NEW DELHI, KOMPAS.com - Seorang tokoh senior Taliban yang berkuasa mengatakan perempuan Afghanistan seharusnya tidak diizinkan bekerja bersama pria, menurut laporan Reuters pada Senin (13/9/2021).
Jika pernyataan itu diterapkan secara resmi, maka secara efektif perempuan Afghanistan mungkin akan dilarang bekerja di kantor-kantor pemerintah, bank, perusahaan media, dan lainnya.
Baca juga: Protes Aturan Taliban, Perempuan Afghanistan Pakai Gaun Warna-warni Busana Tradisional Sebenarnya
Waheedullah Hashimi, seorang tokoh senior Taliban yang dekat dengan kepemimpinan, mengatakan kepada Reuters bahwa kelompok itu akan sepenuhnya menerapkan versi syariah, atau hukum Islam menurutnya.
Hal itu akan tetap dilakukan, meskipun ada tekanan dari komunitas internasional untuk mengizinkan perempuan Afghanistan memiliki hak untuk bekerja di tempat yang mereka inginkan.
Sejak kelompok itu meraih kekuasaan bulan lalu, para pejabat Taliban mengatakan perempuan akan dapat bekerja dan belajar dalam batas-batas yang ditetapkan oleh syariah.
Tetapi ketidakpastian semakin besar tentang efek praktis apa yang akan terjadi pada kemampuan perempuan untuk mempertahankan pekerjaan mereka.
Ketika Taliban terakhir memerintah Afghanistan dari 1996-2001, perempuan dilarang bekerja dan mendapat pendidikan.
Masalah ini sangat penting bagi komunitas internasional dan dapat berdampak pada jumlah bantuan dan dukungan lain yang akan diberikan kepada warga Afghanistan, yang sedang mengalami krisis ekonomi.
Baca juga: Taliban, Kepungan Demokrasi Kapitalisme dan Proses Pembentukan Kepribadian
"Kami telah berjuang selama hampir 40 tahun untuk membawa sistem hukum syariah ke Afghanistan," kata Hashimi.
"Syariah ... tidak mengizinkan pria dan wanita untuk berkumpul atau duduk bersama di bawah satu atap. Laki-laki dan perempuan tidak bisa bekerja sama. Itu jelas. Mereka tidak diizinkan datang ke kantor kami dan bekerja di kementerian kami."
Tidak jelas sejauh mana komentar Hashimi mencerminkan kebijakan pemerintah baru, meskipun tampaknya lebih jauh mendahului dari komentar publik yang dibuat oleh beberapa pejabat lain.
Pada hari-hari setelah penaklukan Kabul oleh Taliban, juru bicara Taliban Zabihullah Mujahid mengatakan kepada wartawan bahwa perempuan adalah bagian penting dari masyarakat dan mereka akan bekerja "di berbagai sektor".
Ia juga secara khusus mengikutsertakan pegawai perempuan dalam seruan agar birokrat pemerintah kembali bekerja.
Baca juga: Menteri Luar Negeri AS: Taliban “Pemerintah de facto Afghanistan”
Namun, penunjukan kabinet yang diumumkan pada 7 September tidak termasuk perempuan. Ada juga laporan luas tentang perempuan yang dipulangkan dari tempat kerja mereka.
Kepada Reuters, Hashimi mengatakan larangan terhadap perempuan juga akan berlaku untuk sektor-sektor seperti media, sektor di mana perempuan menjadi semakin menonjol sejak Taliban jatuh pada 2001 dan pemerintah yang didukung Barat memerintah.
Sementara itu dia menambahkan, kontak antara laki-laki dan perempuan di luar rumah akan diperbolehkan dalam keadaan tertentu, misalnya saat berobat ke dokter laki-laki.
Wanita juga harus diizinkan untuk belajar dan bekerja di sektor pendidikan dan medis, di mana fasilitas terpisah dapat diatur untuk penggunaan eksklusif mereka.
"Kami tentu membutuhkan perempuan, misalnya dalam kedokteran, dalam pendidikan. Kami akan memiliki institusi terpisah untuk mereka, rumah sakit terpisah, universitas terpisah mungkin, sekolah terpisah, madrasah terpisah."
Pada Minggu (12/9/2021), menteri pendidikan baru Taliban mengatakan perempuan dapat belajar di universitas, tetapi harus dipisahkan dari laki-laki.
Perempuan telah melakukan beberapa protes di seluruh Afghanistan, menuntut agar hak-hak mereka selama dua dekade terakhir dipertahankan.
Beberapa demonstrasi dibubarkan oleh kelompok bersenjata Taliban yang melepaskan tembakan ke udara.
Peningkatan hak-hak perempuan, lebih terlihat di pusat kota daripada daerah pedesaan yang sangat konservatif. Hal ini berulang kali disebut oleh Amerika Serikat sebagai salah satu keberhasilan terbesar dari operasi 20 tahun di negara itu, yang secara resmi berakhir pada 31 Agustus.
Tingkat partisipasi tenaga kerja perempuan Afghanistan mencapai 23 persen pada 2020, menurut Bank Dunia, naik dari nol persen ketika Taliban terakhir memerintah.
Baca juga: ISIS Vs Taliban: Sejumlah Fakta dan Perbedaan Ideologi
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.