Itulah yang terjadi selama ratusan tahun, minimal 200 tahun belakangan ini. Negara-negara Barat yang kuat menaklukkan negara di Asia dan Afrika, mendudukinya, menguasainya dan menikmati kekayaannya.
Demikianlah era kolonialisme dan Imperialisme yang terjadi. Negara-negara yang kemudian merdeka, menjadi tidak sepenuhnya merdeka, karena ketergantungan terhadap negara “penjajah”nya tetap ada dalam format yang terlihat lebih “manusiawi”.
Negara bekas jajahan Inggris pun masih tetap terpelihara dalam ikatan “commonwealth of nation” atau negara persemakmuran.
Negara barat dengan kekuatannya dikenal kemudian sebagai ekspansionistis dengan sifatnya yang sangat mendominasi.
Tidak hanya sistem pemerintahan bernama demokrasi yang dikembangkan ke seluruh dunia, akan tetapi juga produk industri termasuk sampai dengan makanan.
Coca Cola, McDonald’s, dan Kentucky Fried Chicken adalah beberapa diantaranya. Singkat kata persepsi tentang kekuatan adalah identik dengan ekspansi dan dominasi.
Belakangan ini muncul sebuah perubahan yang sangat “mengkhawatirkan” dengan munculnya China sebagai kekuatan ekonomi baru.
Setiap negara dengan pertimbangan keamanan nasional, pasti akan mengembangkan kekuatan pertahanannya seiring dengan laju kemajuan pertumbuhan ekonominya.
Itulah yang terjadi dengan China. Nah, dengan persepsi ratusan tahun terhadap “western way of thinking” menjadi tidak aneh apabila kemudian banyak negara, terutama negara Barat sangat khawatir dengan apa yang tengah terjadi, China muncul sebagai negara yang kuat.
China bahkan sudah banyak yang meramalkan akan menjadi kekuatan baru “mengalahkan” Amerika Serikat sebagai “the super power”.
China dikhawatirkan akan menjadi negara kuat nomor 1 di dunia, dan tentu saja tidak mustahil akan melakukan tindakan ekspansionistis dan langkah-langkah yang mendominasi.
Pada titik inilah, seharusnya banyak pihak mengamati China dengan pemahaman rentang waktu ratusan tahun juga.
China memiliki sejarah dan budaya yang sangat jauh berbeda sebagai negara dengan negara Barat. China tidak pernah menduduki negara lain, menguasainya dan mendominasi seperti yang dilakukan oleh banyak negara Barat.
Jangankan ekspansi, China dengan sistem pemerintahan satu partai, menurut Prof Eric Li tidak pernah berusaha untuk mengembangkan sistem pemerintahan satu partai terhadap negara lain.
Prof Eric Li mengatakan bahwa China memahami benar sistem pemerintahan satu partai yang dikembangkan di China adalah “hanya” untuk China.
Berikutnya tentang “Chinese food” yang sangat terkenal di seluruh dunia, China tidak terpikir untuk mendominasinya.
Tidak ada merek dagang milik China untuk makanan mereka yang keren itu. Chinese food dibiarkan berkembang sendiri di se-antero dunia secara alami.
Tidak muncul merek dagang untuk Cap Cay, Mie Bakso dan lain-lain. China membuktikan dirinya tidak pernah mendominasi dan tidak ekspansionis.
Sebagai sebuah negara yang tengah berkembang menuju negara dengan kekuatan militer nomor 1 di dunia, sangat masuk akal bila sebagian besar negara menjadi khawatir.
Salah satu kekhawatiran negara Barat adalah terbentuknya pakta militer AUKUS, Australia UK dan US beberapa waktu lalu.
Sekali lagi itu semua adalah merupakan respons yang sangat wajar terjadi menyikapi munculnya kekuatan perang baru di China.
Respons yang berangkat dari apa yang banyak disebut sebagai “western way of thinking”, bahwa kekuatan militer yang “super” cenderung menggiring pada sifat yang ekspansif dan dominatif.
Dalam hal berkontribusi dalam menggalang upaya menuju perdamaian dan kesejahteraan dunia, seyogyanya para pihak tidak terburu-buru merespons kemajuan China dengan persepsi yang belum tentu benar adanya.
Untuk bersama-sama menuju perdamaian dunia perlu kiranya, semua pihak coba memahami dulu China sebagai negara yang memang tengah bergerak menuju negara “super power”, sebelum menyimpulkan persepsi sendiri yang hanya akan mengeruhkan suasana.
https://www.kompas.com/global/read/2021/09/22/203903370/cobalah-pahami-dulu-china-sebagai-negara-super-power