BOHONIKI, KOMPAS.com - Bayi dari keluarga migran Irak menambah jumlah korban dari krisis perbatasan Polandia-Belarus.
Dia terpaksa dimakamkan tanpa kehadiran orangtuanya, setelah sang ibu mengalami keguguran di perbatasan lalu berada dalam kondisi kritis di rumah sakit.
Baca juga: Pemakaman Seorang Migran Yaman yang Meninggal Kedinginan di Perbatasan Belarus-Polandia
Seorang imam Polandia membacakan doa untuknya pada Selasa (23/11/2021) di atas peti mati putih kecil yang berisi seorang anak laki-laki Irak yang seharusnya belum lahir.
Kehidupan keluarganya, yang disebut sebagai migran dari Timur Tengah, terimpit di perbatasan Polandia-Belarus saat mencoba menyelinap ke Uni Eropa secara ilegal.
Setelah salju pertama musim itu turun semalaman, Aleksander Ali Bazarewicz, sang imam, menunggu dengan harapan ayah anak itu - yang berada di pusat pengungsian bersama istrinya (sang ibu) yang dirawat di rumah sakit dalam kondisi serius - akan tiba.
Ketika mereka tidak muncul, Bazarewicz memutuskan tetap memimpin upacara pemakaman di depan sebuah masjid kayu tua dan kemudian di sisi kuburan.
Bazarewicz memimpin upacara untuk keluarga yang belum pernah ditemuinya. Dia mengakui tidak banyak yang dia ketahui soal ibu, yang keguguran pada minggu ke-27 kehamilannya di perbatasan. Bazarewicz hanya tahu keluarga itu memiliki lima anak.
Dia memanggil dua orang Muslim lain, keduanya imigran Chechnya, untuk membantu pemakaman, sisanya hanya dihadiri oleh sekitar tiga lusin wartawan.
Baca juga: Polandia: Belarus Buat Kelompok Kecil Migran untuk Masuk Uni Eropa
Bazarewicz mengatakan, itu tugasnya sebagai seorang Muslim untuk memastikan bahwa Muslim lain dikuburkan dengan ritual keagamaan yang tepat. Terlebih lagi, mereka telah tewas di tanah Polandia jauh dari tanah air mereka.
Dalam Islam, janin setelah empat bulan dianggap sebagai manusia dan dikuburkan utuh, jelasnya.
Peti mati bayi itu diberi renda, diberi nama Halikari Dhaker, dan tanggal kematiannya 14 November.
Ukurannya sangat kecil sehingga dibawa ke kuburan oleh seorang pria sebelum diturunkan dengan tali.
“Korban lainnya,” kata Bazarewicz, yang memimpin doa agar korban pertama migrasi dimakamkan di pemakaman yang sama, seorang pengungsi Suriah berusia 19 tahun, sembilan hari lalu.
“Kami pikir ini hanya akan terjadi sekali, tetapi sekarang wilayah ini (pemakaman) semakin besar,” katanya, berdiri di antara empat gundukan kuburan sederhana, masing-masing dikelilingi oleh batu dan ditutupi dengan cabang-cabang pinus.
Baca juga: Polandia: Krisis Migran Upaya Terbesar Mengacaukan Eropa sejak Perang Dingin
Keempatnya sekarang beristirahat bersama di tepi pemakaman Muslim terbesar di Polandia. Lokasi itu milik komunitas Tatar, yang telah tinggal di hutan timur Polandia selama berabad-abad.