Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

AS Terbitkan Strategi Keamanan Nasional Baru, China Masih Jadi Sasaran Utama

Kompas.com - 13/10/2022, 10:34 WIB
Bernadette Aderi Puspaningrum

Penulis

Sumber Reuters

WASHINGTON DC, KOMPAS.com - Amerika Serikat (AS) menerbitkan strategi keamanan nasional baru, yang berupaya menekan kebangkitan China sambil menekankan kembali pentingnya bekerja dengan sekutu untuk mengatasi tantangan yang dihadapi negara-negara demokratis.

Peluncuran dokumen Strategi Keamanan Nasional AS, setebal 48 halaman, Rabu (12/10/2022) sebenarnya sudah lama tertunda karena invasi Rusia ke Ukraina.

Isinya tidak memasukkan perubahan besar dalam pemikiran dan tidak memperkenalkan doktrin kebijakan luar negeri baru yang besar.

Sebaliknya, ini menyoroti pandangan bahwa kepemimpinan AS adalah kunci untuk mengatasi ancaman global seperti perubahan iklim dan kebangkitan otoritarianisme.

Baca juga: Presiden AS Joe Biden Konfirmasi Hadir ke KTT G20 Bulan Depan di Bali

Bahkan setelah invasi Rusia, China merupakan tantangan paling konsekuensial terhadap tatanan global dan AS harus memenangkan perlombaan senjata ekonomi dengan negara adidaya jika berharap mempertahankan pengaruh globalnya, menurut strategi itu.

"Republik Rakyat China memiliki niat dan, semakin, berkapasitas untuk membentuk kembali tatanan internasional untuk keuntungannya, bahkan ketika AS tetap berkomitmen untuk mengelola persaingan di antara negara-negara kita secara bertanggung jawab," kata penasihat keamanan nasional Jake Sullivan saat menguraikan kebijakan tersebut sebagaimana dilansir Reuters pada Kamis (13/10/2022).

Dia mengatakan Washington harus mengelola relasi China, sambil menghadapi tantangan transnasional termasuk perubahan iklim, kerawanan pangan, penyakit menular, terorisme, transisi energi, dan inflasi.

Kedutaan China di Washington tidak segera menanggapi permintaan komentar dari Reuters.

Baca juga: Dewan HAM PBB Tolak Debat soal Pelanggaran HAM China di Xinjiang, Ini yang Terjadi

Isu yang belum terjawab

Biden belum menyelesaikan beberapa perdebatan kebijakan luar negeri utama, termasuk tarif barang-barang China, yang ditetapkan oleh pendahulunya Donald Trump yang menelan biaya miliaran importir AS.

Masalah yang belum terjawab juga termasuk tantangan baru akibat sanksi ke Rusia, hubungan yang berantakan dengan sekutu lama Arab Saudi, serta ketergantungan India pada energi Rusia.

Sullivan menggemakan komentar Biden minggu ini bahwa AS sedang "mengevaluasi kembali" hubungannya dengan Arab Saudi, setelah OPEC+ mengumumkan pekan lalu akan memangkas target produksi minyaknya atas keberatan AS.

Daniel Russel, diplomat top AS untuk Asia Timur di bawah mantan Presiden Barack Obama, mengatakan strategi itu konsisten dengan prioritas pembaruan domestik yang dinyatakan Biden, memperkuat aliansi dan institusi demokrasi, dan menyeimbangkan kerja sama dan persaingan.

"Namun, selama periode 21 bulan pembentukannya, strateginya jelas telah bergeser untuk menempatkan penekanan besar pada persaingan dengan China," katanya sebagaimana dilansir Reuters.

Baca juga: AS Siap Kirim Sistem Pertahanan Udara Canggih untuk Ukraina setelah Serangan Besar Rusia

Washington berjanji menghindar dari melihat dunia semata-mata melalui prisma persaingan strategis, tapi menurut Russel "persaingan dengan China memenuhi setiap bab (dokumen Strategi Keamanan Nasional AS)."

Diplomat terkemuka AS itu pun menilai dokumen itu berisi janji AS untuk membangun koalisi negara-negara terluas demi mengatasi tantangan global, tapi akan sulit untuk melakukan ini tanpa China dan tidak ada indikasi bagaimana kerja sama semacam itu dapat diamankan.

Dia juga menyorot sebuah referensi tunggal dalam dokumen terkait Korea Utara, yang menunjukkan terbatasnya pilihan AS untuk menahan program nuklir dan misilnya.

Ini mengejutkan menurut Russel, karena strategi AS masih mencoba 'mencari diplomasi berkelanjutan menuju denuklirisasi,' saat Korea Utara dengan begitu meyakinkan menunjukkan penolakannya terhadap negosiasi, menimbulkan ancaman terus-menerus dan eksistensial.

Baca juga: Meski Jadi Rival Sengit, Perdagangan dan Investasi China-AS Meningkat

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com