Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kerusuhan di Libya Pecah Lagi, Pengunjuk Rasa Serbu dan Bakar Gedung Parlemen

Kompas.com - 03/07/2022, 08:33 WIB
Bernadette Aderi Puspaningrum

Penulis

Sumber DW

TOBRUK, KOMPAS.com - Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dan Uni Eropa mengutuk kerusuhan di Libya oleh pengunjuk rasa yang menyerbu gedung parlemen dan melakukan pembakaran di Tobruk, untuk mengekspresikan kemarahan atas pemadaman listrik baru-baru ini.

Stasiun televisi lokal melaporkan bahwa pengunjuk rasa masuk ke gedung parlemen di Tobruk pada Jumat (1/7/2022) dan melakukan tindakan vandalisme. Gambar juga menunjukkan kolom asap hitam yang datang dari luar gedung.

Baca juga: Harga Al Quran di Libya Naik saat Ramadhan, Begini Solusi Umat Muslim Libya

Pasukan keamanan yang melindungi parlemen mundur dari lokasi itu, menurut Reuters mengutip seorang saksi mata.

Dilansir dari DW pada Sabtu (2/7/2022), Penasihat khusus PBB untuk Libya, Stephanie Williams, menyebut penyerbuan gedung pemerintah "sama sekali tidak dapat diterima" sambil bersikeras bahwa "hak rakyat untuk melakukan protes secara damai harus dihormati dan dilindungi."

Dia menyerukan "pengendalian" di semua sisi.

Kepala delegasi Uni Eropa di Libya Jose Sabadell di hari yang sama mengatakan "protes harus dilakukan secara damai dan menghindari segala jenis kekerasan," menambahkan bahwa "pengendalian khusus diperlukan mengingat situasi yang rapuh."

Parlemen Libya, atau Dewan Perwakilan Rakyat, telah berbasis di Tobruk, ratusan kilometer sebelah timur ibu kota, Tripoli, sejak perpecahan timur-barat pada 2014.

Baca juga: Dilanda Krisis Politik, Perdana Menteri Libya Selamat dari Upaya Pembunuhan

Kerusuhan pada saat itu disebabkan oleh pemberontakan dan intervensi barat, yang menggulingkan diktator lama Muammar Gaddhafi tiga tahun sebelumnya.

Sebuah badan saingan, yang secara resmi dikenal sebagai Dewan Tinggi Negara, bermarkas di Tripoli.

Negara yang terpecah

Di Lapangan Martir Tripoli, beberapa ratus orang berkumpul untuk meneriakkan slogan-slogan menuntut listrik, mengkritik faksi-faksi bersenjata dan politisi dan menuntut pemilihan umum dalam protes terbesar ibu kota terhadap elit penguasa selama bertahun-tahun.

Kemarahan pada situasi meluas melintasi kesenjangan geografis antara kekuatan saingan negara itu. Protes yang lebih kecil dari puluhan demonstran juga terjadi masing-masing di Benghazi dan Tobruk dan beberapa kota kecil.

Libya telah mengalami beberapa hari pemadaman listrik, diperburuk oleh blokade beberapa fasilitas minyak dengan latar belakang persaingan politik.

"Kami ingin lampu menyala," teriak pengunjuk rasa.

Baca juga: KPU Libya Tolak Pencalonan Anak Muammar Gaddafi, Saif Al-Islam, Jadi Presiden

Dukungan dari Tripoli

Abdul Hamid Dbeibah, kepala Pemerintah Persatuan Nasional Libya, mengatakan dia mendukung para pengunjuk rasa.

Dia meminta semua institusi untuk bubar termasuk pemerintah, menambahkan bahwa penyelesaian masalah hanya mungkin melalui "pemilihan umum."

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com