Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pemerintah Biden Akan Cabut Houthi di Yaman dari Label Teroris

Kompas.com - 06/02/2021, 17:24 WIB
Shintaloka Pradita Sicca

Penulis

Sumber REUTERS

WASHINGTON, KOMPAS.com - Pemerintahan Joe Biden pada Jumat (5/2/2021) berniat mencabut label teroris untuk gerakan Houthi Yaman karena mempertimbangkan krisis kemanusiaan di sana.

Label teroris untuk Houthi terjadi pada pemerintahan Donald Trump di menit-menit terakhir masa jabatannya, yang menuai kritik.

Rencana pencabutan itu dikonfirmasi oleh seorang pejabat Departemen Luar Negeri AS, sehari setelah presiden Joe Biden mengumumkan bahwa AS berhenti mendukung gerakan militer yang dipimpin Arab Saudi di Yaman.

Baca juga: Laporan PBB Tuduh Pemerintah Yaman Korupsi dan Houthi Curi Pendapatan Negara

Langkah Biden itu secara luas dilihat sebagai konflik proksi antara Arab Saudi dan Iran.

"Tindakan kami sepenuhnya karena melihat konsekuensi kemanusiaan dari penetapan pada menit-menit terakhir dari pemerintahan sebelumnya," ujar pejabat Departemen Luar Negeri AS seperti yang dilansir dari Reuters pada Sabtu (6/2/2021).

Pejabat Departemen Luar Negeri menekankan bahwa tindakan pencabutan label itu tidak mencerminkan pandangan AS terhadap Houthi dan "perilaku tercela" mereka.

Koalisi militer yang dipimpin Saudi melakukan intervensi di Yaman pada 2015, mendukung pasukan pemerintah yang memerangi Houthi yang bersekutu dengan Iran.

Baca juga: Pemerintahan Biden Setop Dukungan ke Arab Saudi yang Perangi Houthi di Yaman

Pejabat PBB berusaha menghidupkan kembali pembicaraan damai karena negara itu juga menghadapi krisis ekonomi dan pandemi Covid-19.

Senator Demokrat Chris Murphy menyambut baik keputusan penghapusan kelompok Houthi dari daftar hitam itu.

"Penetapan itu (label teroris)... telah menghentikan pengiriman makanan dan bantuan kritis lainnya di Yaman dan akan mencegah negosiasi politik yang efektif," katanya dalam sebuah pernyataan.

Baca juga: Uni Eropa Kecam AS Label Teroris Houthi Dapat Ancam Krisis Yaman Makin Buruk

Mantan Menteri Luar Negeri AS, Mike Pompeo memasukan Houthi ke daftar hitam pada 19 Januari, sehari sebelum Joe Biden menjabat.

PBB dan organisasi kemanusiaan sejak itu telah menjelaskan bahwa tindakan pemerintahan Trump yang melabeli Houthi sebagai teroris akan mempercepat krisis kemanusiaan terburuk di dunia.

PBB menggambarkan Yaman dilanda krisis kemanusiaan terbesar di dunia, dengan 80 persen rakyatnya kekurangan.

Baca juga: Biden Akhiri Dukungan untuk Arab Saudi dalam Perang di Yaman

"Kami menyambut baik niat yang dinyatakan oleh pemerintah AS untuk mencabut label itu," ujar juru bicara PBB, Stephane Dujarric.

Sebab, label itu akan mempengaruhi jutaan bantuan kemanusiaan dan impor komersial untuk memenuhi kebutuhan dasar hidup masyarakat Yaman yang sangat bergantung terhadap itu.

Pemerintahan Trump diketahui telah melakukan berbagai tindakan kontroversi selain memasukkan Houthi Yaman ke daftar hitam, seperti keluar dari kelompok bantuan PBB, Palang Merah, ekspor komoditi pertanian, obat-obatan, serta perangkat medis.

Pejabat PBB dan sejumlah kelompok bantuan internasional telah menyerukan agar keputusan itu dicabut.

Baca juga: Begini Respons Arab Saudi atas Berakhirnya Dukungan AS di Perang Yaman

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Remaja 16 Tahun di Australia Ditembak di Tempat setelah Lakukan Serangan Pisau

Remaja 16 Tahun di Australia Ditembak di Tempat setelah Lakukan Serangan Pisau

Global
Sempat Jadi Korban AI, Warren Buffett Beri Pesan Serius

Sempat Jadi Korban AI, Warren Buffett Beri Pesan Serius

Global
Kompetisi Band Metal Kembali Digelar di Jeddah

Kompetisi Band Metal Kembali Digelar di Jeddah

Global
Di KTT OKI Gambia, Menlu Retno: Negara Anggota OKI Berutang Kemerdekaan kepada Rakyat Palestina

Di KTT OKI Gambia, Menlu Retno: Negara Anggota OKI Berutang Kemerdekaan kepada Rakyat Palestina

Global
Warga Palestina Berharap Perang Berakhir, Tapi Pesimis Gencatan Senjata Cepat Terwujud

Warga Palestina Berharap Perang Berakhir, Tapi Pesimis Gencatan Senjata Cepat Terwujud

Global
Politikus Muslim Sadiq Khan Menang Pemilihan Wali Kota London untuk Kali Ketiga

Politikus Muslim Sadiq Khan Menang Pemilihan Wali Kota London untuk Kali Ketiga

Global
Hamas Tuntut Gencatan Senjata Abadi, Israel: Itu Menghambat Proses Negosiasi

Hamas Tuntut Gencatan Senjata Abadi, Israel: Itu Menghambat Proses Negosiasi

Global
Makna di Balik Lagu Pop Propaganda Korea Utara yang Ternyata banyak Disukai Pengguna TikTok

Makna di Balik Lagu Pop Propaganda Korea Utara yang Ternyata banyak Disukai Pengguna TikTok

Global
Rangkuman Hari Ke-801 Serangan Rusia ke Ukraina: Rusia Resmi Buru Zelensky | Ukraina Tembak Sukhoi Su-25

Rangkuman Hari Ke-801 Serangan Rusia ke Ukraina: Rusia Resmi Buru Zelensky | Ukraina Tembak Sukhoi Su-25

Global
China Luncurkan Chang'e-6 ke Sisi Jauh Bulan, Ini Misinya

China Luncurkan Chang'e-6 ke Sisi Jauh Bulan, Ini Misinya

Global
Rangkuman Terjadinya Protes Pro-Palestina oleh Mahasiswa di 8 Negara

Rangkuman Terjadinya Protes Pro-Palestina oleh Mahasiswa di 8 Negara

Global
Rusia Masukkan Presiden Zelensky ke Dalam Daftar Orang yang Diburu

Rusia Masukkan Presiden Zelensky ke Dalam Daftar Orang yang Diburu

Global
[UNIK GLOBAL] Viral Pria India Nikahi Ibu Mertua | Galon Air Jadi Simbol Baru Protes Pro-Palestina

[UNIK GLOBAL] Viral Pria India Nikahi Ibu Mertua | Galon Air Jadi Simbol Baru Protes Pro-Palestina

Global
Rusia Jatuhkan 4 Rudal Jarak Jauh ATACMS Buatan AS yang Ditembakkan Ukraina

Rusia Jatuhkan 4 Rudal Jarak Jauh ATACMS Buatan AS yang Ditembakkan Ukraina

Global
Kelompok Bersenjata di Gaza Rampok Bank Palestina Rp 1,12 Triliun

Kelompok Bersenjata di Gaza Rampok Bank Palestina Rp 1,12 Triliun

Global
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com