Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Di Tengah Wabah Covid-19, Timur Tengah Bersiap Masuki Ramadhan

Kompas.com - 20/04/2020, 15:41 WIB
Ardi Priyatno Utomo

Penulis

Sumber AFP

RIYADH, KOMPAS.com - Dari pembatalan jamuan Iftar hingga penangguhan shalat di masjid, Muslim di seluruh Timur Tengah untuk bersiap Ramadhan suram di tengah pandemi Covid-19.

Bulan itu ditandai dengan puasa dari terbitnya fajar hingga tenggelam. Kemudian di malam harinya, keluarga berkumpul dan menikmati santapan petang.

Tetapi pada tahun ini, serangan Covid-19 membuat Ramadhan bakal terasa berbeda di Timur Tengah. Baik di Arab Saudi hingga Lebanon, serta negara konflik Yaman, Libya, dan Irak.

Baca juga: Pemuka Agama di Timur Tengah Beradaptasi demi Hadapi Virus Corona

Kekecewaan jelas terasa. Sebab, shalat tarawih tak bisa diadakan menyusul penutupan masjid untuk mencegah penularan virus corona.

Sejumlah otoritas negara, termasuk Grand Mufti Saudi, Abdulaziz al-Sheikh, menyerukan agar shalat selama Ramadhan hingga Id digelar di rumah saja.

"Hati kami menangis," sahut Ali Mulla, muazin di Masjidil Haram, Mekkah, sebagaimana dikutip oleh kantor berita AFP Senin (20/4/2020).

Mulla mengatakan, selama ini mereka melihat masjid penuh dengan jemaah sepanjang waktu, siang dan malam. "Saya merasa sakit di sini," ujar dia.

Dalam beberapa pekan terakhir, kekosongan menyelimuti Kabah, yang biasanya dipenuhi oleh puluhan ribu peziarah dari seluruh dunia.

Bulan puasa disebutkan sebagai waktu yang paling bagus untuk melakukan ziarah ke Mekkah, di mana otoritas Arab Saudi menangguhkannya Maret lalu.

Diprediksi haji, yang akan digelar pada akhir Juli, ada kemungkinan juga bakal ditangguhkan setelah Riyadh meminta umat Islam menunda persiapan.

Baca juga: Seperti Apa Dampak Wabah Virus Corona bagi Konflik Timur Tengah?

"Tak ada pesta, tak ada kunjungan"

Grand Mufti Yerusalem dan Palestina, Muhammad Hussein, juga mengumumkan sejumlah larangan kepada umat saat Ramadhan berlangsung.

Termasuk di antaranya adalah imbauan agar publik tidak mengamati bulan sabit, yang biasanya digunakan untuk memperkirakan dimulainya puasa.

Larangan tersebut juga sesuai dengan rekomendasi yang dikeluarkan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), berisi desakan agar masyarakat tak berkumpul dalam jumlah besar.

Larangan itu jelas akan menghantam sejumlah lini bisnis dengan keras, terutama kalangan pengecer yang melayani pembeli saat puasa.

Tahun ini, sebagian Muslim menggunakan anggaran untuk membeli persediaan masker, sarung tangan, atau alat pelindung dari Covid-19.

Baca juga: Pembantu Pemimpin Tertinggi Iran Meninggal karena Corona, Timur Tengah Hadapi Ancaman Tertinggi

Salah satunya adalah Younes, seorang pegawai toko pakaian di Damaskus, Suriah, yang mengaku menghabiskan uangnya untuk membeli Alat Perlindungan Diri (APD).

"Tahun ini, tidak ada perjamuan, tidak ada kunjungan. Saya pikir kami seperti terkepung oleh virus ini ke mana pun kami melangkah," tuturnya.

Pekan lalu, Iran mengizinkan sejumlah usaha di Teheran dibuka, meski menjadi negara yang paling parah terdampak di Timur Tengah.

Data statistik peemrintah menunjukkan sekitar 5.000 orang tewas karena wabah, dengan infeksi mencapai 80.000. Namun, jumlahnya diyakini lebih tinggi dari itu.

Pemimpin Tertinggi Ayatollah Ali Khamenei mengimbau warganya untuk shalat di rumah, seraya menekankan agar mereka tak mengebaikan ibadah selama pandemi.

Di Kairo, ibu kota Mesir, masih dijumpai pasar yang menampilkan dekorasi khas bulan puasa maupun lentera merah dikenal sebagai fawanees.

Dekorasi serupa biasanya menghiasi kafe dan restoran. Namun, tempat itu ditutup selama wabah, memberikan nuansa lebih tenang seiring semakin dekatnya bulan puasa.

Baca juga: Negara-negara di Timur Tengah ini Positif Terjangkit Virus Corona

Ilustrasi RamadhanWebneel Ilustrasi Ramadhan

"Berdoa dan bersedekah"

Terdapat beberapa saran agar Muslim tak diwajibkan melaksanakan ibadah puasa pada tahun ini berkenaan dengan wabah Covid-19, yang langsung ditolak.

Penolakan itu berpedoman pada meski pembatasan sosial masih dibutuhkan, virus itu tidak bisa menghalangi rukun iman keempat dalam Islam itu.

"Belum pernah ada penelitian mengenai risiko virus dengan berpuasa," tulis WHO dalam rilis rekomendasi yang diberikan.

Badan di bawah PBB itu menerangkan, warga sehat seharusnya tetap berpuasa seperti biasa. Sementara yang sakit bisa melakukannya atas petunjuk dokter.

Bagi mereka yang terjebak di rumah di negara konflik seperti Libya, Ramadhan masih menjadi momen untuk introspeksi, berdoa, dan bersedekah.

Karima Munir, bankir sekaligus ibu dua anak mengungkapkan, Ramadhan berarti jam kerja mereka lebih pendek, dan sudah dilakukan selama wabah.

"Ramadhan selalu tentang amal, dan tahun ini mereka yang membutuhkan jumlahnya lebih banyak, terutama perpindahan mereka dari perang," paparnya.

Baca juga: Lebanon Umumkan Kasus Pertama Virus Corona, Sudah 5 Negara Timur Tengah Tertular

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com