Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Ribuan Warga Thailand Kembali Blokade Jalan Tuntun Reformasi Monarki

Mereka menentang pihak berwenang Thailand, dalam unjuk rasa besar pertama sejak polisi menggunakan peluru karet terhadap para pengunjuk rasa selama akhir pekan.

Gerakan protes Thailand dimulai pada Juli 2020. Demonstrasi menyerukan pengunduran diri pemerintahan Perdana Menteri Prayut Chan-O-Cha dan penulisan ulang konstitusi yang ditulis ulang oleh militer.

Tetapi tuntutan paling kontroversial adalah untuk mereformasi monarki yang tidak tersentuh. Termasuk penghapusan undang-undang pencemaran nama baik kerajaan yang kejam.

Sejauh ini lebih dari 70 pengunjuk rasa dan pemimpin mahasiswa telah dituduh menghina monarki dan sekitar selusin ditahan di penjara.

Jika terbukti bersalah, mereka menghadapi hukuman penjara 15 tahun per dakwaan.

Pada Rabu (24/3/2021), pengunjuk rasa berkumpul di distrik perbelanjaan utama Bangkok. Mereka meneriakkan "lepaskan teman kita" dan "hapus 112", merujuk pada hukum lese majeste dalam hukum pidana Thailand yang melindungi monarki dari kritik.

Sebuah panggung di tengah jalan memiliki spanduk besar bertuliskan "Reformasi Monarki." Sementara puluhan demonstran memegang foto para tahanan dan menempelkannya di rambu-rambu jalan.

"Tidak peduli berapa banyak teman kami yang ditangkap - 10 atau seratus - kami tidak akan berhenti melakukan unjuk rasa," kata Benja Apan, salah satu pemimpin protes yang menghadapi beberapa tuduhan pencemaran nama baik kerajaan, kepada kerumunan pengunjuk rasa.

"Itu tidak bisa menghentikan semangat kita. Kita akan bertarung bersama. Alangkah baiknya jika teman kita bisa keluar bersama kita."

Kehadiran banyak polisi, termasuk regu anti huru hara, diterjunkan di sekitar unjuk rasa pada sore hari.

Menjelang unjuk rasa, wakil juru bicara Kepolisian Nasional Kissana Phathanacharoen memperingatkan protes itu ilegal karena pembatasan virus corona, dan petugas akan "menegakkan hukum selangkah demi selangkah".

Pada Sabtu (20/3/2021), polisi Thailand menggunakan meriam air dan peluru karet di luar Grand Palace Bangkok setelah para pengunjuk rasa menerobos barikade peti kemas.

Dua puluh pengunjuk rasa dan 13 petugas polisi terluka dalam bentrokan itu, menurut pusat darurat setempat. Sementara pihak berwenang mengatakan 20 orang ditangkap dan tujuh telah didakwa dengan lese majeste.

Seniman Bangkok Chanaradee yang turut serta dalam unjuk rasa Rabu di persimpangan Ratchaprasong - mengatakan dia tidak gentar dengan taktik polisi.

Sebaliknya, dia marah tentang penggunaan kekerasan yang meningkat secara "brutal." Bahkan ayahnya yang berusia 70 tahun terluka saat lari dari peluru karet.

"Saya sangat kecewa dan sedih. Ayah saya pergi ke gerombolan itu sendirian (pada Sabtu) ... dia melukai dirinya sendiri. Dia terjatuh," katanya kepada AFP.

Wanita 26 tahun itu menambahkan bahwa ayahnya telah mengambil bagian dalam demonstrasi pro-demokrasi sejak 1973. Saat itu pemberontakan mahasiswa besar-besaran juga terjadi melawan seorang diktator militer.

Fakta "dia masih perlu melakukannya (hari ini) menunjukkan Thailand tidak ke mana-mana," kata Chanaradee. Bedanya, kata dia, unjuk rasa kali ini yang berada dalam gerakan pro-demokrasi saat ini dapat berbicara tentang reformasi kerajaan.

"Kami membuat kemajuan. Penting agar kami tetap berharap."

https://www.kompas.com/global/read/2021/03/25/061709170/ribuan-warga-thailand-kembali-blokade-jalan-tuntun-reformasi-monarki

Terkini Lainnya

Kapal AL Italia Tembak Drone di Laut Merah, Diduga Milik Houthi

Kapal AL Italia Tembak Drone di Laut Merah, Diduga Milik Houthi

Global
Rusia Jatuhkan 6 Rudal ATACMS Buatan AS yang Diluncurkan Ukraina

Rusia Jatuhkan 6 Rudal ATACMS Buatan AS yang Diluncurkan Ukraina

Global
Rusia Terus Serang Kharkiv Ukraina, Warga Semakin Tertekan dan Gelisah

Rusia Terus Serang Kharkiv Ukraina, Warga Semakin Tertekan dan Gelisah

Global
Universitas Columbia AS Mulai Jatuhkan Skors ke Mahasiswa Pedemo Pro-Palestina

Universitas Columbia AS Mulai Jatuhkan Skors ke Mahasiswa Pedemo Pro-Palestina

Global
Netanyahu: Israel Akan Serang Rafah dengan atau Tanpa Gencatan Senjata

Netanyahu: Israel Akan Serang Rafah dengan atau Tanpa Gencatan Senjata

Global
Peringati 75 Tahun Hubungan Bilateral, AS-Indonesia Luncurkan Kunjungan Kampus dan Kontes Fotografi

Peringati 75 Tahun Hubungan Bilateral, AS-Indonesia Luncurkan Kunjungan Kampus dan Kontes Fotografi

Global
Menlu Inggris: Hamas Ditawari Gencatan Senjata 40 Hari

Menlu Inggris: Hamas Ditawari Gencatan Senjata 40 Hari

Global
Mengapa Angka Kelahiran di Korea Selatan Terus Menurun?

Mengapa Angka Kelahiran di Korea Selatan Terus Menurun?

Internasional
Restoran Ini Buat Tantangan Santap Sayap Ayam Super Pedas, Peserta Wajib Teken Surat Pernyataan

Restoran Ini Buat Tantangan Santap Sayap Ayam Super Pedas, Peserta Wajib Teken Surat Pernyataan

Global
Kesaksian Perempuan yang Disandera 54 Hari di Gaza: Bunuh Saja Saya Secepatnya

Kesaksian Perempuan yang Disandera 54 Hari di Gaza: Bunuh Saja Saya Secepatnya

Internasional
India Tangguhkan Lisensi Belasan Produk Obat Tradisional dari Guru Yoga Populer

India Tangguhkan Lisensi Belasan Produk Obat Tradisional dari Guru Yoga Populer

Global
Perlakuan Taliban pada Perempuan Jadi Sorotan Pertemuan HAM PBB

Perlakuan Taliban pada Perempuan Jadi Sorotan Pertemuan HAM PBB

Global
Rudal Hwasong-11 Korea Utara Dilaporkan Mendarat di Kharkiv Ukraina

Rudal Hwasong-11 Korea Utara Dilaporkan Mendarat di Kharkiv Ukraina

Global
Blinken Desak Hamas Terima Kesepakatan Gencatan Senjata Israel

Blinken Desak Hamas Terima Kesepakatan Gencatan Senjata Israel

Global
Status Mahasiswa Pro-Palestina di Universitas Columbia Terancam Ditangguhkan

Status Mahasiswa Pro-Palestina di Universitas Columbia Terancam Ditangguhkan

Global
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke