Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Produksi Narkoba dan Obat Rekreasi Ciptakan Kerusakan Lingkungan

Kompas.com - 12/10/2020, 16:28 WIB
Miranti Kencana Wirawan

Editor

Bukan hanya tubuh yang rusak akibat penyalahgunaan narkoba. Kebun ganja dan opium juga sebabkan keringnya sungai dan gundulnya hutan tropis. Lingkungan membayar mahal untuk produksi obat-obatan ini.

Produksi kokain mencapai tingkat rekor tinggi, konsumsi opium juga meningkat dalam dekade terakhir. Di Belanda, pasar narkoba sintetik tumbuh pesat.

Sedangkan di berbagai belahan dunia, negara-negara mulai melegalkan atau mempertimbangkan untuk melegalkan ganja.

Singkatnya, bisnis obat-obatan jenis ini memang sedang berkembang pesat. Di tengah isu pelegalan ganja dan obat-obatan lain, ongkos lingkungan adalah satu hal yang perlu dipertimbangkan dengan matang.

Baca juga: Pakai Metode Hidroponik, Pemilik Tanaman Ganja di Surabaya Belajar dari Internet

Lapar energi

Dengan 192 juta pengguna pada tahun 2018, ganja sejauh ini merupakan jenis obat rekreasi paling populer di seluruh dunia. Di Amerika Serikat, nilai ekonomi dari pasaran ganja telah mencapai miliaran dolar.

Namun ternyata, upaya pembudidayaan ganja di rumah kaca, lengkap dengan pengaturan cahaya, ventilasi, dan suhu optimal, sungguh menghabiskan banyak energi.

Menurut perkiraan, produksi ganja di AS telah menyumbang sekitar 1 persen dari total konsumsi energi negara itu.

"Dalam satu tahun, sekitar 15 juta metrik ton karbon dioksida dilepas ke udara di Amerika Serikat sebagai hasil produksi ganja dalam ruangan, setara dengan emisi tahunan dari 3 juta mobil," menurut sebuah laporan oleh Universitas California.

Itu berarti satu produk ganja punya jejak karbon yang hampir setara dengan sekitar 3 kilogram kentang.

Bukan rahasia lagi bahwa perdagangan narkoba telah memakan korban jiwa, tetapi sejauh ini hanya ada sedikit penelitian yang berfokus terhadap dampak produksi tanaman ini terhadap lingkungan.

Baca juga: Tanam dan Jual Opium Tanpa Izin, Dua Nenek di China Ditahan

Perparah kekeringan di California

Ganja adalah tanaman yang sangat butuh banyak air. Tanaman ini membutuhkan air dua kali lebih banyak daripada tomat atau anggur. Sekitar 70 persen ganja yang dikonsumsi di AS ditanam di California.

Budidaya tanaman ini dalam skala besar membutuhkan air sebanyak 22 liter per hari per tanaman. Dengan demikian, kultivasi tanaman ini memperparah kekeringan di kawasan itu selama musim kemarau.

Para ilmuwan dari Departemen Perikanan dan Satwa Liar California memperkirakan bahwa budidaya tanaman ganja secara ilegal di lapangan dan lahan terbuka telah menurunkan permukaan air di beberapa aliran sungai hingga seperempatnya.

Baca juga: Jumlah Lahan Opium di Afganistan Meningkat

Babat hutan untuk tanam koka

Lain ganja, lain pula kokain. Dampak ekologi dari 19 juta pengguna kokain di seluruh dunia dapat dengan jelas dijumpai di Amerika Latin.

Menurut PBB, Kolombia berpotensi menghasilkan 1.120 ton kokain murni pada tahun 2018, yang merupakan rekor bagi negara di Amerika Selatan ini.

Rekor tersebut bukannya tanpa harga. Sejak 2001, lebih dari 300.000 hektar hutan telah dibabat untuk budidaya tanaman koka yang menghasilkan kokain.

Karena wabah corona, kecepatan laju pembabatan hutan untuk sementara menurun. Namun Paulo Sandoval, ahli geografi di Universitas Oregon, mengatakan bahwa sebenarnya produksi koka tetap mencapai angka yang sama dengan yang terjadi 20 tahun lalu.

Berbekal data satelit terbaru, Sandoval menunjukkan bahwa di wilayah Amazon di Kolombia saja, saat ini dibudidayakan sekitar 50.000 hektar tanaman koka.

Setengah dari jumlah ini berada di cagar alam yang menjadi rumah bagi keanekaragaman spesies.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com