NAYPYIDAW, KOMPAS.com – Pemimpin pemerintah bayangan Myanmar, Mahn Win Khaing Than, mengatakan akan berusaha memberi rakyat Myanmar hak hukum untuk membela diri.
Hal itu diungkapkan Mahn Win Khaing Than melalui Facebook sebagaimana dilansir Reuters, Minggu (14/3/2021).
Mahn Win Khaing Than beserta sejumlah pejabat senior dari National League for Democracy Party (NLD) sedang dalam pelarian.
"Ini adalah saat paling gelap bangsa dan fajar sudah mendekat,” kata Mahn Win Khaing Than.
Baca juga: Sumpah Pemerintah Sipil Paralel Myanmar Kejar Revolusi untuk Akhiri Junta Militer
Dia mengatakan, pemerintah sipil akan berusaha membuat undang-undang yang diperlukan sehingga rakyat memiliki hak membela diri terhadap tindakan keras militer Myanmar.
Mahn Win Khaing Than ditunjuk sebagai pemimpin pemerintah bayangan Myanmar oleh anggota parlemen Myanmar yang digulingkan militer.
Kelompok advokasi Asosiasi Bantuan untuk Tahanan Politik mengatakan, jumlah korban tewas dalam serangkaian demo Myanmar mencapai lebih dari 80 orang hingga Sabtu (13/3/2021).
Selain itu, Asosiasi Bantuan untuk Tahanan Politik menambahkan, lebih dari 2.100 orang telah ditangkap.
Baca juga: Tiga Pengunjuk Rasa Myanmar Tewas setelah Ratusan Orang Menentang Jam Malam
Sedikitnya 13 orang dilaporkan tewas pada Sabtu, salah satu hari paling berdarah sejak militer Myanmar melakukan kudeta pada 1 Februari.
Seorang saksi mata mengatakan kepada Reuters bahwa lima orang ditembak mati dan beberapa lainnya cidera ketika polisi melepaskan tembakan kepada massa aksi di Mandalay, kota terbesar kedua Myanmar.
"Mereka (aparat Myanmar) beraksi seperti berada di zona perang, padahal orang-orang tak bersenjata," kata seorang aktivis yang berbasis di Mandalay, Myat Thu.
Dia mengatakan salah satu korban tewas adalah seorang anak berusia 13 tahun.
Salah satu demonstran, Si Thu Tun, mengaku melihat dua orang ditembak, salah satunya seorang biksu Buddha.
“Salah satunya terkena di tulang kemaluan, satu lagi ditembak hingga tewas,” kata Si Thu Tun.
Seorang sopir truk di Chauk dilaporkan tewas setelah ditembak di bagian dada oleh polisi, kata seorang kerabat korban.
Seorang juru bicara junta Myanmar tidak menjawab panggilan telepon dari Reuters untuk meminta komentar.
Siaran berita malam MRTV, media yang dikelola junta militer, menyebut para pengunjuk rasa sebagai "penjahat" tetapi tidak merinci lebih lanjut.
Baca juga: Gerakan Opini Digital dan Semangat Perlawanan Myanmar
Demonstrasi kembali meletus pada Sabtu untuk memperingati kematian Phone Maw.
Phone Maw ditembak dan dibunuh oleh pasukan keamanan Myanmar pada 1988 di sebuah tempat yang sekarang dikenal sebagai kampus Institut Teknologi Rangoon.
Kematian Phone Maw, dan kematian seorang mahasiswa lain beberapa pekan kemudian, memicu demo besar terhadap junta militer kala itu pada 8 Agustus 1988.
Peristiwa tersebut lantas dikenal sebagai peristiwa 8-8-88. Diperkirakan 3.000 orang tewas ketika tentara menumpas demonstrasi tersebut.
Baca juga: 5 Jurnalis Ditangkap Junta Militer Myanmar atas Tuduhan Liputan Anti-kudeta Penyebab Ketakutan
Saat itulah Aung San Suu Kyi muncul sebagai ikon demokrasi. Dia lantas menjadi tahanan rumah selama hampir dua dekade.
Dia dibebaskan pada 2010 saat militer memulai reformasi demokrasi. Partai NLD-nya Aung San Suu Kyi memenangi pemilu pada 2015 dan menang lagi pada pemilu November 2020.
Tahun ini, para jenderal menggulingkan pemerintahannya. Militer Myanmar menahan Suu Kyi dan sejumlah tokoh NLD lain termasuk Presiden Myanmar Win Myint.
Baca juga: Dituduh Junta Militer Myanmar Terima Suap Rp 8,6 Miliar, Ini Jawaban Aung San Suu Kyi
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.