SINGAPURA, KOMPAS.com - Dirjen Imigrasi Indonesia, Silmy Karim, baru-baru ini mengatakan sebanyak 1.000 warga negara Indonesia (WNI) bertalenta pindah menjadi warga negara Singapura setiap tahun.
Namun, apa yang menjadi motivasi para WNI ini untuk berpindah kewarganegaraan?
BBC News Indonesia berbicara dengan Septian Hartono, seorang pria asal Indonesia yang telah menjadi warga negara Singapura.
Baca juga: Dirjen Imigrasi: 3.912 WNI Potensial Jadi WN Singapura Sepanjang 2019-2022
Ketika Septian Hartono menjadi warga negara Singapura pada 2020, setelah lebih dari 15 tahun menjejakkan kaki di negeri itu, dia menjabarkannya sebagai “proses yang natural”.
Septian (38) mendapatkan beasiswa untuk kuliah S1 di Nanyang Technological University setelah lulus SMA di Jakarta pada 2003.
Sebagai penerima beasiswa, Septian diwajibkan bekerja di perusahaan Singapura selama tiga tahun.
Jika ditotal, Septian tinggal di Singapura selama tujuh tahun sebelum menyandang status permanent resident (PR).
Septian lantas menikah dengan seorang perempuan asal Indonesia yang juga mendapat beasiswa di NTU. Keduanya dikaruniai anak, lalu mereka memutuskan untuk tinggal dalam jangka panjang di Singapura.
“Setelah itu, make sense kalau kita convert (pindah kewarganegaraan),” katanya kepada BBC News Indonesia.
Dirjen Imigrasi Indonesia, Silmy Hakim mengatakan kepada media bahwa sebanyak 1.000 mahasiswa RI berusia 25 sampai 35 tahun, pindah menjadi warga negara Singapura setiap tahun.
Belakangan, Silmy mengklarifikasi kepada BBC News Indonesia bahwa 1.000 orang tersebut tidak hanya terdiri dari mahasiswa, tetapi orang-orang yang memiliki keahlian khusus atau talenta-talenta baik.
Baca juga: Jutaan Orang Berebut Tiket Konser Taylor Swift di Singapura, Ada Aksi Calo Juga
Silmy mengatakan, data 1.000 WNI per tahun itu berasal dari tahun 2019-2022.
Alasan-alasan seperti kesempatan bekerja, infrastruktur, dan pendidikan yang lebih baik disebut menjadi faktor pendorong para WNI untuk mendaftar sebagai warga negara Singapura.
Bagi Septian Hartono, keputusan untuk berganti kewarganegaraan tidak diambil begitu saja. Selama 15 tahun dia berkali-kali mempertimbangkan untuk pulang ke Indonesia tetapi akhirnya memutuskan untuk tinggal karena alasan pragmatis.
Karier menjadi salah satu faktor yang menentukan. Septian bekerja sebagai teknisi kesehatan di rumah sakit umum terbesar di Singapura dan dia merasa apa yang dia kerjakan sekarang belum ada di Indonesia —atau kalaupun ada, levelnya tidak sama seperti di Singapura.