Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Misteri Pilar-pilar Batu di Kuil India yang Bisa "Bernyanyi"

Kompas.com - 08/01/2023, 20:27 WIB
BBC News Indonesia,
Aditya Jaya Iswara

Tim Redaksi

HAMPI, KOMPAS.com - Di Kuil Hampi Vijaya Vittala, pilar-pilar batu berusia 500 tahun dengan ajaib mengeluarkan suara lonceng dan perkusi, tetapi apakah itu disengaja atau kebetulan masih menjadi misteri.

Di bawah sinar matahari yang terik di India Selatan, saya bisa melihat tumpukan batu-batu besar bertebaran dari kejauhan, sementara di sekitar saya terdapat gerbang berdesain rumit, paviliun berpilar, dan patung-patung raksasa.

Saya berada di Kota Hampi, yang dikenal karena dua hal: medan bebatuan granitnya yang unik berwarna abu-abu, okerm, dan merah muda; serta reruntuhan kuil dan istana berusia berabad-abad. Di kompleks Kuil Vijaya Vithala tempat saya berada, keduanya berpadu.

Baca juga: Misteri Katak Hijau Dekat Chernobyl yang Menggelap Jadi Hitam Pekat

Sebagai sebuah situs Warisan Dunia Unesco, Hampi sering digambarkan sebagai museum terbuka, yang dipenuhi reruntuhan batu megah di tepi Sungai Tungabhadra.

Sebagai ibu kota kerajaan Hindu Vijayanagara India Selatan dari abad ke-14 hingga ke-16, kota ini diperintah oleh raja-raja yang banyak menghabiskan uang untuk budaya, agama, dan seni.

Kuil Vijaya Vithala, yang didedikasikan untuk dewa Hindu Wisnu, adalah mahakarya arsitektur yang tiang-tiangnya menjulang tinggi dan gerbangnya yang besar dipahat dari granit porfiritik yang ditemukan di wilayah tersebut.

Sekitar 500 tahun yang lalu, bangsawan dan penduduk Vijayanagara datang ke kuil ini untuk berdoa, merayakan, dan dihibur.

Ketika saya berkeliling, saya bisa melihat paviliun rumit yang menampilkan ikonografi mitologi Hindu yang terukir di batu.

Tetapi, yang paling megah adalah Mahamandapa (Aula Besar). Teras yang besar diapit oleh patung gajah mengarah ke aula berpilar, yang berada di atas platform batu yang diukir dengan motif kuda dan bunga.

Dipenuhi oleh tiang-tiang batu yang menjulang tinggi dan pahatan-pahatan rumit, paviliun ini berfungsi sebagai panggung bagi penari klasik yang tampil di hadapan raja dan para dewa.

“Bayangkan, suara veena, tabla, jaltarang (alat-alat musik gesek dan perkusi klasik India) memenuhi ruangan ini,” kata pemandu saya, Manjunath.

Saya memvisualisasikan para penari berputar-putar di sekitar paviliun ketika para musisi memainkan melodi yang indah menggunakan alat musik tiup, dawai, dan perkusi mereka di tengah latar Hampi yang tandus dan bertabur batu.

Tapi kemudian Manjunath menunjuk ke pilar-pilar batu yang menjulang di sekitar kami.

“Ini (pilar-pilar batu) adalah satu-satunya alat musik yang digunakan di sini,” tambahnya dengan nada agak misterius.

“Pilar musik” Hampi adalah fenomena yang membuat orang-orang bingung selama berabad-abad.

Dipahat dari balok-balok granit tunggal, 56 pilar di dalam paviliun Mahamandapa sering disebut sebagai “batu bernyanyi” atau “pilar sa-re-ga-ma” (sa-re-ga-ma adalah notasi musik klasik India, seperti do-re-mi-fa dalam musik Barat).

“Di masa lalu, para musisi biasa ‘memainkan’ kolom-kolom ramping ini menggunakan tongkat kayu cendana atau jari mereka, yang menghasilkan suara instrumen yang berbeda,” kata Manjunath.

Dia menjelaskan bahwa ketika dipukul, pilar menghasilkan not musik yang berbeda serta suara berbagai instrumen India seperti ghanta (lonceng), ditambah instrumen perkusi seperti damaru (drum genggam kecil) dan mrindangam (gendang).

Baca juga: Misteri Pembunuhan dan Mutilasi yang Hebohkan India, Jenazah Dimasukkan ke Kulkas

Musisi akan 'memainkan' kolom menggunakan tongkat cendana atau jari mereka.ALAMY/BARRY VINCENT via BBC INDONESIA Musisi akan 'memainkan' kolom menggunakan tongkat cendana atau jari mereka.
Pilar-pilar musik dari beberapa kuil India Selatan memiliki keunikan, dan kesenian ini paling termahsyur selama era Vijayanagar.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com