Akta Notariil

Kompas.com - 22/12/2023, 08:00 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Pasal ini juga sering dianggap kontradiktif dengan perkembangan transformasi digital, termasuk di bidang layanan kenotariatan.

Ketiga, ketentuan e-evidence dan hasil cetaknya sebagai perluasan dari alat bukti yang sah, sesuai dengan Hukum Acara yang berlaku di Indonesia (Pasal 5 ayat 2) dipertahankan dan tetap diberlakukan dalam UU ITE baru.

Hal yang juga dipertahankan adalah materi muatan terkait persyaratan keabsahan e-evidence (pasal 5 ayat (3).

UU ITE Baru

UU ITE menjadi terobosan. Hal ini tampak pada dihapusnya ketentuan pasal 5 ayat (4) UU ITE lama, terkait pengecualian atas akta notaril dan akta autentik yang dibuat pejabat pembuat akta sebagai e-evidence.

Pasal 5 ayat (4) UU ITE lama yang dihapus kemudian diganti, dengan norma baru yang berbunyi “Ketentuan mengenai Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1), tidak berlaku dalam hal diatur lain dalam Undang-Undang”.

Dihapusnya pasal 5 ayat (4) UU ITE lama yang secara eksplisit menyebut “akta notaril atau akta yang dibuat oleh pejabat pembuat akta” sebagai pengecualian e-evidence, adalah langkah progresif, khususnya bagi dunia kenotariatan, dan eksistensi akta otentik elektronik.

Dapat ditafsirkan, UU ITE baru secara tegas mengatur, pengecualian atas e-evidence atau hasil cetaknya sebagai alat bukti hukum yang sah hanya dapat disimpangi oleh produk hukum dengan level Undang-undang.

Ketentuan ini membuka jalan terealisasinya cyber notary, dan diakuinya akta notaril, dan akta otentik lainnya yang dibuat secara elektronik sebagai alat bukti hukum yang sah, sepanjang tidak diatur sebaliknya dalam UU.

Sebagaimana dipahami, Akta Notariil adalah akta autentik dan merupakan alat bukti sempurna bagi hakim di pengadilan atau arbitrase. Persyaratan sebagai akta autentik diatur pada Pasal 1868 KUH Perdata.

Akta otentik adalah akta yang dibuat dalam bentuk yang ditentukan oleh Undang-Undang oleh atau di hadapan pejabat umum yang berwenang untuk itu di tempat akta itu dibuat.

Selain itu, akta autentik juga diatur pada Pasal 165 HIR yang menyatakan, akta autentik pada intinya adalah suatu surat yang dibuat demikian oleh atau di hadapan pegawai umum yang berkuasa.

UU ITE baru sebagai “umbrella legislation”, telah membuka lebar jalan menuju Cyber notary, dan digitalisasi akta otentik pada umumnya. Implementasi selanjutnya harus ditindaklanjuti oleh stakeholder kenotariatan sesuai urgensi dan kebutuhan praktik.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com