Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pandemi Virus Corona Pukul Telak Perjanjian Dagang AS-China

Kompas.com - 12/06/2020, 08:09 WIB
Aditya Jaya Iswara

Penulis

Sumber AFP

BEIJING, KOMPAS.com - Pandemi virus corona yang melanda dunia telah memukul telak perjanjian dagang antara Amerika Serikat (AS) dan China.

Akibat hubungan yang "sangat tidak memuaskan ini", penasihat senior pemerintah China menganjurkan Beijing dan Washington perlu melanjutkan komunikasi strategis.

Ketegangan AS-China semakin memanas tahun ini, sejak para petinggi kedua negara adu mulut tentang asal-usul virus corona.

Baca juga: Diancam China Pakai Ekonomi, Ini Jawaban PM Australia

Meski kedua negara telah berkomitmen memenuhi kesepakatan dagang, para pengamat mulai melihat adanya ketidakpastian.

Pembelian kedelai AS di China baru-baru ini menurun, dan AS juga mencatatkan penurunan impor dalam beberapa bulan pertama tahun ini.

Zhu Guangyao penasihat Dewan Negara China pada konferensi pers mengatakan, "Secara obyektif epidemi berdampak pada implementasi perjanjian ini."

"Tetapi dalam keadaan seperti itu, China telah menekankan bahwa kedua pihak harus bekerja sama," tutur Zhu yang juga mantan Wakil Menteri Keuangan China, dikutip dari AFP Kamis (11/6/2020).

Baca juga: Saudara George Floyd: Dia Tidak Pantas Mati karena 20 Dollar AS

Dalam perjanjian dagang ini, Beijing setuju mengimpor tambahan 200 miliar dollar AS (Rp 2,8 kuadriliun) untuk produk-produk AS selama dua tahun.

Para ekonom lalu mempertanyakan, apakah kesepakatan itu tetap dijalankan di tengah pandemi virus corona yang melanda dunia.

Para pejabat bulan kemudian mengatakan, "kemajuan baik" sedang dibuat untuk mewujudkan perjanjian itu.

Zhu melanjutkan, dia berharap negosiasi perdagangan tahap kedua akan menyentuh masalah struktural, menekankan bahwa hubungan erat antara dua poros ekonomi dunia ini berasal dari kerja keras selama puluhan tahun.

Baca juga: Pertama Kali, Trump Tunjuk KSAU AS dari Kulit Hitam

Ia juga mengatakan, "Pemutusan hubungan tidak akan terjadi, meski banyak orang memperkirakan akan terjadi."

Namun Zhu juga mengakui status hubungan AS-China saat ini "sangat tidak memuaskan, karena terputusnya komunikasi."

Menurutnya, AS dan China harus melanjutkan "komunikasi berkala" pada masalah-masalah utama.

Dia menambahkan, kedua pihak "harus melanjutkan komunikasi strategis di berbagai tingkatan termasuk dalam politik, diplomasi, dan ekonomi."

Baca juga: Akibat Insiden Rasialis, China Peringatkan Pelajarnya Sebelum Pilih Studi ke Australia

Sementara itu para penasihat Dewan Negara China tetap optimis terhadap pemulihan ekonomi negaranya.

Lin Huan seorang mantan wakil direktur sekolah perpajakan pada Kamis (11/6/2020) menerangkan, ia berharap China bangkit kembali pada kuartal kedua, dan untuk konsumsi meningkat pada kuartal ketiga jika pandemi telah stabil.

China mencatatkan kontraksi Produk Domestik Bruto (PDB) terburuk dalam tiga bulan pertama 2020.

Liu meyakini China "tidak menutup mata atas kemungkinan defisit fiskal atau stimulus yang lebih besar", tetapi juga tergantung pada efektivitas kebijakan moneternya.

Baca juga: Studi Sebut Virus Corona Ada di Wuhan Sejak Agustus 2019, Ini Respons China

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Label Musik Gugat Pembuat Lagu AI Suno atas Pelanggaran Hak Cipta

Label Musik Gugat Pembuat Lagu AI Suno atas Pelanggaran Hak Cipta

Global
Rute Penyelundupan Migran ke AS: Peran Jaringan 'Mama Afrika' (III)

Rute Penyelundupan Migran ke AS: Peran Jaringan "Mama Afrika" (III)

Internasional
Gadis-gadis Afghanistan Tuduh Taliban Lakukan Kekerasan Seksual dalam Penangkapannya

Gadis-gadis Afghanistan Tuduh Taliban Lakukan Kekerasan Seksual dalam Penangkapannya

Global
Serangan Teroris di Dagestan dan Masalah Radikalisme di Rusia

Serangan Teroris di Dagestan dan Masalah Radikalisme di Rusia

Internasional
Ibu di Inggris Rela Bunuh Kedua Anaknya Gara-gara Hal Sepele Ini

Ibu di Inggris Rela Bunuh Kedua Anaknya Gara-gara Hal Sepele Ini

Global
Semalam, 350 Balon Sampah Korea Utara Dikirim ke Selatan

Semalam, 350 Balon Sampah Korea Utara Dikirim ke Selatan

Global
234 Monyet Howler di Meksiko Mati akibat Gelombang Panas

234 Monyet Howler di Meksiko Mati akibat Gelombang Panas

Global
Mantan Intelijen: Benjamin Netanyahu Justru Menghancurkan Israel

Mantan Intelijen: Benjamin Netanyahu Justru Menghancurkan Israel

Global
Rute Baru Penyelundupan Migran ke AS: Nikaragua Jadi Tempat Transit (II)

Rute Baru Penyelundupan Migran ke AS: Nikaragua Jadi Tempat Transit (II)

Internasional
Perancis-Yordania Desak Israel Cabut Pembatasan Bantuan ke Gaza

Perancis-Yordania Desak Israel Cabut Pembatasan Bantuan ke Gaza

Global
Rangkuman Hari Ke-852 Serangan Rusia ke Ukraina: Rusia Serang Ukraina Timur | Peringatan Rusia bagi AS

Rangkuman Hari Ke-852 Serangan Rusia ke Ukraina: Rusia Serang Ukraina Timur | Peringatan Rusia bagi AS

Global
Kesalahan di Sistem Tekanan Udara, Korean Air Terjun Bebas 15 Menit, 17 Orang Terluka

Kesalahan di Sistem Tekanan Udara, Korean Air Terjun Bebas 15 Menit, 17 Orang Terluka

Global
[POPULER GLOBAL] Serbia Jual Amunisi ke Ukraina | Band Indonesia Tampil di Glastonbury

[POPULER GLOBAL] Serbia Jual Amunisi ke Ukraina | Band Indonesia Tampil di Glastonbury

Global
Ini Penyebab Banyaknya Korban Jiwa di Kebakaran Pabrik Baterai Korsel

Ini Penyebab Banyaknya Korban Jiwa di Kebakaran Pabrik Baterai Korsel

Global
China Disebut Bisa Ambil Alih Taiwan Tanpa Invasi

China Disebut Bisa Ambil Alih Taiwan Tanpa Invasi

Internasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com