Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Penagih Utang Pinjaman Online Pakai Intimidasi hingga Ancaman Kekerasan, Ini Jerat Hukumnya

Penagihan kerap dilakukan oleh jasa pihak ketiga untuk menjadi penagih utang (debt collector).

Tindakan tersebut kerap dilakukan menggunakan media elektronik, misal melalui telepon atau pesan Whatsapp.

Bagi pihak peminjam atau debitur, tindakan penagih tentu menimbulkan ketakutan dan kepanikan.

Karennya, ia akan segera mencari cara untuk dapat segera membayar utangnya yang telah jatuh tempo.

Cara tersebut mungkin dinilai paling efektif untuk menagih utang oleh oknum tertentu.

Namun apakah tindakan tersebut diperkenankan menurut hukum?

Pidana pelaku kekerasan

Pada dasarnya, tindakan penagihan utang yang menggunakan ancaman kekerasan dan/atau tindakan serupa lainnya yang dimaksudkan agar seseorang melakukan sesuatu, dalam hal ini agar debitur membayar utang, dapat dikualifikasikan sebagai dugaan tindak pidana.

Ketentuan umum yang dirujuk adalah Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUH Pidana).

Pasal 335 ayat (1) tegas melarang penggunaan kekerasan, ancaman kekerasan dan/atau perlakuan yang tidak menyenangkan untuk memaksa orang lain melakukan sesuatu atau tidak melakukan sesuatu atau membiarkan sesuatu, baik terhadap orang itu sendiri (i.c. peminjam) maupun orang lain.

Pelanggaran terhadap ketentuan tersebut diancam pidana penjara selama 1 tahun dan denda.

Kemudian, seiring perkembangan teknologi, ancaman kekerasan dan intimidasi dalam rangkaian tindakan penagihan utang sering dilakukan menggunakan sarana elektronik, seperti melalui pesan atau voice note WhatsApp.

Untuk diketahui, di Indonesia terdapat regulasi khusus yang mengatur interaksi masyarakat dalam rangkaian perangkat dan prosedur elektronik, yakni UU No. 19 Tahun 2016 tentang perubahan UU No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Eletronik (UU ITE) dan beberapa peraturan pelaksananya.

Di beberapa kasus, pasal yang dapat dirujuk untuk menindak pelaku pengancaman kekerasan melalui sarana dan prosedur elektronik yang dilakukan secara melawan hukum adalah Pasal 45 ayat (4) jo. Pasal 27 ayat (4) UU ITE atau Pasal 45B jo. Pasal 29 UU ITE.

Ketentuan sebagaimana termaksud pada UU ITE di atas pada intinya melarang setiap orang yang dengan sengaja dan tanpa hak mengirimkan, mendistribusikan, mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang memiliki muatan “pemerasan” dan/atau “pengancaman” atau “ancaman kekerasan”.

Bagi siapapun yang melakukan pelanggaran terhadap ketentuan di atas, maka Pasal 45 ayat (4) jo. Pasal 27 ayat (4) UU ITE memberikan ancaman pidana penjara paling lama 6 tahun dan/atau denda paling banyak Rp 1 miliar.

Sementara Pasal 27 ayat (4) UU ITE atau Pasal 45B jo Pasal 29 UU ITE memberikan ancaman pidana penjara paling lama 4 tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp 750 juta.

Contoh penerapan Pasal 45 ayat (4) jo. Pasal 27 ayat (4) UU ITE dalam menindak penagih pinjol yang melakukan pengancaman terhadap debitur dapat dilihat pada putusan Pengadilan Negeri Jakarta Utara No. 438/Pid.Sus/2020/PN Jkt.Utr tanggal 09 Juni 2020.

Perkara tersebut disidangkan karena tindakan penagih pinjol yang menggunakan ancaman kekerasan dan intimidasi terhadap pihak debitur yang melakukan keterlambatan pembayaran utang melalui pesan dan voice note WhatsApp.

Dari fakta persidangan terbukti bahwa dalam rangkaian tindakan penagihan tersebut, si penagih pinjol menggunakan kata-kata kasar dan ancaman kekerasan yang merendahkan harkat dan martabat debitur sebagai manusia.

Tindakan penagih pinjol juga mengusik ketenangan diri debitur dan keluarganya.

Atas kejadian tersebut, debitur melaporkan dugaan tindak pidana ke Polres Metro Jakarta Utara.

Dari serangkaian proses pemeriksaan, perkara tersebut selanjutnya dilakukan pemidanaan sampai tahap persidangan.

Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Utara menyatakan penagih pinjol melanggar Pasal 45 ayat (4) jo. Pasal 27 ayat (4) UU ITE dan menghukum penagih dengan pidana penjara selama 1 tahun dan denda sebesar Rp 70 juta.

Hakim menyatakan penagih pinjol terbukti bersalah melakukan tindak pidana “dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan pemerasan dan/atau pengancaman”.

Berdasarkan seluruh uraian di atas, maka dapat diketahui bahwa tindakan penagihan pinjol memakai ancaman kekerasan atau tindakan serupa lain dapat dikualifikasikan sebagai tindak pidana sebagaimana diatur dalam KUH Pidana.

Kemudian, apabila tindakan “pengancaman” dilakukan melalui sarana elektronik, maka pelaku dapat ditindak menggunakan ketentuan pertanggungjawaban pidana yang diatur dalam UU ITE.

Anda punya pertanyaan terkait permasalah hukum? Ajukan pertanyaan Anda di laman ini: Form Konsultasi Hukum

https://www.kompas.com/konsultasihukum/read/2021/07/28/060000380/penagih-utang-pinjaman-online-pakai-intimidasi-hingga-ancaman

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke