Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Yohanes S. Hasiando Sinaga
Advokat, Pengurus & Kurator

Advokat, Pengurus & Kurator
Anggota AAI, PERADI & AKPI
Partner Sinaga Pakpahan & Rekan
Anggota Dewan Penasehat LBH Transformasi Bangsa - Tangerang
Email: sinaga.pakpahan.rekan@gmail.com
HP: 082111862871

Debt Collector Suruhan Leasing Tarik Paksa Kendaraan Bermotor, Bagaimana Aturannya?

Kompas.com - 16/07/2021, 06:00 WIB
Yohanes S. Hasiando Sinaga,
Sandro Gatra

Tim Redaksi

Konsultasi Hukum

Kupas tuntas dan jelas perkara hukum

Ajukan pertanyaan tanpa ragu di konsultasi hukum Kompas.com

Kasus pengambilan paksa kendaraan bermotor oleh debt collector karena tunggakan cicilan terus berulang.

Tidak sedikit kasus yang berujung kericuhan hingga bentrokan antarkelompok.

Terakhir, kelompok debt collector mencoba merampas mobil yang melintas di daerah Koja, Jakarta Utara.

Saat itu, mobil dikemudikan anggota TNI Serda Nurhadi. Anggota Babinsa Semper Timur, Cilinding itu sedang membawa mobil berisi seseorang yang sedang sakit menuju rumah sakit.

Apakah pengambilan paksa kendaraan bermotor karena tunggakan cicilan diperkenankan secara hukum?

Pascaputusan Mahkamah Konstitusi Nomor 18/PUU-XVII/2019 tertanggal 6 Januari 2020, yang bersifat final dan mengikat, mekanisme eksekusi jaminan Fidusia, dalam hal ini penarikan kendaraan bermotor debitur, berubah secara hukum.

Sebelumnya, UU Jaminan Fidusia menyamakan kekuatan eksekutorial Sertifikat Jaminan Fidusia dengan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap.

Dengan kata lain, perusahaan leasing dapat menarik kendaraan bermotor yang berada dalam penguasaan debitur, jika terjadi cidera janji alias menunggak cicilan.

Namun, putusan MK pada intinya tidak lagi memungkinkan kreditor/lessor untuk mengeksekusi langsung barang jaminan fidusia jika debitur/lesse keberatan menyerahkan secara sukarela objek yang menjadi jaminan fidusia.

Jika ada debitur yang menunggak cicilan kendaraan bermotor, maka pihak leasing harus mengajukan permohonan eksekusi pada pengadilan negeri.

MK memutuskan “terhadap jaminan fidusia yang tidak ada kesepakatan tentang cidera janji (wanprestasi) dan debitur keberatan menyerahkan secara sukarela objek yang menjadi jaminan fidusia, maka segala mekanisme dan prosedur hukum dalam pelaksanaan eksekusi Sertifikat Jaminan Fidusia harus dilakukan dan berlaku sama dengan pelaksanaan eksekusi putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap."

Sebaliknya, menurut MK, perusahaan leasing boleh melakukan eksekusi tanpa lewat pengadilan jika debitur mengakui adanya wanpretasi dan bersedia menyerahkan kendaraan.

Mahkamah berpendapat kewenangan eksklusif yang dimiliki oleh penerima hak fidusia (kreditur) tetap dapat melekat sepanjang tidak terdapat permasalahan dengan kepastian waktu perihal kapan pemberi hak fidusia (debitur) telah “cidera janji” (wanprestasi) dan debitur secara suka rela menyerahkan benda yang menjadi objek dari perjanjian fidusia kepada kreditur untuk dilakukan penjualan sendiri,” demikian pertimbangan MK.

"Dengan kata lain, dalam hal ini, pemberi fidusia (debitur) mengakui bahwa dirinya telah “cidera janji” sehingga tidak ada alasan untuk tidak menyerahkan benda yang menjadi objek perjanjian fidusia kepada penerima fidusia (kreditur) guna dilakukan penjualan sendiri oleh penerima fidusia (kreditur),” lanjut putusan MK.

Perampasan oleh debt collector atau mata elang

Pascaputusan MK, aksi perampasan kendaraan bermotor oleh debt collector atau yang biasa disebut “mata elang” masih saja terjadi.

Perusahaan leasing kerap menggunakan pihak ketiga, yaitu jasa penagihan profesional atau debt collector untuk melakukan penagihan.

Praktiknya, para debt collector tidak jarang mengabaikan norma dengan melakukan tindakan paksa, tidak menunjukkan bukti dan dokumen resmi, menyerang diri pribadi, kehormatan, harkat dan martabat, hingga mengancam membunuh.

Ketika Anda berhadapan dengan debt collector yang hendak mengambil kendaraan bermotor karena tunggakan cicilan, berdasarkan putusan MK, ada dua opsi yang bisa diambil.

Jika Anda mengakui melakukan wanprestasi dan secara sukarela menyerahkan kendaraan, maka debt collector bisa mengambil unit kendaraan.

Namun, jika Anda tidak berkenan menyerahkan kendaraan dengan alasan tertentu, maka sebaiknya mencari bantuan polisi terdekat.

Tindakan mengambil paksa kendaraan merupakan tindak pidana karena debt collector tidak mempunyai wewenang untuk melakukan penarikan – penyitaan sepihak.

Pelaku berpotensi dijerat pasal 378 dan/atau pasal 365 KUHP.

Pasal 378 KUHP mengatur "Barang siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, memaksa seorang dengan kekerasan atau ancaman kekerasan untuk memberikan barang sesuatu, yang seluruhnya atau sebagian adalah kepunyaan orang itu atau orang lain, atau supaya memberi hutang maupun menghapuskan piutang, diancam karena pemerasan, dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun."

Sementara Pasal 365 KUHP mengatur pencurian yang didahului, disertai atau diikuti dengan kekerasan atau ancaman kekerasan terancam pidana penjara paling lama sembilan tahun.

Oleh karena itu, untuk menyelesaikan masalah, perusahaan leasing dapat melakukan tindakan persuasif dengan datang secara baik-baik ke debitur serta melakukan upaya negosiasi.

Harapannya, pihak debitur sukarela menyerahkan objek sehingga tidak menimbulkan masalah baru.

Langkah terakhir yang dapat dilakukan adalah mengajukan permohonan eksekusi kepada pengadilan.

Anda punya pertanyaan terkait permasalah hukum? Ajukan pertanyaan Anda di laman ini: Form Konsultasi Hukum

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com