Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

P2G Tolak Penggunaan Dana BOS Sekolah untuk Program Makan Siang Gratis

Kompas.com - 03/03/2024, 10:30 WIB
Sandra Desi Caesaria,
Ayunda Pininta Kasih

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Penerapan program makan siang gratis yang dijanjikan pasangan calon presiden dan wakil presiden Prabowo-Gibran dianggap Perhimpunan Pendidikan dan Guru atau P2G terlalu terburu-buru.

Kepala Bidang Penelitian dan Pengembangan (Litbang) P2G, Feriyansyah menyatakan Seharusnya perlu ada kejelasan dari Tim Kampanye Nasional (TKN) paslon 02 bagaimana detail rencana kebijakan ini, sehingga informasi ke publik tidak parsial seperti terjadi sekarang.

Saat ini, rencana makan siang gratis bakal menggunakan dana Bantuan Operasional Sekolah atau BOS untuk realisasinya. Namun, P2G menolak keras program ini mengambil dana dari BOS.

Baca juga: Wujudkan Sekolah Sehat, Kemendikbud Luncurkan Roadmap Sanitasi Sekolah

Feriansyah mengatakan, TKN paslon 02 hendaknya melakukan dialog terbuka secara objektif, jujur, dan transparan dengan masyarakat sipil dan akademisi.

"Bagi siswa Indonesia ini kabar baik karena ada jaminan mereka pasti mendapatkan makan di sekolah. Namun ini adalah janji dari pasangan Calon Presiden yang belum dinyatakan menang oleh KPU," ungkap Feri, dilansir dari rilis P2G.

Ia mengatakan, memang saat ini ada sejumlah negara yang menerapkan makan siang gratis.

Tetapi juga tidak menutup kemungkinan, program ini bisa gagal. Ia mencontohkan program ini sempat gagal di Amerika Serikat.

“Di Amerika Serikat awal tahun 2020, program makan siang gratis di sekolah gagal bukan karena pandemik. Tapi karena para siswa tidak mengambil jatah makan siang gratis. Ternyata label makan siang gratis hanya untuk orang miskin, membuat anak-anak memilih tidak makan dan program ini ditutup di beberapa sekolah," kata dia berdasarkan data yang dimilikinya.

Baca juga: Kisah Ulfah, Tabung Uang KIP Kuliah buat S2, Lulus Raih IPK 4,0 di UB

Feri menyatakan bahwa kebijakan ini harus dilakukan secara hati-hati dan mempertimbangkan kondisi lapangan. Misal di negara Uni Eropa, penerapannya berbeda-beda.

"Tentunya ini harus bisa kita hindari jika program ini dijalankan nanti," pesan Feri.

Seperti negara Belanda dan Denmark, keduanya tidak menerapkan makan siang gratis dan tidak masalah untuk mereka.

"Yang menerapkan makan siang gratis seperti negara Finlandia, Estonia, Swedia, Latvia, dan Lithuania. Namun, masing-masing negara tersebut berbeda pendekatannya," tambahnya.

Ia mencontohkan negara Finlandia, yang menemukan bahwa pada akhir pekan anak-anak kurang asupan gizi sehingga setiap hari senin ada 20 persen tambahan daripada hari lain.

“Jadi rencana program ini tidak bisa didiskusikan serampangan, tanpa mengkalkulasikan mulai dari sumber anggaran, teknis, produksi, skema distribusi, partisipasi publik dan sebagainya,” kata Feri.

Indonesia bisa contoh India

Feriyansyah juga menekankan bahwa di berbagai negara, konsep makan siang gratis untuk anak sekolah sebetulnya merupakan kebijakan yang sudah lazim.

"Kita perlu memperhatikan negara-negara yang sudah menerapkannya dan menghindari masalah-masalah yang potensial dari kebijakan makan siang gratis di sekolah. Harus hati-hati dan tidak gegabah," tambah Feri.

Feri mencontohkan makan siang gratis di India, bisa menjadi contoh sukses.

“Misal, India setelah menerapkan program makan siang gratis, berhasil menurunkan angka stunting hingga 22 persen dalam 11 tahun. PDB per kapita dari 442 dollar menjadi 2238 dollar, dan pertumbuhan PDB dari 0,24 persen menjadi 9.05 persen," ungkapnya.

Baca juga: Beasiswa bagi Guru ke Jepang 2023, Uang Saku Rp 16 Juta Per Bulan

Belajar dari India, seharusnya makan siang gratis tidak sebatas program jangka pendek namun menjadi hak konstitusional yang melekat pada anak usia sekolah.

“Mahkamah Konstitusi di India memberikan mandat kepada siapapun perdana menteri dan gubernur di India bahwa makan siang gratis harus terus dijalankan dengan kandungan 300 kalori dan 8-12 gram protein," imbuhnya.

Selain itu, masalah lain yang harus dipertimbangkan ialah bagaimana teknis, kesiapan fasilitas penunjang seperti cafetaria dan pengawasan standar gizi untuk tiap sekolah.

“Ini harus koordinasi dinas kesehatan, BPOM, dan Pemda setempat," katanya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com