Kupas tuntas dan jelas perkara hukum
Ajukan pertanyaan tanpa ragu di konsultasi hukum Kompas.com
Kasus pengambilan paksa kendaraan bermotor oleh debt collector karena tunggakan cicilan terus berulang.
Tidak sedikit kasus yang berujung kericuhan hingga bentrokan antarkelompok.
Saat itu, mobil dikemudikan anggota TNI Serda Nurhadi. Anggota Babinsa Semper Timur, Cilinding itu sedang membawa mobil berisi seseorang yang sedang sakit menuju rumah sakit.
Apakah pengambilan paksa kendaraan bermotor karena tunggakan cicilan diperkenankan secara hukum?
Pascaputusan Mahkamah Konstitusi Nomor 18/PUU-XVII/2019 tertanggal 6 Januari 2020, yang bersifat final dan mengikat, mekanisme eksekusi jaminan Fidusia, dalam hal ini penarikan kendaraan bermotor debitur, berubah secara hukum.
Sebelumnya, UU Jaminan Fidusia menyamakan kekuatan eksekutorial Sertifikat Jaminan Fidusia dengan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap.
Dengan kata lain, perusahaan leasing dapat menarik kendaraan bermotor yang berada dalam penguasaan debitur, jika terjadi cidera janji alias menunggak cicilan.
Namun, putusan MK pada intinya tidak lagi memungkinkan kreditor/lessor untuk mengeksekusi langsung barang jaminan fidusia jika debitur/lesse keberatan menyerahkan secara sukarela objek yang menjadi jaminan fidusia.
Jika ada debitur yang menunggak cicilan kendaraan bermotor, maka pihak leasing harus mengajukan permohonan eksekusi pada pengadilan negeri.
MK memutuskan “terhadap jaminan fidusia yang tidak ada kesepakatan tentang cidera janji (wanprestasi) dan debitur keberatan menyerahkan secara sukarela objek yang menjadi jaminan fidusia, maka segala mekanisme dan prosedur hukum dalam pelaksanaan eksekusi Sertifikat Jaminan Fidusia harus dilakukan dan berlaku sama dengan pelaksanaan eksekusi putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap."
Sebaliknya, menurut MK, perusahaan leasing boleh melakukan eksekusi tanpa lewat pengadilan jika debitur mengakui adanya wanpretasi dan bersedia menyerahkan kendaraan.
“Mahkamah berpendapat kewenangan eksklusif yang dimiliki oleh penerima hak fidusia (kreditur) tetap dapat melekat sepanjang tidak terdapat permasalahan dengan kepastian waktu perihal kapan pemberi hak fidusia (debitur) telah “cidera janji” (wanprestasi) dan debitur secara suka rela menyerahkan benda yang menjadi objek dari perjanjian fidusia kepada kreditur untuk dilakukan penjualan sendiri,” demikian pertimbangan MK.
"Dengan kata lain, dalam hal ini, pemberi fidusia (debitur) mengakui bahwa dirinya telah “cidera janji” sehingga tidak ada alasan untuk tidak menyerahkan benda yang menjadi objek perjanjian fidusia kepada penerima fidusia (kreditur) guna dilakukan penjualan sendiri oleh penerima fidusia (kreditur),” lanjut putusan MK.
Pascaputusan MK, aksi perampasan kendaraan bermotor oleh debt collector atau yang biasa disebut “mata elang” masih saja terjadi.