Rafah adalah kota pelarian warga Gaza akibat serangan Israel.
Menurut PBB, kota ini diyakini kini menampung sekitar 1,5 juta pengungsi atau lebih dari separuh penduduk Jalur Gaza yang telah dikepung dan dibombardir Israel selama hampir tujuh bulan.
Di jalan-jalan, sampah menumpuk karena kontainer-kontainer sampah besar meluap setelah layanan dasar terganggu sejak lama di tengah-tengah perang terburuk yang pernah terjadi di Gaza.
Militer Israel telah menggempur wilayah Palestina yang kecil itu tanpa henti sebagai tanggapan atas serangan yang belum pernah terjadi sebelumnya oleh Hamas pada tanggal 7 Oktober.
Operasi militer Israel telah menewaskan sedikitnya 34.488 orang di Gaza, sebagian besar perempuan dan anak-anak, menurut Kementerian Kesehatan di wilayah yang dikuasai Hamas tersebut.
Baca juga: Penyebab Kenapa Menyingkirkan Bom yang Belum Meledak di Gaza Butuh Waktu Bertahun-tahun
Sebuah laporan PBB yang dirilis akhir Maret lalu, mengungkap perang juga telah menghancurkan kendaraan pengumpul limbah, fasilitas, dan pusat pengolahan limbah medis di Gaza, membuat pemerintah di wilayah itu berjuang keras mengatasi krisis yang semakin parah.
“Kami hidup di neraka. Saya kelelahan karena panas, ditambah lagi dengan nyamuk dan lalat di mana-mana yang mengganggu kami siang dan malam,” ujar Hanane Saber, seorang pengungsi Palestina berusia 41 tahun yang anak-anaknya tidak tahan lagi tinggal di tenda yang panas.
Seorang pengungsi dari Kota Gaza, Mervat Alian, mengatakan tugas sehari-hari seperti memasak dan membersihkan atau menyiapkan adonan roti dilakukan di dalam tenda yang panas menyengat.
“Seolah-olah kami hidup di dalam kuburan, kehidupan tidak ada lagi,” ucapnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.