Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ironi Insiden Ledakan di Tambang Turkiye, Warga Geram Presiden Erdogan Salahkan “Takdir”

Kompas.com - 17/10/2022, 13:03 WIB
Bernadette Aderi Puspaningrum

Penulis

Sumber Guardian

BARTIN, KOMPAS.com - Kemarahan publik Turkiye mencuat setelah Presiden Recep Tayyip Erdogan menyalahkan “takdir” dalam insiden ledakan di tambang Turkiye, yang menewaskan 41 orang dan menjebak penambang di bawah tanah selama berjam-jam.

Erdogan bergegas ke kota pantai Laut Hitam utara Amasra pada Sabtu (14/10/2022), dan tiba ketika tim penyelamat bekerja mengendalikan api setidaknya 300 meter (985 kaki) di bawah tanah.

Menurut para pejabat, kecelakaan itu mungkin disebabkan oleh penumpukan gas yang mudah terbakar di tambang batu bara, yang dikenal sebagai “firedamp”.

Baca juga: Ledakan Tambang Batu Bara Turkiye Tewaskan 41 Orang

Erdogan awalnya menuding "nasib" pada akhirnya bertanggung jawab atas insiden mematikan itu, sebelum menekankan bahwa tim tiga jaksa yang dikirim ke Amasra harus bekerja untuk menemukan penyebab ledakan itu.

"Penyelidikan administratif dan yudisial akan mengungkapkan apa yang menyebabkan ledakan itu dan siapa, jika ada, yang bertanggung jawab," katanya, berbicara sambil dikelilingi oleh kerumunan penambang, petugas penyelamat, dan pejabat setempat.

Dia menambahkan: “Tentu saja tidak dapat dimaafkan bagi kami bahwa kecelakaan dengan korban tewas yang signifikan terus terjadi di tambang kami. Kami tidak ingin melihat kekurangan atau risiko yang tidak perlu di tambang kami.”

Pernyataan awal presiden Turki, bahwa bencana pertambangan yang mematikan adalah konsekuensi alami dari industri berisiko, menggemakan tanggapan kontroversialnya terhadap bencana pertambangan terburuk di Turkiye, yang menewaskan 301 orang di kota Soma pada 2014.

Baca juga: Ledakan Besar di Tambang Batu Bara Turkiye, 110 Pekerja di Dalam, 25 Tewas dan Sisanya Masih Terjebak

Dalam insiden itu, Erdogan mengatakan "

hal-hal ini (bisa) terjadi", yang juga menimbulkan reaksi dan protes keras.

Sementara dalam bencana pertambangan kedua yang fatal akhir tahun yang sama, yang menewaskan 18 orang, Jaksa akhirnya menemukan bahwa insiden itu dapat dicegah.

Masalah di industri berbahaya

Politisi oposisi, serikat pekerja, dan pengamat semuanya mempertanyakan: pemenuhan janji pemerintah untuk meningkatkan keselamatan pekerja di industri berbahaya di tahun-tahun setelah bencana Soma.

Banyak yang menyorot kurangnya pertanggungjawaban atas kesalahan fatal di antara pejabat negara dan potensi lemahnya penegakan aturan.

Insiden terbaru ledakan di tambang Turkiye, TTK Amasra Müessese Mudurlugu yang dikelola negara, berada di wilayah yang dianggap sebagai landasan dukungan untuk partai Keadilan dan Pembangunan (AKP) Erdogan.

Kecelakaan ini menghadirkan tantangan bagi partai yang berkuasa, yang akan berusaha menunjukkan rekornya dalam merombak infrastruktur selama dua dekade terakhir dalam pemilihan terjadwal tahun depan.

Kerabat dari para penambang yang menjadi korban ledakan tambang batu bara Turkiye berkumpul di  depan tambang TTK Amasra Muessese Mudurlugu yang dimiliki negara, di Provinsi Bartin, Sabtu (15/10/2022). Insiden terjadi pada Jumat (14/10/2022).AP PHOTO/KHALIL HAMRA Kerabat dari para penambang yang menjadi korban ledakan tambang batu bara Turkiye berkumpul di depan tambang TTK Amasra Muessese Mudurlugu yang dimiliki negara, di Provinsi Bartin, Sabtu (15/10/2022). Insiden terjadi pada Jumat (14/10/2022).

Baca juga: Turkiye Serukan Gencatan Senjata Perang Rusia-Ukraina Sesegera Mungkin!

Jajak pendapat semakin menunjukkan Erdogan dapat merebut kemenangan dari oposisi negara yang retak, jika mereka tetap terpecah dalam upaya mereka untuk menggulingkannya.

Kini, pemerintah juga berusaha tetap berpegang teguh pada narasi resmi.

Erdogan dan bahkan beberapa lembaga negara juga mengeluarkan peringatan keras agar tidak menyebarkan dugaan “disinformasi”, di tengah tuntutan untuk meningkatkan akuntabilitas untuk mencegah kecelakaan pertambangan yang mematikan lebih lanjut.

Emma Sinclair-Webb, direktur Human Rights Watch Eropa dan Asia Tengah mengungkap kekhawatirannya akan undang-undang yang mengkriminalisasi disinformasi sehari sebelumnya.

“Tentu saja semua orang sangat khawatir pihak berwenang tidak akan diizinkan melakukan pekerjaan mereka dengan benar, dan takut kebenaran tidak akan terungkap, atau menutup-nutupi. Di atas semua itu, presiden menyalahkan nasib,” katanya sebagaimana dilansir Guardian pada Minggu (16/10/2022)

Baca juga: Turkiye Adopsi RUU Disinformasi Baru, Bisa Langsung Penjarakan Jurnalis dan Warganet

Upaya pencarian dan penyelamatan di Amasra masih berlanjut hampir sehari penuh setelah ledakan pada Jumat (14/10/2022) malam, dengan petugas penyelamat berusaha menemukan semua 110 penambang yang berada di dalam fasilitas pada saat ledakan.

Namun, pengacara Sercan Aran melaporkan apa yang dikatakannya sebagai upaya negara untuk mencegah dia mencapai wilayah Bartin, yang mengelilingi Amasra, untuk membantu keluarga korban.

Menurutnya, polisi di Ankara menghentikan mobilnya dan menanyainya, dan mengatakan kepadanya bahwa kantor gubernur Bartin tidak akan mengizinkan dia dan pengacara lain memasuki daerah itu dan bahwa “kita harus kembali”.

Para pemimpin serikat pekerja setempat mengungkapkan kemarahan atas apa yang mereka klaim sebagai pola kelalaian yang meluas dalam industri yang berbahaya Turkiye.

“Jika Anda mengirim penambang ratusan meter di bawah tanah tanpa mengambil tindakan pencegahan yang diperlukan, tanpa inspeksi dan tanpa menciptakan kondisi yang aman, Anda tidak dapat menyebutnya kecelakaan. Ini benar-benar pembunuhan,” kata Emin Koramaz, kepala Persatuan Kamar Insinyur dan Arsitek Turki.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com