CONAKRY, KOMPAS.com - Kelompok pemberontak di Guinea pada Selasa (7/9/2021) membebaskan sekelompok lawan politik dari presiden Guinea Alpha Conde yang digulingkan, ketika negera lain di kawasannya bersiap membahas gejolak di negara Afrika Barat itu.
Pasukan khusus yang dipimpin oleh Letnan Kolonel Mamady Doumbouya melakukan kudeta di negara kaya mineral tetapi miskin itu pada Minggu (5/9/2021) dan menangkap Presiden, hingga memicu kecaman internasional.
Baca juga: Kudeta Guinea Dipicu Presiden Ubah UU untuk Menjabat 3 Periode
Presiden berusia 83 tahun itu dikecam karena dianggap otoriter, dengan puluhan aktivis oposisi ditangkap setelah pemilihan yang diwarnai kekerasan tahun lalu.
Seorang wartawan AFP melihat sekitar 20 tahanan dibebaskan dari penjara di ibukota Conakry pada Selasa malam (7/9/2021), termasuk aktivis oposisi terkemuka.
Pengacara yang mewakili para tahanan mengatakan bahwa 79 orang telah diizinkan untuk dibebaskan dalam diskusi dengan militer.
"Kami berdoa kepada Tuhan bahwa ini adalah era baru bagi Guinea. Semoga tidak ada orang Guinea yang dipenjara karena alasan yang sama seperti kami," kata Ismael Conde, aktivis partai oposisi yang baru saja dibebaskan melansir Strait Times pada Rabu (8/9/2021).
Militer merilis sebuah pengumuman resmi pada Senin (6/9/2021), yang mendesak Kementerian Kehakiman Guinea untuk mempercepat pembebasan "tahanan politik".
Letkol Doumbouya pada Selasa (2/9/2021) juga mengulangi janji untuk mengadakan pembicaraan tentang pembentukan pemerintahan baru.
"Pemerintah yang akan dilantik akan menjadi pemersatu nasional dan akan memastikan transisi politik ini," cuitnya di Twitter.
Baca juga: Ini Sosok Pemimpin Kudeta Guinea, Lulusan S2 Universitas di Paris
Kudeta Minggu (5/9/2021) memicu kecaman diplomatik yang luas, termasuk dari Amerika Serikat, Uni Eropa, Uni Afrika dan blok Afrika Barat ECOWAS, dengan seruan untuk pembebasan Conde.
Komunitas Ekonomi Negara-negara Afrika Barat (ECOWAS) akan mengadakan pertemuan puncak luar biasa secara virtual untuk membahas krisis pada Rabu (8/9/2021).
Rusia juga mengatakan ingin institusi Guinea dipulihkan "sesegera mungkin".
"Kami berharap dalam hal apa pun kepentingan pengusaha kami ... tidak akan terpengaruh," kata juru bicara Kremlin.
Ketidakpuasan publik di Guinea muncul selama berbulan-bulan karena wabah Covid-19 yang berujung pada masalah ekonomi. Sorotan juga diberikan atas kepemimpinan Conde, yang menjadi presiden pertama yang terpilih secara demokratis pada 2010 dan terpilih kembali pada 2015.
Adapun tahun lalu, Conde mendorong konstitusi baru yang memungkinkannya mencalonkan diri untuk masa jabatan ketiga pada Oktober 2020.