Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Anak-anak di Gaza Tak Tahan Lagi dengan Panas, Gigitan Nyamuk, dan Gangguan Lalat...

Kompas.com - 30/04/2024, 08:55 WIB
Irawan Sapto Adhi

Penulis

Sumber AFP

GAZA, KOMPAS.com - Ketika sampah menumpuk dan suhu udara meningkat di Jalur Gaza yang dilanda perang, lalat dan nyamuk berkembang biak dengan pesat di Kota Rafah.

Kehidupan para pengungsi yang tinggal di tenda-tenda pun menjadi semakin suram.

Pekan lalu, suhu udara telah mencapai 30 derajat Celcius di sana, mengubah tenda-tenda pengungsian yang terbuat dari terpal dan lembaran plastik menjadi seperti oven yang sangat panas.

Baca juga: Saat Mahasiswa Columbia University Tolak Bubarkan Diri dalam Protes Pro-Palestina dan Tak Takut Diskorsing... 

Di sebidang tanah di pinggiran kota yang terletak di ujung selatan perbatasan dengan Mesir itu, sekitar 20 tenda telah didirikan, semuanya dinaungi oleh kain besar yang terbentang di atasnya. 

Namun, kain tipis dan gelap itu tidak dapat menandingi teriknya matahari yang membuat suhu udara meningkat dengan cepat pada akhir April, sehingga semakin menyulitkan para pengungsi menyimpan air dan makanan yang langka.

Perempuan Palestina yang mengungsi dari kota Khan Younis yang hancur, Ranine Aouni al-Arian, mengatakan air yang mereka minum sehari-hari adalah air hangat.

“Anak-anak tidak tahan lagi dengan panas dan gigitan nyamuk dan gangguan lalat,” katanya kepada AFP. 

Ia menggendong seorang bayi yang wajahnya penuh dengan gigitan serangga dan mengatakan bahwa ia berjuang untuk menemukan “pengobatan atau solusi”.

Di sekelilingnya, kawanan lalat dan serangga lainnya berdengung tanpa henti.

“Ini pertama kalinya kami melihat begitu banyak, karena polusi dan limbah yang dibuang di mana-mana,” kata Aala Saleh, pengungsi dari Jabalia, Gaza utara.

Ia menyebut, tidur di dalam tenda hampir tidak mungkin dilakukan.

"Kami terbangun karena gigitan nyamuk, dan perhatian utama kami adalah membunuh serangga-serangga ini," ucapnya.

Di tengah panas dan kondisi yang tidak sehat, ia mengaku khawatir akan ada penyebaran penyakit.

Baca juga: AS Menentang Penyelidikan ICC atas Tindakan Israel di Gaza, Apa Alasannya?

"Hidup di neraka"

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pada bulan Januari lalu memperingatkan adanya lonjakan penyakit menular seperti hepatitis A, yang disalahkan pada kondisi yang tidak sehat di kamp-kamp pengungsian di Gaza.

“Sampah terus menumpuk & air bersih langka di Gaza. Seiring dengan semakin hangatnya cuaca, risiko penyebaran penyakit pun meningkat," ungkap UNRWA, badan PBB untuk pengungsi Palestina, memperingatkan dalam sebuah posting di X pada minggu lalu.

Rafah adalah kota pelarian warga Gaza akibat serangan Israel.

Menurut PBB, kota ini diyakini kini menampung sekitar 1,5 juta pengungsi atau lebih dari separuh penduduk Jalur Gaza yang telah dikepung dan dibombardir Israel selama hampir tujuh bulan.

Di jalan-jalan, sampah menumpuk karena kontainer-kontainer sampah besar meluap setelah layanan dasar terganggu sejak lama di tengah-tengah perang terburuk yang pernah terjadi di Gaza.

Militer Israel telah menggempur wilayah Palestina yang kecil itu tanpa henti sebagai tanggapan atas serangan yang belum pernah terjadi sebelumnya oleh Hamas pada tanggal 7 Oktober.

Operasi militer Israel telah menewaskan sedikitnya 34.488 orang di Gaza, sebagian besar perempuan dan anak-anak, menurut Kementerian Kesehatan di wilayah yang dikuasai Hamas tersebut.

Baca juga: Penyebab Kenapa Menyingkirkan Bom yang Belum Meledak di Gaza Butuh Waktu Bertahun-tahun

Sebuah laporan PBB yang dirilis akhir Maret lalu, mengungkap perang juga telah menghancurkan kendaraan pengumpul limbah, fasilitas, dan pusat pengolahan limbah medis di Gaza, membuat pemerintah di wilayah itu berjuang keras mengatasi krisis yang semakin parah.

“Kami hidup di neraka. Saya kelelahan karena panas, ditambah lagi dengan nyamuk dan lalat di mana-mana yang mengganggu kami siang dan malam,” ujar Hanane Saber, seorang pengungsi Palestina berusia 41 tahun yang anak-anaknya tidak tahan lagi tinggal di tenda yang panas.

Seorang pengungsi dari Kota Gaza, Mervat Alian, mengatakan tugas sehari-hari seperti memasak dan membersihkan atau menyiapkan adonan roti dilakukan di dalam tenda yang panas menyengat.

“Seolah-olah kami hidup di dalam kuburan, kehidupan tidak ada lagi,” ucapnya.

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com