Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Grup Wagner Diduga Terlibat dalam Konflik Sudan, Ini Kiprahnya

Kompas.com - 19/04/2023, 18:01 WIB
Danur Lambang Pristiandaru

Penulis

KHARTOUM, KOMPAS.com – Tentara reguler Sudan dan pasukan paramiliter Rapid Support Forces (RSF) terlibat konflik berdarah untuk memperebutkan kekuasaan di negara tersebut.

Dilansir dari Reuters, Selasa (18/4/2023), pertempuran antara tentara Sudan dengan RSF menewaskan sedikitnya 185 orang dan melukai lebih dari 1.800 orang.

Di tengah kecamuk konflik, ada dugaan tentara bayaran Grup Wagner dari Rusia yang campur tangan dalam bentrokan berdarah di Sudan, sebagaimana dilansir Al Jazeera.

Baca juga: Konflik Sudan Terus Berkecamuk, Kirim Bantuan Hampir Tidak Mungkin, RS Kritis

Kepala Departemen Riset Perdamaian dan Konflik di Universitas Uppsala, Ashok Swain, mengatakan bahwa Grup Wagner sangat mungkin terlibat dalan konflik di Sudan.

Ashok mengatakan, keterlibatan Grup Wagner dalam konflik di Sudan merupakan upaya kelompok tentara bayaran tersebut untuk mempertahankan kehadirannya dan melindungi kepentingan bisnisnya yang besar di Sudan.

“AS baru-baru ini menekan Dewan Kedaulatan yang berkuasa di Sudan untuk mengeluarkan kelompok tentara bayaran ini dari negara itu,” kata Ashok.

“Dengan demikian, Grup Wagner memiliki minat yang besar pada siapa yang memenangi pertarungan kekuasaan yang sedang berlangsung di negara ini,” sambung Ashok.

Baca juga: Ada Apa di Sudan dan Kenapa Terjadi Perang?

Berbeda dengan Ashok, penulis buku Russia in Africa, Samuel Ramadi, mengatakan kepada Al Jazeera bahwa Grup Wagner saat ini menempatkan diri dalam posisi yang lebih defensif.

Ramadi menambahkan bahwa Rusia mengikuti jejak banyak negara lain, seperti China, dalam menyerukan deeskalasi di Sudan.

“Mereka (Grup Wagner) tentu saja tidak mendapatkan lampu hijau dari Kremlin (Istana Kepresidenan Rusia) untuk memainkan peran yang lebih aktif, dan mereka mungkin akan bertahan untuk saat ini,” ungkap Ramadi.

Baca juga: Sudan Bergejolak, KBRI Pastikan WNI Aman

Kedutaan Rusia di Sudan mengungkapkan keprihatinannya mengenai konflik yang pecah antara tentara Sudan dengan RSF.

Kantor berita negara Rusia, RIA, melaporkan bahwa pihak keduataan menyerukan gencatan senjata dan negosiasi.

“Jelas, jika konflik meluas menjadi perang saudara dan aksi penambangan (Bos Grup Wagner Yevgeny) Prigozhin terancam, kita akan melihat peran militer yang lebih aktif,” kata Ramadi.

Ramadi mengatakan, Grup Wagner akan menghadapi dilema apakah akan mengarahkan pasukan menjauh dari perbatasan Sudan dengan Republik Afrika Tengah.

Baca juga: Sudah Tewaskan 97 Orang, Bentrok Militer dan Pasukan Paramiliter di Sudan Diminta Dihentikan

Kehadiran Grup Wagner di Sudan

Para personel kelompok milisi Rapid Support Forces (RSF) yang dipimpin oleh Jenderal Mohammed Hamdan Dagalo mengamankan daerah di Provinsi Nil Timur, Sudan, Sabtu, 22 Juni 2019.AP PHOTO/HUSSEIN MALLA Para personel kelompok milisi Rapid Support Forces (RSF) yang dipimpin oleh Jenderal Mohammed Hamdan Dagalo mengamankan daerah di Provinsi Nil Timur, Sudan, Sabtu, 22 Juni 2019.

Grup Wagner mulai mengerahkan tentara bayarannya di Sudan pada masa pemerintahan mantan Presiden Omar Al-Bashir pada 2017.

Kala itu, Al-Bashir yang khawatir karena pemerintahannya mulai goyah, terbang ke Moskwa untuk bertemu Presiden Rusia Vladimir Putin.

Di hadapan Putin, Al-Bashir menawarkan Sudan sebagai "pintu gerbang ke Afrika" untuk Rusia jika Moskwa mau mendukungnya mempertahankan kekuasaan.

Tak lama kemudian, Meroe Gold, perusahaan tambang baru milik perusahaan Rusia M Invest, mulai membawa pakar-pakarnya ke Sudan, negara produsen emas terbesar ketiga di Afrika.

Baca juga: Profil RSF, Pasukan Paramiliter Kuat yang Berani Lawan Militer, Coba Rebut Kekuasaan di Sudan

Akan tetapi, toh Al-Bashir tetap lengser keprabon juga pada 2019 karena diguncang aksi protes skala besar.

Pada 2020, Kementerian Keuangan AS memberikan sanksi kepada M Invest dan Meroe Gold. Berdasarkan penyelidikan, kementerian mengungkapkan bahwa M Invest adalah kedok untuk Grup Wagner.

Ramadi mengungkapkan, kehadiran tentara bayaran Grup Wagner memiliki misi untuk menjaga sumber daya mineral, khususnya sumber daya penambangan emas.

“Dan bertindak sebagai kekuatan pendukung bagi pemerintah Al-Bashir dalam hal melindunginya dari oposisi internasional,” ucap Ramadi.

Baca juga: Pesawat Saudi Diserang di Bandara Khartoum Sudan

Ramadi berucap, setelah Al-Bashir lengser, Prigozhin mencoba menyelaraskan dirinya dengan panglima militer Sudan, Jenderal Abdel Fattah Al-Burhan.

Akan tetapi, hubungan Prigozhin dan Al-Burhan memburuk setelah tragedi pembantaian Khartoum 2019.

Kepentingan Rusia di Sudan tidak berhenti pada emas. Rusia akan menandatangani perjanjian dengan Sudan untuk membangun pangkalan militer di Port Sudan di Laut Merah. Sebagai gantinya, Rusia akan mengirimkan senjata dan peralatan militer ke Sudan.

Baca juga: Tentara Sudan Bentrok dengan Paramiliter di Khartoum, Kemenlu Pastikan Tidak Ada WNI Jadi Korban

Hubungan Grup Wagner dengan RSF

Jenderal Mohammed Hamdan Dagalo, komandan pasukan paramiliter Rapid Support Forces (RSF) sekaligus wakil kepala dewan militer Sudan, memberi hormat selama upacara umum, di Galawee 15 Juni 2019.AP PHOTO Jenderal Mohammed Hamdan Dagalo, komandan pasukan paramiliter Rapid Support Forces (RSF) sekaligus wakil kepala dewan militer Sudan, memberi hormat selama upacara umum, di Galawee 15 Juni 2019.

Grup Wagner baru-baru ini menjalin hubungan dengan RSF dan komandannya, Jenderal Mohamed Hamdan Dagalo.

Ramadi mengatakan, hubungan antara kedua belah pihak utamanya ditujukan untuk menciptakan rute penyelundupan emas dari Sudan ke Dubai, Uni Emirat Arab (UEA).

Dari situ, ucap Ramadi, emas diteruskan ke Rusia sehingga hasilnya dapat mendanai operasi Grup Wagner di Ukraina.

Pada awal 2022, sehari setelah Rusia melancarkan invasi skala penuh ke Ukraina, Dagalo terbang ke Moskwa, membawa fase baru dalam hubungan RSF dengan Grup Wagner.

Baca juga: Mahasiswa Asal Lombok Tengah Terjebak Konflik Militer dan Paramiliter di Sudan

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com