Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Belanda Akan Minta Maaf secara Resmi atas Perbudakan 250 Tahun di Amerika Selatan dan Karibia

Kompas.com - 19/12/2022, 13:40 WIB
Aditya Jaya Iswara

Penulis

Sumber AFP

DEN HAAG, KOMPAS.com - Belanda pada Senin (19/12/2022) akan memulai jalan menuju permintaan maaf secara resmi atas perbudakan selama 250 tahun di Amerika Selatan dan Karibia.

Perdana Menteri Mark Rutte di Den Haag berpidato tentang perbudakan, sementara para menteri melakukan perjalanan ke tujuh bekas koloni di Amerika Selatan dan Karibia untuk menghadiri acara tersebut.

Menteri Keuangan dan Wakil Perdana Menteri Belanda Sigrid Kaag dalam kunjungan resmi ke Suriname pekan lalu mengatakan, sebuah proses akan dimulai menuju momen penting lainnya pada 1 Juli tahun depan.

Baca juga: Pengadilan Belanda Konfirmasi Malaysia Airlines MH17 Ditembak Rudal Buatan Rusia

Keturunan perbudakan Belanda pada 2023 akan merayakan 150 tahun pembebasan dari perbudakan dalam perayaan tahunan yang disebut "Keti Koti" (Memutus Rantai) dalam bahasa Suriname.

Namun, rencana tersebut menimbulkan kontroversi lantaran kelompok-kelompok dan beberapa negara yang bersangkutan mengkritiknya sebagai tindakan terburu-buru, dan merasa kurangnya konsultasi oleh pihak Belanda menunjukkan sikap yang masih kolonial.

Akibatnya, Rutte masih belum mengonfirmasi dia benar-benar akan meminta maaf. Ia pekan lalu hanya berujar, detail pidatonya adalah sesuatu yang ingin dirahasiakan hingga Senin (19/12/2022).

Media lokal yang dikutip kantor berita AFP melaporkan, semuanya menunjuk pada fakta Rutte akan meminta maaf atas peran Belanda dalam perdagangan yang menyebabkan kesengsaraan selama berabad-abad, tetapi belum pasti.

Baca juga: China Diminta Tutup Kantor Polisi di Belanda

"Zaman keemasan"

Belanda menggerakkan "Zaman Keemasan" kekaisaran dan budaya mereka pada abad ke-16 dan ke-17 dengan mengirimkan sekitar 600.000 orang Afrika sebagai bagian dari perdagangan budak, sebagian besar ke Amerika Selatan dan Karibia.

Pada puncak kerajaan kolonialnya, Persatuan Provinsi yang sekarang dikenal sebagai Belanda memiliki koloni seperti Suriname, pulau Curacao di Karibia, Afrika Selatan, dan Indonesia, tempat Perusahaan Hindia Timur Belanda bermarkas pada abad ke-17.

Dalam beberapa tahun terakhir, Belanda bergulat dengan fakta bahwa museum dan kota-kota bersejarah mereka sebagian besar dibangun dari kebrutalan itu.

Didorong oleh gerakan Black Lives Matter di Amerika Serikat, hal itu juga menimbulkan pertanyaan tentang rasialisme di masyarakat Belanda.

Tekanan semakin meningkat di dalam negeri dengan kota-kota Amsterdam, Rotterdam, Den Haag, dan Utrecht secara resmi meminta maaf atas perdagangan budak.

Rutte awalnya menolak minta maaf. Dia sebelumnya berujar, periode perbudakan terlalu jauh ke belakang dan permintaan maaf akan memicu ketegangan di negara yang sayap kanannya masih kuat.

Baca juga: Indonesia Minta Belanda Kembalikan Artefak yang Dijarah, Termasuk Tulang Manusia Jawa

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Saat Warga Swiss Kian Antusias Belajar Bahasa Indonesia...

Saat Warga Swiss Kian Antusias Belajar Bahasa Indonesia...

Global
Lulus Sarjana Keuangan dan Dapat Penghargaan, Zuraini Tak Malu Jadi Pencuci Piring di Tempat Makan

Lulus Sarjana Keuangan dan Dapat Penghargaan, Zuraini Tak Malu Jadi Pencuci Piring di Tempat Makan

Global
Bendungan di Filipina Mengering, Reruntuhan Kota Berusia 300 Tahun 'Menampakkan Diri'

Bendungan di Filipina Mengering, Reruntuhan Kota Berusia 300 Tahun "Menampakkan Diri"

Global
Pria India Ini Jatuh Cinta kepada Ibu Mertuanya, Tak Disangka Ayah Mertuanya Beri Restu Menikah

Pria India Ini Jatuh Cinta kepada Ibu Mertuanya, Tak Disangka Ayah Mertuanya Beri Restu Menikah

Global
Perbandingan Kekuatan Militer Rusia dan Ukraina

Perbandingan Kekuatan Militer Rusia dan Ukraina

Internasional
Setelah Punya Iron Dome, Israel Bangun Cyber Dome, Bagaimana Cara Kerjanya?

Setelah Punya Iron Dome, Israel Bangun Cyber Dome, Bagaimana Cara Kerjanya?

Global
Protes Pro-Palestina Menyebar di Kampus-kampus Australia, Negara Sekutu Israel Lainnya

Protes Pro-Palestina Menyebar di Kampus-kampus Australia, Negara Sekutu Israel Lainnya

Global
Apa Tuntutan Mahasiswa Pengunjuk Rasa Pro-Palestina di AS?

Apa Tuntutan Mahasiswa Pengunjuk Rasa Pro-Palestina di AS?

Internasional
Setelah Menyebar di AS, Protes Pro-Palestina Diikuti Mahasiswa di Meksiko

Setelah Menyebar di AS, Protes Pro-Palestina Diikuti Mahasiswa di Meksiko

Global
Dilanda Perang Saudara, Warga Sudan Kini Terancam Bencana Kelaparan

Dilanda Perang Saudara, Warga Sudan Kini Terancam Bencana Kelaparan

Internasional
Rangkuman Hari Ke-799 Serangan Rusia ke Ukraina: Gempuran Rudal Rusia di 3 Wilayah | Rusia Disebut Pakai Senjata Kimia Kloropirin

Rangkuman Hari Ke-799 Serangan Rusia ke Ukraina: Gempuran Rudal Rusia di 3 Wilayah | Rusia Disebut Pakai Senjata Kimia Kloropirin

Global
Biaya Rekonstruksi Gaza Pascaperang Bisa Mencapai Rp 803 Triliun, Terparah sejak 1945

Biaya Rekonstruksi Gaza Pascaperang Bisa Mencapai Rp 803 Triliun, Terparah sejak 1945

Global
Paus Fransiskus Teladan bagi Semua Umat dan Iman

Paus Fransiskus Teladan bagi Semua Umat dan Iman

Global
Rusia Dilaporkan Kirimkan Bahan Bakar ke Korea Utara Melebihi Batasan PBB

Rusia Dilaporkan Kirimkan Bahan Bakar ke Korea Utara Melebihi Batasan PBB

Global
Turkiye Hentikan Semua Ekspor dan Impor dengan Israel

Turkiye Hentikan Semua Ekspor dan Impor dengan Israel

Global
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com