Sekarang, setelah KTT berakhir - dengan guyonan Presiden AS Joe Biden, enggan pulang karena enak di Bali - terlalu naif kalau mengatakan bahwa KTT G20 tidak berhasil. Bahwa KTT, sebagai forum utama untuk kerja sama ekonomi (disepakati di KTT Pittsburgh, September 2009) dihadiri 17 kepala negara dan pemerintahan dari 20 anggota - termasuk para pemimpin G7, serta Presiden China Xi Jinping - adalah sebuah capaian tinggi.
Tidak mudah menghadirkan mereka pada situasi sekarang ini, yang antara lain terpecah karena perang Ukraina dan persaingan di kawasan Indo-Pasifik. Maka pada awal mula sempat diwarnai "drama" sejumlah negara tidak akan hadir kalau Putin diundang, karena invasi Rusia ke Ukraina.
Tentu hal tersebut menambahi beban persoalan pada Indonesia sebagai pemegang mandat presidensi, sebagai tuan rumah. Tuan rumah, tentu, sangat mengharapkan semua tamu undangan hadir tanpa kecuali.
"Drama" berakhir, Putin pilih tidak hadir dan mengutus Menlu Sergei Lavrov. KTT juga dihadiri para kepala institusi dunia, seperti Sekjen PBB Antonio Guterres, Managing Director IMF Kristalina Georgieva, Presiden Uni Eropa Charles Michel, Director GeneralJenderal WTO Ngozi Okonjo-Iweala, dan WHO Director-General Tedros Adhanom Ghebreyesus.
Hadirnya begitu banyak tamu undangan, sangat melegakan, membanggakan. Tapi pada saat yang bersamaan, tuan rumah, Presiden Jokowi, harus mengatasi lebih banyak ketegangan geopolitik daripada yang dia harapkan sebagai tuan rumah KTT.
Baca juga: Prediksi Erdogan di KTT G20 Benar, Ekspor Gandum Ukraina Diperpanjang 4 Bulan
Bagaimana, misalnya mengakomodasi kepentingan pemimpin AS dengan sekutu-sukunya negara Barat, Jepang, Korsel, dan Australia, tanpa mempermalukan Moskwa. Demikian juga, bagaimana mengakomodasikan keinginan China, India, Afrika Selatan, dan Brasil yang "dekat" dengan Rusia, tanpa menyinggung AS dan teman-temannya.
Tapi kata Antonio Guterres, "Saya harus mengatakan bahwa saya sangat mengagumi apa yang telah dilakukan Indonesia, dan khususnya, tindakan Presiden Widodo."
Antonio Guterres masih menambahkan, "Saya pikir dalam konteks yang sangat sulit di mana perpecahan geopolitik telah mencapai klimaksnya, Indonesia telah menunjukkan kapasitas yang sangat besar untuk menyatukan berbagai pihak untuk mempromosikan dialog dan mencoba mendorong solusi.
Dan, ternyata hal itu terjadi, pada akhirnya dengan disepakatinya Leaders' Declaration Bali, setelah melalui jalan panjang dan tak mudah. Istilah Antonio Guterres, G20 adalah ground zero untuk menjembatani perbedaan dan menemukan jawaban atas krisis dewasa ini dan banyak persoalan yang dihadapi dunia.
“Pada akhirnya, negara-negara Barat tersentak. Mereka berkedip; Indonesia mendapatkan apa yang diinginkannya,” kata Aaron Connelly, seorang peneliti di International Institute for Strategic Studies kepada VOA (14 November 2022)
Ini adalah hasil dari kerja keras diplomasi yang tak kenal lelah dari Menlu Retno Marsudi dan seluruh lini diplomat Indonesia sebagai yang di lapangan. Selain, tentu, usaha keras yang dilakukan Presiden untuk terus meyakinkan para pemimpin negara anggota G20, akan arti penting KTT G20 di saat ini dalam usaha mengatasi persoalan dunia yang demikian banyak dan berat.
Melakukan pertemuan sukses dari begitu banyak pemimpin dunia, pemimpin perusahaan besar, industri besar, dan keuangan di sebuah pulau yang merupakan destinasi pariwisata termuka, tentu mengisahkan tentang banyaknya pekerjaan yang bisa diselesaikan secara baik oleh tuan rumah.
Inilah kemenangan diplomatik Indonesia sebagai tuan rumah KTT. Bahwa KTT merupakan kemenangan diplomatik selama masa perang adalah bukti yang jelas atas pencapaian tinggi Indonesia sebagai pemegang mandat presidensi.
Tepat yang dikatakan Antonio Guterres bahwa G20 menjadi ground zero. Indonesia sebagai kekuatan nonblok berhasil menyatukan kekuatan besar yang saling berselisih dalam urusan banyak hal.
Di Bali, para pemimpin melakukan pertemuan bilateral. Banyaknya pertemuan bilateral di tengah-tengah KTT, pertama menandai kembalinya sepenuhnya diplomasi tatap muka (in-person diplomacy) antar-para pemimpin dunia. Dan, kedua, menggambarkan keberhasilan KTT.