Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Eko Setiadi
Analyst Energy

Profesional di sektor energi dengan pengalaman manajemen proyek, business planning, portfolio, risk management, dan policy

Satu Tahun Perang Rusia-Ukraina Mengubah Lanskap Energi Global

Kompas.com - 28/03/2023, 16:31 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Perubahan lanskap energi global

Jauh sebelum invasi Rusia atas Ukraina yang memicu krisis geopolitik dan gejolak ketidakpastian ekonomi secara global, Eropa sudah menghadapi krisis energi yang berkepanjangan.

Kenaikan permintaan energi seiring musim dingin yang panjang dan mulai pulihnya ekonomi pasca-Covid-19 justru dihadapkan pada kurangnya pasokan gas. Akibatnya harga berbagai komoditas energi dan pangan melonjak naik.

Harga minyak Brent rata-rata 2021 sebesar 70,86 dollar AS/barel melonjak 42 persen menjadi 100,93 dollar AS/barel tahun 2022. Kenaikan berbagai komoditas ini memicu tingginya inflasi yang melanda negara Uni Eropa, 9,2 persen per Desember 2022.

Selain minyak mentah, gejolak harga gas dan LNG turut menekan kestabilan pasar energi Eropa. Uni Eropa pernah mengalami melonjaknya harga gas lebih dari 300 euro per megawatt hour.

Pada awalnya, masing-masing negara Eropa memiliki respons yang berbeda. Pemerintah Jerman memang sempat menolak pembatasan harga gas dan mengkhawatirkan terancamnya keamanan pasokan – karena pemasok bisa saja menjual gasnya ke pasar lain.

Namun pada akhir 2022 lalu, Uni Eropa mencapai kesepakatan tentang batas harga gas sebesar 180 euro per megawatt hour.

Posisi Uni Eropa cukup kuat karena dengan cepat mampu beradaptasi melalui strategi diversifikasi menyerap gas dari Norwegia dan Aljazair, dan menutup kebutuhan LNG dengan impor dari Amerika Serikat, Qatar dan Nigeria.

Menyiasati embargo Uni Eropa, Rusia mengalihkan penjualan minyak, gas dan batubara ke China dan India.

Isu energi bersih dan perubahan iklim masih relevan, namun dalam trajectory jangka panjang. Prioritas jangka pendek bagi setiap negara adalah menyediakan energi yang cukup dengan harga yang terjangkau untuk mempertahankan kegiatan ekonomi dan industrinya.

Kepentingan inilah yang mendasari beberapa negara Eropa mengaktifkan kembali pembangkit listrik batu bara dan nuklir sebagai solusi jangka pendek.

Menariknya, embargo batu bara Rusia justru membawa dampak positif terhadap perdagangan batu bara yang diimpor dari Indonesia dan Australia.

Secara kumulatif, volume ekspor batu bara Indonesia ke negara-negara Eropa pada 2022 mencapai 6 juta ton, atau meningkat 1.400 persen dibandingkan tahun 2021.

Perang Rusia-Ukraina telah memengaruhi perubahan lanskap energi global, dengan beberapa implikasinya antara lain: perubahan rantai pasokan energi Rusia ke pasar internasional, memunculkan pentingnya negara transit dalam proses sekuritisasi energi yang membuka jalan bagi munculnya pemain-pemain baru pemasok energi serta pasar baru bagi negara-negara pengekspor energi.

Sektor energi masa depan

Dampak embargo komoditas energi Rusia malah mendorong upaya Eropa melepas ketergantungan terhadap pasokan energi dari Rusia.

Arah kebijakan ini ditekankan Presiden Dewan Eropa, Charles Michel akhir November 2022 lalu – melalui strategi diversifikasi pasokan, efisiensi energi dan optimalisasi energi baru terbarukan.

Halaman:

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com