Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Uji Laboratorium Perlu Dilakukan untuk Semua Kemasan Pangan?

Kompas.com - 04/12/2021, 14:58 WIB
Sakina Rakhma Diah Setiawan

Editor

JAKARTA, KOMPAS.com - Keamanan kemasan pangan kini tengah menjadi sorotan banyak pihak. Ini terkait dengan kandungan unsur zat kontak pangan yang dapat menimbulkan risiko bagi kesehatan.

Ahli teknologi pangan sekaligus Guru Besar Ilmu dan Teknologi Pangan Institut Pertanian Bogor (IPB) Dedi Fardiaz menyarankan agar yang dilakukan uji laboratorium itu bukan hanya kemasan pangan berbahan PC atau polikarbonat, tapi semua jenis kemasan pangan yang mengandung unsur zat kontak pangan seperti diatur dalam Peraturan BPOM Nomor 20 Tahun 2019.

Kemudian, laboratorium yang mengujinya juga harus laboratorium yang terakreditasi, bukan laboratorium pemerintah saja.

Baca juga: Pelabelan Kemasan Pangan Mengandung BPA, Sinergi Dibutuhkan

“Kan PET ada juga monomernya. Pada saat mengajukan ijin edar, bahan pangan ini juga harus mengikuti Peraturan BPOM soal migrasi,” kata Dedi dalam siaran pers, Sabtu (4/12/2021).

Ilustrasi botol plastik, air minum dalam kemasan. FREEPIK/RACOOL_STUDIO Ilustrasi botol plastik, air minum dalam kemasan.

“Tujuan label adalah menginformasikan dari produsen kepada konsumen apa yang terdapat di dalam, bukan apa yang tidak ada. Tujuan mengatur standar keamanan pangan itu selain untuk melindungi kesehatan konsumen juga memfasiltasi perdagangan yang adil dan jujur, imbuhnya.

Rancangan Peraturan Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) tentang Perubahan Kedua atas Peraturan BPOM Nomor 31 Tahun 2018 tentang Label Pangan Olahan dipandangnya jangan sampai diskriminatif.

Pun sebelum aturan dikeluarkan harus dilakukan kajian Regulatory Impact Assessment (RIA) yang mengakomodasi semua stakeholder, termasuk di dalamnya analisis mendalam terhadap dampak ekonomi dan sosial yang disebabkan.

Baca juga: Label BPA Free pada Kemasan Pangan, Perlukah?

Dedi mengatakan, sebetulnya tentang migrasi dari zat kontak pangan ke produk pangannya itu sudah diatur dalam Peraturan BPOM Nomor 20 Tahun 2019 tentang Kemasan Pangan.

 

Peraturan itu menyebutkan label bebas dari zat kontak pangan itu tidak hanya berlaku untuk kemasan berbahan PC yang mengandung BPA, tapi juga produk lainnya seperti melamin perlengkapan makan dan minum, kemasan pangan plastik polistirene (PS), kemasan pangan timbal (Pb), Kadmium (Cd), Kromium VI (Cr VI), merkuri (Hg), kemasan pangan Polivinil Klorida (PVC) dari senyawa Ftalat, kemasan pangan Polyethylene terephthalate (PET), juga kemasan pangan kertas dan karton dari senyawa Ftalat.

Khusus yang terkait BPA, Dedi mengatakan BPOM telah menetapkan satuan untuk keamanan pangannya sama dengan yang lain yang disebut TDI (tolerable daily intake).

Di mana, sesuai ketentuan dalam Peraturan Badan POM Nomor 20 Tahun 2019 tentang Kemasan Pangan, batas migrasi maksimal BPA adalah sebesar 0,6 bagian per juta (bpj, mg/kg).

Baca juga: Label Keamanan Kemasan Harus untuk Semua Produk Makanan

Pada pertengahan tahun ini, kata Dedi, BPOM juga telah melakukan pengujian terhadap migrasi BPA terhadap AMDK berbahan PC dan menemukan bahwa hasilnya rendah sekali dibandingkan dengan persyaratan kandungan dalam airnya.

Terkait rencana BPOM untuk meminta kemasan polikarbonat air minum dalam kemasan untuk mencantumkan label ‘berpotensi mengandung BPA’, dia mengusulkan agar itu dibuat pengecualian. Di mana, kemasan yang sudah memenuhi batas migrasi aman, yaitu 0,6 bpj tidak perlu melabeli kemasannya dengan label bebas BPA.

Sedang untuk kemasan plastik lainnya yang memang dalam proses pembuatannya tidak menggunakan BPA sebagai zat aditif menurutnya juga tidak perlu dibuat mengada-ada dengan melabeli ‘bebas BPA’.

“Karena kemasan lainnya kan tidak mengandung BPA. Yang Policarbonat (PC) itu yang pasti menggunakan BPA dalam proses pembuatannya. Yang bukan PC seperti PET, PVC, atau bahkan kaca kan memang tidak mengandung BPA. Jadi kalau diklaim mengandung bebas BPA kan itu mengada-ada namanya, artinya mengklaim sesuatu yang tidak ada,” papar Dedi.

Baca juga: Kemasan Kaleng, Apakah Mengandung BPA Juga?

Sebelumnya, pakar kimia Institut Teknologi Bandung (ITB) Ahmad Zainal, juga menyampaikan pelabelan bebas BPA terhadap kemasan pangan berbahan PC itu secara scientific sebenarnya tidak perlu dilakukan.

Ini lantaran sudah ada jaminan dari BPOM dan Kemenperin bahwa produk-produk air kemasan galon aman untuk digunakan. Berdasarkan uji laboratorium yang dilakukan BPOM juga sudah terbukti bahwa migrasi BPA dalam galon itu masih dalam batas aman atau jauh di bawah ambang batas aman yang sudah ditetapkan BPOM.

Produk-produk itu juga sudah berlabel SNI dan ada nomor HS-nya yang menandakan bahwa produk itu aman. Bahkan, kata Zainal, Kemnekominfo juga sudah menyatakan bahwa isu BPA berbahaya galon itu hoaks.

Hal senada juga diutarakan Anggota Perhimpunan Ahli Teknologi Pangan Indonesia (PATPI), Hermawan Seftiono. Pakar pangan dari Universitas Trilogi ini mengutarakan semua produk pangan yang sudah memiliki ijin edar itu sebenarnya sudah memiliki label pada kemasannya.

 

Label itu sudah menunjukkan semua informasi dari produk pangan tersebut, seperti komposisi produk pangan, nama produknya, tempat produksinya, dan tanggal kadaluarsanya.

“Semua produk yang sudah diedarkan itu sebenarnya sudah memiliki label dan sudah teruji keamanan pangannya, termasuk produk air minum dalam kemasan. Jadi, menurut saya sebenarnya tidak perlu lagi pelabelan lainnya,” ucapnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com