Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 09/02/2023, 08:43 WIB
Dian Ihsan

Penulis

KOMPAS.com - Peneliti Pusat Kajian AntiKorupsi (Pukat) Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (UGM), Yuris Rezha Kurniawan mengatakan, saat ini terjadi kemunduran pemberantasan korupsi akibat lemahnya pengawasan dan penegakan hukum bagi para pelaku tindak pidana korupsi.

Hal itu ditandai dengan menurunnya Indeks Korupsi Indonesia menjadi 34 pada 2022 dari 38 pada 2021. Dengan demikian menempatkan Indonesia kini berada di posisi 110 dari 180 negara di dunia.

Baca juga: 15 Perguruan Tinggi Terbaik Indonesia Versi Webometrics 2023

Padahal, di tahun sebelumnya dari laporan Transparency International, Indonesia berada di peringkat 96.

Menurut dia, anjloknya IPK Indonesia merupakan kemunduran dalam sejarah pemberantasan korupsi pasca reformasi.

Kemunduran pemberantasan korupsi ini juga disebabkan kekeliruan pemerintah dan DPR dalam merancang strategi pemberantasan korupsi.

"Terlihat dari pelemahan KPK lewat revisi UU KPK dan pengisian pimpinan yang bermasalah memiliki andil yang cukup besar terhadap penurunan IPK," ucap Yuris dalam keterangannya dikutip dari laman UGM, Kamis (9/2/2023).

Jika melihat ke belakang, kata Yuris, berdirinya KPK di awal tahun 2000-an memiliki dampak yang cukup positif dengan mengatrol IPK dari tahun ke tahun.

"Sebaliknya, pasca KPK dibredel, mulai ada penurunan IPK. Karena tidak ada lagi lembaga pengawas yang ditakuti oleh pejabat di level elite," tegas dia.

Selain itu yang perlu dicermati, tren penurunan IPK Indonesia itu berasal dari masifnya korupsi politik dan dunia bisnis.

Korupsi yang melibatkan pejabat di level elite dalam penyusunan kebijakan. Sungguh sangat disayangkan, pengawasan di sisi ini tidak disentuh sama sekali.

"Memang, pemerintah sudah mengupayakan pencegahan korupsi melalui digitalisasi atau kemudahan perizinan. Namun, saya merasa itu formulasi yang keliru karena hanya dapat menyasar pada level korupsi kecil-kecilan," tuturnya.

Dia berpandangan, korupsi politik dan korupsi kebijakan di level pejabat tinggi selama ini tidak tersentuh.

Baca juga: Universitas Indonesia Sediakan 10.159 Kursi di 5 Jalur Masuk 2023

Oleh karena itu, beberapa kasus korupsi akhir-akhir ini menunjukan bagaimana pembuatan kebijakan di level nasional dengan sangat mudah diatur berdasarkan relasi bisnis para pejabatnya.

"Anehnya, fenomena ini justru terjadi saat pemerintah sedang menggenjot investasi besar-besaran. Tentu ini juga patut dipertanyakan, apakah mungkin ada investor melakukan investasi di negara dengan tingkat korupsi politik yang semakin memburuk," jelas Yuris.

Terkait soal penegak hukum, menurutnya, bangsa Indonesia masih memiliki problem serius.

Halaman:


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com