Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Urgensi Perjuangkan Kepentingan Kelompok Marginal dalam KTT G20

Kompas.com - 10/10/2022, 11:01 WIB
Danur Lambang Pristiandaru

Editor

Penulis: Eva Mazrieva/VOA Indonesia

JAKARTA, KOMPAS.com - KTT G20 dilangsungkan di Bali bulan November nanti. Sejak awal forum ini memusatkan perhatian pada penguatan sistem multilateralisme dan kemitraan global sehingga tak satu pihak pun tertinggal dalam agenda-agenda yang dibahas di forum itu. Bagaimana memperjuangkan kepentingan kelompok marginal itu?

Menteri Luar Negeri Retno Marsudi awal September lalu telah memastikan kesiapan penyelenggaran KTT G20 di Bali pada pertengahan November nanti kepada Presiden Joko Widodo.

Baca juga: Putin Pastikan Rusia Akan Ambil Bagian dalam KTT G20 di Bali!

“Kita sudah siap dari segi logistik dan substansi. Saya rasa persiapan kita on the right track. Kita sudah laporkan kepada Bapak Presiden semua persiapannya. Agustus-September akan ada enam pertemuan tingkat menteri, Oktober-November masih ada delapan pertemuan tingkat menteri sampai menuju ke KTT G20. Alhamdulillah semua persiapan on the right track,” kata Retno.

KTT G20 – suatu forum untuk mewujudkan secara nyata pertumbuhan global yang kuat, berkelanjutan, seimbang dan inklusif – yang awalnya merupakan pertemuan Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Sentral – sejak tahun 2008 mengikutsertakan kepala negara dengan tingkat ekonomi tertinggi di dunia. Tahun 2022 ini Indonesia memainkan peran sentral sebagai presidensi forum itu.

Belajar dari pelaksanaan pertemuan di tahun-tahun sebelumnya, Indonesia sejak awal sudah berkomitmen menjadikan forum ini sebagai suatu wadah yang inklusif dan mengikutsertakan semua pihak, tak terkecuali kelompok-kelompok marginal; antara lain kelompok perempuan dan anak, penyandang disabilitas, pekerja migran, masyarakat adat, dan kelompok marjinal lainnya.

Baca juga: Rusia: Tak Ada Rencana Pertemuan Putin dan Zelensky di KTT G20 Bali

Perjuangan panjang kelompok marginal

Direktur Eksekutif Migrant Care, yang juga anggota Kelompok Kerja Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) dan Kemanusiaan di Civil 20 (C20) Indonesia Wahyu Susilo mengatakan meskipun isu kelompok marginal sudah menjadi bagian dari komitmen pemerintah Indonesia, adopsi dan penerapannya secara nyata masih membutuhkan perjuangan panjang.

“Mereka yang bergiat dalam isu SDG, selalu bilang: no one left behind. Teman-teman disabilitas bilang nothing about us without us. Sementara anak-anak milenial bilang – enggak ada kamu enggak asyik. Meskipun pemerintah telah menjanjikan isu inklusifitas merupakan prinsip, tetapi dalam kenyataannya masih butuh perjuangan yang panjang,” kata Wahyu.

Wahyu mencontohkan soal tingginya pajak yang ditanggung kelompok disabilitas untuk sekadar memenuhi kebutuhan dasar mereka, misalnya kursi roda atau alat bantu dengar.

“Saya dengar sendiri bagaimana teman saya membeli alat bantu dengar untuk anaknya sebesar Rp 300 juta – termasuk pajak 300 persen. Juga dalam isu pekerja migran," ucap Wahyu.

Baca juga: Putin Belum Pasti Hadir dalam KTT G20 di Bali, Kremlin Ungkap Pertimbangannya

Perempuan senantiasa berpotensi hadapi ancaman kekerasan

Sementara Budhis Utami dari Institut Kapal Perempuan menyoroti situasi diskriminasi berlapis yang kerap dialami perempuan, baik dalam situasi tidak normal seperti pandemi Covid-19 atau bencana alam, maupun situasi normal.

“Dalam situasi normal pun sebagian besar perempuan dari kalangan mana pun tidak dalam situasi baik-baik. Perempuan berpotensi menghadapi ancaman kekerasan. Lihat bagaimana kasus Lesti yang selebriti, kaya dan berpengaruh masih bisa mengalami kekerasan seksual. Apalagi perempuan miskin di wilayah terpencil. Belum lagi masih kuatnya unsur patriarki yang menilai isu kekerasan terhadap perempuan bukan sesuatu yang penting untuk dibahas,” ujar Budhis.

Baca juga: Pertemuan Tatap Muka Pertama Biden dan Xi Jinping Bisa Terjadi pada KTT G20 di Bali

Hanya 16 persen anak difabel dapat pendidikan dasar

Lain lagi yang dialami kelompok penyandang disabilitas, sebagaimana disampaikan Ninik Huce dari SIGAB (Sasana Inklusi dan Gerakan Advokasi Difabel) Indonesia. Data dari Kemdikbudristek tahun 2022, baru 16 persen anak difabel yang mendapat pendidikan tingkat dasar, ujarnya.

“Persentasenya itu semakin menurun angkanya di pendidikan menengah dan tinggi. Ini menunjukkan tingginya ketimpangan kesempatan pendidikan bagi difabel dibandingkan dengan warga non-difabel. Sementara Survei Ekonomi Nasional menunjukkan bagaimana kesempatan kerja dan kesejahteraan sosial warga difabel jauh lebih rendah dibanding non-difabel. Kurang dari 20 persen warga difabel bekerja di sektor formal. Mayoritas bekerja di sektor informal yang tingkat pendapatan dan kesejahteraannya lebih rendah.”

Isu-isu yang dialami kelompok marjinal ini diharapkan juga ikut dibahas dalam KTT G20 di Bali nanti.

Baca juga: Siap-siap, Robot dari China Bakal Bantu Keamanan KTT G20 di Bali

Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

3 Wanita Mengidap HIV Setelah Prosedur 'Facial Vampir' di New Mexico

3 Wanita Mengidap HIV Setelah Prosedur "Facial Vampir" di New Mexico

Global
Hamas Luncurkan Roket ke Israel dari Lebanon

Hamas Luncurkan Roket ke Israel dari Lebanon

Global
PM Singapura Lee Hsien Loong Puji Jokowi: Kontribusinya Besar Bagi Kawasan

PM Singapura Lee Hsien Loong Puji Jokowi: Kontribusinya Besar Bagi Kawasan

Global
Sejak Apartheid Dihapuskan dari Afrika Selatan, Apa Yang Berubah?

Sejak Apartheid Dihapuskan dari Afrika Selatan, Apa Yang Berubah?

Internasional
Dubai Mulai Bangun Terminal Terbesar Dunia di Bandara Al Maktoum

Dubai Mulai Bangun Terminal Terbesar Dunia di Bandara Al Maktoum

Global
Punggung Basah dan Kepala Pusing, Pelajar Filipina Menderita akibat Panas Ekstrem

Punggung Basah dan Kepala Pusing, Pelajar Filipina Menderita akibat Panas Ekstrem

Global
Anak Muda Korsel Mengaku Siap Perang jika Diserang Korut

Anak Muda Korsel Mengaku Siap Perang jika Diserang Korut

Global
Demonstran Pro-Palestina di UCLA Bentrok dengan Pendukung Israel

Demonstran Pro-Palestina di UCLA Bentrok dengan Pendukung Israel

Global
Sepak Terjang Subhash Kapoor Selundupkan Artefak Asia Tenggara ke New York

Sepak Terjang Subhash Kapoor Selundupkan Artefak Asia Tenggara ke New York

Global
Penyebab Kenapa Menyingkirkan Bom yang Belum Meledak di Gaza Butuh Waktu Bertahun-tahun

Penyebab Kenapa Menyingkirkan Bom yang Belum Meledak di Gaza Butuh Waktu Bertahun-tahun

Global
30 Tahun Setelah Politik Apartheid di Afrika Selatan Berakhir

30 Tahun Setelah Politik Apartheid di Afrika Selatan Berakhir

Internasional
Rangkuman Hari Ke-795 Serangan Rusia ke Ukraina: Buruknya Situasi Garis Depan | Desa Dekat Avdiivka Lepas

Rangkuman Hari Ke-795 Serangan Rusia ke Ukraina: Buruknya Situasi Garis Depan | Desa Dekat Avdiivka Lepas

Global
Dubai Mulai Bangun Terminal Terbesar Dunia di Bandara Al Maktoum

Dubai Mulai Bangun Terminal Terbesar Dunia di Bandara Al Maktoum

Global
[KABAR DUNIA SEPEKAN] Tabrakan Helikopter Malaysia | Artefak Majapahit Dicuri

[KABAR DUNIA SEPEKAN] Tabrakan Helikopter Malaysia | Artefak Majapahit Dicuri

Global
Bangladesh Liburkan 33 Murid dan Mahasiswa karena Cuaca Panas

Bangladesh Liburkan 33 Murid dan Mahasiswa karena Cuaca Panas

Global
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com