Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Keterujian Rendah, Vaksin Virus Corona Asal Rusia Miliki Beragam Efek Samping

Kompas.com - 13/08/2020, 13:16 WIB
Shintaloka Pradita Sicca

Penulis

Sumber Daily Mail

MOSKWA, KOMPAS.com - Vaksin virus corona yang dikembangkan di Rusia telah berhenti diuji coba hanya setelah diujikan kepada 38 orang, untuk kemudian di produksi massal sebagai vaksin yang disetujui pihak regulator.

Berdasarkan data resmi, vaksin tersebut memiliki efek samping yang dirasakan oleh 38 peserta yang diuji, yaitu meliputi nyeri badan, bengkak.

Menurut kantor berita Fontanka yang dilansir dari Daily Mail pada Rabu (12/8/2020), vaksin virus corona dari Rusia "tidak diketahui" efektivitasnya, meski digadang-gadang sebagai vaksin virus corona pertama di dunia setelah diteliti dalam jangka waktu hanya 42 hari.

Salah satu dokumen yang diajukan ke pihak regulator untuk pendaftaran vaksin virus corona itu, dikabarkan "tidak ada studi klinis yang dilakukan untuk mempelajari keefektifan epidemiologis"

Sementara, Presiden Rusia Vlidimir Putin telah mengklaim bahwa vaksin virus corona ciptaan dalam negerinya telah lulus "semua tes yang diperlukan" dalam memproduksi massal.

Ada pun pertanyaan yang timbul tentang kemampuan vaksin ini untuk membuat antibodi yang cukup dapat melawan virus corona. Setelah Putin menginjeksi putrinya sendiri dengan vaksin tersebut.

Rusia telah menjadikan penemuan vaksin virus corona, sebagai aspek prestise nasional dan menamainya "Sputnik-V" seperti satelit luar angkasa Soviet.

Oleh karena itu, memicu kekhawatiran bahwa aspek keselamatan akan dikompromikan demi citra Rusia.

Baca juga: Tanggapi Vaksin Corona dari Rusia, Para Ahli Skeptis

Para ilmuwan kemarin mengkritik Putin karena tindakan "sembrono dan bodoh", yang menurut mereka dapat memperburuk pandemi, jika vaksin terbukti berbahaya atau tidak efektif.

Putin mengatakan putrinya tidak menderita efek samping yang lebih buruk daripada suhu tinggi, tapi Fontanka menyebutkan ada daftar panjang tentang "efek samping" (AE) yang terjadi "sering dan sangat sering" dari vaksin virus corona tersebut.

“Tidak mungkin untuk lebih akurat menentukan kejadian AE karena terbatasnya sampel peserta penelitian,” kata Gamaleya Research Institute, produsen vaksin.

Laporan menyebutkan, dari 38 orang dewasa sehat yang menjadi relawan untuk diuji, tercatat ada 144 efek samping yang berbeda yang muncul.

Sebagian besar berlalu "tanpa konsekuensi", tetapi pada hari ke-42 penelitian, 31 dari efek samping masih berlangsung.

Efek samping 

Hasil dari 27 kejadian buruk dikatakan masih belum diketahui oleh pihak produsen pengembang vaksin.

Efek samping yang dicatat di antaranya adalah pembengkakan, nyeri, suhu tubuh tinggi menyebabkan hipertermia, dan gatal di tempat suntikan.

Bentuk umum lainnya dilaporkan, meliputi kelemahan fisik atau kekurangan energi, malaise, demam, penurunan nafsu makan, sakit kepala, diare, hidung tersumbat, sakit tenggorokan, dan pilek.

Baca juga: Vaksin Corona Sputnik V yang Diketahui Sejauh Ini…

Tes menunjukkan bahwa pada hari ke-42 setelah vaksinasi, sukarelawan memiliki antibodi di bawah tingkat rata-rata.

Vaksin ini juga tidak diizinkan untuk mereka yang berusia di bawah 18 atau lebih dari 60 tahun, karena kurangnya penelitian sejauh ini tentang dampaknya.

Tidak disarankan untuk wanita hamil dan menyusui karena "khasiat dan keamanannya belum dipelajari."

Interaksi vaksin dengan obat lain dan efeknya terhadap kemampuan mengemudi kendaraan juga belum dipelajari, apakah mengganggu atau tidak.

Ini harus digunakan dengan "hati-hati" bagi mereka dengan berbagai kondisi termasuk penyakit kronis pada ginjal dan hati, diabetes, epilepsi, dan orang dengan riwayat stroke, penyakit pada sistem kardiovaskular, defisiensi imun, penyakit autoimun, reaksi alergi, atopi, dan eksim.

Peringatan lain berbunyi,"Tidak ada penawar khusus untuk obat itu. Risiko overdosis sangat rendah karena vaksinasi akan dilakukan oleh tenaga kesehatan terlatih."

"Tetapi jika terjadi overdosis yang tidak disengaja, reaksi toksik dan alergi mungkin terjadi."

Menurut dokumen vaksin Sputnik-V tersebut, vaksin juga sangat sensitif terhadap pengaruh luar dan harus disimpan dalam keadaan beku, pada suhu tidak lebih tinggi dari -18 derajat celcius.

Baca juga: AS Pesan 100 Juta Calon Vaksin Corona dari Moderna, Rp 22 Triliun Digelontorkan

Sebelum digunakan, harus disimpan pada suhu kamar, tetapi tidak lebih dari 30 menit.

Sebelum injeksi, Sputnik-V harus dikocok perlahan dulu untuk bercampur.

Kepala Institut Gamaleya, Alexander Gintsburg, mengatakan kepada Interfax, "Ketika kami menyelesaikan fase pasca-pendaftaran, yang baru kami mulai sekarang, kami secara hukum berhak menyerahkan dokumen untuk menguji vaksin ini pada anak-anak."

Namun, Fontanka mengatakan dokumentasi Gamaleya "tidak terlihat menggembirakan seperti pernyataan Vladimir Putin dan Menteri Kesehatan Mikhail Murashko."

Pengungkapan hari ini mengikuti gelombang kritik dari para ilmuwan atas pendaftaran vaksin virus corona tersebut yang tergesa-gesa, sebelum menjalani apa yang disebut uji coba Fase 3.

"Persetujuan jalur cepat tidak akan membuat Rusia menjadi yang terdepan dalam perlombaan, itu hanya akan membuat konsumen vaksin terkena bahaya yang tidak perlu," kata Asosiasi Organisasi Uji Klinis Rusia.

Putin mengatakan salah satu putrinya yang telah vaksinasi memiliki suhu tubuh 38 derajat celcius pada hari pertama injeksi vaksin, dan turun menjadi 37 derajat celcius sehari kemudian.

"Dia merasa sehat dan memiliki banyak antibodi," ucap Putin.

Baca juga: Rusia Klaim Temukan Vaksin Corona Pertama, Menkes AS: Kami Tidak Terpengaruh

Profesor Francois Balloux dari Institut Genetika Universitas College London, mengecam langkah Rusia tersebut.

"Ini keputusan yang sembrono dan bodoh. Vaksinasi massal dengan vaksin yang diuji secara tidak tepat adalah tidak etis," katanya.

Dia memperingatkan, "Masalah apa pun dengan kampanye vaksinasi Rusia akan menjadi bencana baik melalui efek negatifnya pada kesehatan, tetapi juga karena itu akan semakin menghambat penerimaan vaksin di masyarakat."

Menteri Kesehatan Jerman, Jens Spahn mengatakan hari ini bahwa vaksin Rusia belum cukup diuji.

"Bisa berbahaya untuk mulai memvaksinasi jutaan orang, jika tidak miliaran orang, terlalu dini karena itu bisa mematikan penerimaan vaksinasi, jika terjadi kesalahan, jadi saya sangat skeptis tentang apa yang terjadi di Rusia," kata Spahn kepada radio Jerman.

Baca juga: Ciptakan Vaksin Corona, Rusia juga Luncurkan Situs Resmi Vaksin Sputnik V

"Saya akan senang, jika kami memiliki vaksin awal yang bagus, tetapi berdasarkan semua yang kami ketahui, dan itulah masalah mendasar, yaitu bahwa Rusia tidak memberi tahu kami banyak tentang vaksin yang belum cukup diuji ini," tambahnya.

Menurutnya, fokus penemuan vaksin bukan tentang menjadi yang pertama, melainkan tentang bagaimana memiliki vaksin yang efektif, teruji, dan aman digunakan.

Putin memiliki dua anak perempuan dewasa dan dia tidak merinci putrinya yang mana yang divaksinasi, tetapi Otkrytie Media melaporkan bahwa itu adalah Ekaterina, yang dikenal sebagai Katerina Tikhonova.

Otkrytie Media mengklaim Ekaterina mendapatkan vaksinasi pada tahap paling awal perkembangan vaksin virus corona tersebut.

Katerina, 33 tahun, menggunakan nama belakang nenek dari pihak ibu, yang selama bertahun-tahun menyembunyikan identitasnya sebagai putri Putin.

Mantan penari akrobatik itu meraih gelar doktor dari Universitas Negeri Moskow yang bergengsi setelah menyelesaikan studi tentang membantu kosmonot dan pilot untuk menyesuaikan diri dalam kondisi sulit.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com