Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Belanda Bayar Ganti Rugi Rp 168 Juta ke Anak Korban Kekejaman Kolonial

Kompas.com - 28/04/2020, 18:34 WIB
Aditya Jaya Iswara

Editor

DEN HAAG, KOMPAS.com - Belanda bersedia membayar ganti rugi 10.000 euro (Rp 168 juta) ke seorang pria lansia yang ayahnya menjadi korban kekejaman kolonial.

Bulan lalu Andi Monji (83) pergi ke Den Haag, Belanda, untuk bersaksi di depan pengadilan.

Ia masih berusia 10 tahun saat dipaksa melihat ayahnya dieksekusi oleh tentara Belanda.

Baca juga: Belanda Serahkan Tombak dan Keris Pusaka Jaman Perang Puputan Klungkung

"Ayahnya, Tuan Monjong, adalah satu dari lebih dari 200 orang yang dieksekusi mati saat pembantaian desa Suppa, 28 Januari 1947," kata pengacara Andi, Liesbeth Zegveld, kepada ABC.

Belanda sebelumnya pernah menolak membayar ganti rugi, dan secara resmi meminta maaf atas kekerasan brutal yang terjadi di Indonesia selama tahun 1940-an.

Banyak kekejaman yang dilakukan di sejumlah pulau saat Belanda menguasai Nusantara, hingga Presiden Soekarno memproklamasikan Negara Kesatuan Republik Indonesia pada 17 Agustus 1945.

Baca juga: Kronologi Penangkapan Aktivis Ravio Patra Versi Polisi dan Klarifikasi Kedubes Belanda

Pembantaian di desa Suppa

Upaya Belanda untuk merebut kembali Indonesia pada 1940-an disebut "tindakan pengawasan" terhadap "teroris" dan "ekstremis" nasionalis.

Menurut sejarawan Chris Lorenz, "Pemerintah Belanda pada awalnya mencoba untuk mewakili perang kolonial sebagai kelanjutan Perang Dunia II, yaitu perjuangan demokrasi Belanda melawan Jepang 'fasis'."

Namun pada kenyataannya, kekaisaran Belanda yang mulai melemah saat itu, mengobarkan perang sebagai upaya mendapatkan kembali Indonesia yang kaya sumber daya alam.

Baca juga: Kunjungan Raja dan Ratu Belanda ke Indonesia, Korban Pembantaian Westerling Beri Penolakan

Di Sulawesi, tepatnya Sulawesi Selatan, pasukan Belanda menggunakan "metode Westerling" yang brutal.

Tindakannya termasuk menyerbu desa-desa, memisahkan laki-laki dari perempuan dan anak-anak. Orang-orang yang diduga memiliki sikap anti-Belanda langsung dieksekusi.

Penyelidikan Belanda pada tahun 1950-an menemukan lebih dari 3.000 orang telah dibunuh selama 3 bulan, tapi Indonesia memperkirakan jumlah korban jauh lebih tinggi.

Kasus Andi bukan yang pertama kali ditangani oleh pengacara Liesbeth Zegveld.

Baca juga: Ini Pernyataan Kedubes Belanda soal Penangkapan Ravio Patra Bersama WN Belanda

"Kami telah berhasil mendapat ganti rugi dalam bentuk kerusakan moral bagi seorang perempuan Indonesia yang diperkosa tentara Belanda selama pembantaian desanya pada tahun 1949, serta seorang pria Indonesia yang disiksa saat ditangkap Belanda di 1947," katanya kepada ABC.

"Dulu, masa kolonial suatu negara seperti Belanda, dianggap sebagai sumber kebanggaan nasional," kata Liesbeth.

"Saya pikir penting bagi Belanda untuk memperhatikan masa lalu kolonialnya."

Baca juga: Viral Lukisan Roti Tawar Pakai Meses, Begini Sejarah Meses yang Berawal dari Belanda

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Warga Thailand Pakai Boneka Doraemon dalam Ritual Panggil Hujan, Kok Bisa?

Warga Thailand Pakai Boneka Doraemon dalam Ritual Panggil Hujan, Kok Bisa?

Global
Dokter Palestina Meninggal Usai Ditahan 4 Bulan di Penjara Israel

Dokter Palestina Meninggal Usai Ditahan 4 Bulan di Penjara Israel

Global
88 Anggota Kongres AS dari Partai Demokrat Desak Biden Pertimbangkan Setop Jual Senjata ke Israel

88 Anggota Kongres AS dari Partai Demokrat Desak Biden Pertimbangkan Setop Jual Senjata ke Israel

Global
Banjir Brasil, 39 Tewas dan 74 Orang Hilang

Banjir Brasil, 39 Tewas dan 74 Orang Hilang

Global
Turkiye Setop Perdagangan dengan Israel sampai Gencatan Senjata Permanen di Gaza

Turkiye Setop Perdagangan dengan Israel sampai Gencatan Senjata Permanen di Gaza

Global
Dirjen WHO: Rafah Diserang, Pertumpahan Darah Terjadi Lagi

Dirjen WHO: Rafah Diserang, Pertumpahan Darah Terjadi Lagi

Global
Cerita Dokter AS yang Tak Bisa Lupakan Kengerian di Gaza

Cerita Dokter AS yang Tak Bisa Lupakan Kengerian di Gaza

Global
Asal-usul Yakuza dan Bagaimana Nasibnya Kini?

Asal-usul Yakuza dan Bagaimana Nasibnya Kini?

Global
Hujan Lebat di Brasil Selatan Berakibat 39 Orang Tewas dan 68 Orang Masih Hilang

Hujan Lebat di Brasil Selatan Berakibat 39 Orang Tewas dan 68 Orang Masih Hilang

Global
Rangkuman Hari Ke-800 Serangan Rusia ke Ukraina: '150.000 Tentara Rusia Tewas' | Kremlin Kecam Komentar Macron

Rangkuman Hari Ke-800 Serangan Rusia ke Ukraina: "150.000 Tentara Rusia Tewas" | Kremlin Kecam Komentar Macron

Global
Hamas Sebut Delegasinya Akan ke Kairo Sabtu Ini untuk Bahas Gencatan Senjata di Gaza

Hamas Sebut Delegasinya Akan ke Kairo Sabtu Ini untuk Bahas Gencatan Senjata di Gaza

Global
[POPULER GLOBAL] Pelapor Kasus Boeing Tewas | Pria India Nikahi Ibu Mertua 

[POPULER GLOBAL] Pelapor Kasus Boeing Tewas | Pria India Nikahi Ibu Mertua 

Global
Saat Warga Swiss Kian Antusias Belajar Bahasa Indonesia...

Saat Warga Swiss Kian Antusias Belajar Bahasa Indonesia...

Global
Lulus Sarjana Keuangan dan Dapat Penghargaan, Zuraini Tak Malu Jadi Pencuci Piring di Tempat Makan

Lulus Sarjana Keuangan dan Dapat Penghargaan, Zuraini Tak Malu Jadi Pencuci Piring di Tempat Makan

Global
Bendungan di Filipina Mengering, Reruntuhan Kota Berusia 300 Tahun 'Menampakkan Diri'

Bendungan di Filipina Mengering, Reruntuhan Kota Berusia 300 Tahun "Menampakkan Diri"

Global
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com