KOMPAS.com - Setidaknya dibutuhkan sebanyak 7 planet seperti bumi untuk bisa mempertahankan tingkat konsumsi pangan di negara-negara G20.
Jerman dan Amerika Serikat (AS) adalah dua negara besar yang paling 'rakus' berdasarkan laporan pangan terbaru.
Konsumsi pangan negara-negara yang tergabung dalam G20 dinilai terlalu boros dan buruk dalam neraca emisi karbon.
Laporan yang mengunggah pernyataan itu berasal dari organisasi lingkungan World Wildlife Fund (WWF) pada Kamis (16/7/2020) di Paris, Perancis.
Laporan yang diberi judul 'Diet for a Better Future' (Diet untuk Masa Depan yang Lebih Baik) itu mengungkap bahwa di antara negara anggota G20 hanya Indonesia dan India yang konsumsi pangannya cukup rendah untuk mencapai target iklim Paris.
Yaitu membatasi pemanasan global pada kisaran 1,5 derajat Celsius.
"Laporan ini jelas menunjukkan bahwa konsumsi pangan di negara-negara G20 tidak berkelanjutan, dan akan membutuhkan hingga 7,4 Bumi jika diadopsi secara global," kata Joao Campari dari WWF.
Argentina, Brasil, Kanada, Jerman, dan Amerika Serikat adalah contoh negara-negara yang secara berlebihan melampaui tingkat emisi karbon terkait pangan yang berkelanjutan.
Sebagian besar, berdasarkan laporan itu karena tingginya konsumsi daging dan produk susu.
Emisi karbon dari konsumsi pangan negara-negara G20, yang mencakup sekitar 64 persen dari populasi dunia, saat ini menciptakan 75 persen dari total emisi terkait pangan global.
"Saat ini, orang-orang di beberapa negara mengonsumsi terlalu banyak makanan yang salah dengan mengorbankan seluruh dunia," kata Brent Loken, direktur pangan global di WWF dan penulis utama laporan itu.
"Pola makan yang tidak seimbang di segelintir negara kaya ini "merugikan iklim, kesehatan dan ekonomi," tambahnya.
Sebuah organisasi nirlaba yang berbasis di Oslo, EAT yang menyusun laporan penelitian tersebut.
Mereka juga telah memimpin penelitian kesehatan serta perubahan iklim dan menilai pola pangan negara-negara G20 serta memproyeksikan jejak karbon konsumsi pangan tersebut.
Produksi pangan berkelanjutan dapat turut mencegah pandemi
"Namun kabar baiknya adalah bahwa ada banyak pemerintahan, bisnis dan warga negara yang dapat melakukan (diet) sekarang untuk mewujudkan hal ini, membangun tindakan-tindakan untuk membawa situasi win-win bagi semua," kata Profesor Corinna Hawkes, direktur Pusat Kebijakan Pangan dari London University.
“Masalah makanan yang terbuang, menjadi sangat penting di antara negara-negara terkaya di dunia!", kata penulis utama laporan itu, Brent Loken, yang menambahkan bahwa negara-negara kaya saat ini terlalu banyak membuang makanan.
"Makanan yang kita konsumsi dan bagaimana kita memproduksinya juga merupakan pendorong utama dalam munculnya virus mematikan seperti Covid-19. Pergeseran ke arah diet sehat dan berkelanjutan akan mengurangi risiko pandemi di masa depan," tambah Brent Loken.
Daging dan produk susu merupakan beberapa makanan yang paling tidak berkelanjutan namun sering dikonsumsi di negara-negara G20.
Banyak negara juga teridentifikasi memiliki pola konsumsi yang jauh melebihi rekomendasi diet ramah lingkungan.
Jerman misalnya merekomendasikan konsumsi 50 gram daging merah sehari, namun konsumsi rata-rata yang sebenarnya adalah hampir 110 gram, atau lebih dua kali lipat di atas rekomendasi nasional, bahkan hampir empat kali lipat di atas rekomendasi global yaitu maksimal 28 gram sehari.
Brent Loken mengatakan, pola konsumsi pangan adalah salah satu sektor yang menentukan untuk membatasi emisi karbon, dan dapat dimanfaatkan untuk “mendorong transformasi yang sangat dibutuhkan menuju pola makan yang lebih sehat dan berkelanjutan, dan pada akhirnya, sistem pangan yang lebih tangguh."
https://www.kompas.com/global/read/2020/07/18/133400570/jika-dunia-serakus-penduduk-g20-butuh-7-planet-untuk-membuat-kenyang