Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Waode Nurmuhaemin
Penulis

Praktisi pendidikan, penulis buku dan novel pendidikan

Begitu Sulit Jadi Guru Honorer

Kompas.com - 09/11/2022, 11:05 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

DALAM dunia guru, kasta terendah ditempati guru honorer, level dua oleh guru PPK, dan level tertinggi ditempati oleh guru ASN bersertifikasi.

Guru honorer di sekolah kerap kali dipandang sebelah mata. Maklum saja status mereka di sekolah mengambang dan tidak jelas. Padahal kompetensi mengajarnya sama saja dengan guru-guru dengan dua kategori di atas.

Gaji guru honorer juga tidak usah ditanya lagi. Di daerah minim anggaran, gaji guru honorer hanya sekitar Rp 300.000. Bahkan ada yang lebih rendah dengan sistem perhitungan jam, yakni Rp 6.000 per satu jam mengajar.

Jelas saja gaji mereka sangat jauh di bawah upah minimum daerah manapun. Kerap kali guru honorer memilih mundur, mencari pekerjaan lain ketimbang jadi guru.

Realistis, dengan harga kebutuhan pokok yang melambung tinggi setelah kenaikan harga BBM, gaji Rp 300.000 itu bisa buat apa?

Berkaca kepada Malaysia

Di Malaysia, rekrutmen guru disiapkan sejak di bangku universitas. Untuk menjaga mutu guru dan daya serap tamatan keguruan, dilakukan pendataan berapa jumlah kekurangan guru.

Kuota itu akan dibagi-bagi ke universitas pengelola guru untuk merekrut mahasiswa keguruan sesuai proyeksi kebutuhan guru.

Di Malaysia hanya kampus-kampus negeri yang boleh menyelenggarakan sekolah untuk calon guru.

Di Indonesia model pemikiran seperti itu belum nampak. Semua kampus bebas membuka sebanyak-banyaknya penerimaan calon mahasiswa guru, akibatnya jumlah tamatan jurusan keguruan melimpah bagaikan cendawan di musim hujan.

Melimpahnya calon-calon tenaga guru ini, tidak berbanding dengan ketersediaan jumlah sekolah. Sehingga jadilah guru-guru honorer yang baru wisuda mengajar di sekolah mana saja dengan gaji seadanya, dengan pola kerja wajib datang setiap hari.

Ketika tuntutan perut tidak bisa lagi kompromi, guru-guru honorer itu alih profesi di luar guru. Banyak memilih jadi ojol, meskipun dengan hati perih mengingat gambaran manis semasa kuliah untuk menjadi guru ternyata berbenturan dengan kenyataan pahit di lapangan.

Datang dan perginya guru honorer, silih berganti di sekolah-sekolah yang tidak tersentuh guru ASN, akan membuat wajah pendidikan menjadi semakin centang perenang.

Maklum saja jika diajar oleh guru yang berbeda-beda setiap waktu, maka akan ada keterputusan materi, yang dimulai lagi dengan gaya mengajar berbeda oleh guru honorer lain.

Tidak semua sekolah ada guru ASN, terutama di daerah-daerah terpencil dan sekolah swasta.

Guru-guru ASN tersentralisasi di kota-kota. Tidak banyak guru ASN yang mau ditempatkan di sekolah-sekolah terpencil minim fasiltas. Di sinilah guru honorer mengambil peran, berjibaku mencerdaskan anak-anak bangsa yang haus ilmu pengetahuan.

Peluang guru honorer di Kurikulum Merdeka

Pada awal-awal kemunculannya, kurikulum merdeka dituding mengadopsi kurikulum Inggris, Q Stage. Namun hal itu dibantah oleh bapak Anindio kepala Litbang dan Kurikulum Kemedikbudrisek yang mengatakan kurikulum merdeka banyak terinspirasi dari kurikulum-kurikulum di negara maju, bukan hanya Inggris.

Kurikulum Merdeka sudah diterapkan di 2.500 sekolah penggerak dan diklaim berhasil sehingga bisa diterapkan di semua sekolah mulai dari Miangas hingga Pulau Rote.

Inti dari Kurikulum Merdeka adalah pembelajaran berdiferensiasi. Artinya, guru bisa mengajar dengan semua model kemampuan siswa setelah siswa diberikan asesmen diagnostic untuk melihat kemampuan masing-masing.

Jumlah siswa di Indonesia mencapai angka 45 juta siswa dengan jumlah guru sebanyak 3,31 juta orang.

Karena kurikulum ini mengacu di negara-negara maju, bagaimana model guru mengajar di negara maju? Berapa jumlah siswa dalam satu kelas di negara maju?

Hal ini penting, mengingat kelebihan Kurikulum Merdeka salah satunya adalah pembelajaran berdiferensiasi.

Apa bisa terlaksana dengan jumlah 40 siswa dalam satu kelas? Idealnya adalah 20 orang dalam satu kelas. Bukankah begitu model kelas di negara-negara maju?

Itu artinya sekolah wajib memastikan satu rombel diisi oleh 20-an siswa. Otomatis jumlah rombel akan bertambah dan jumlah guru pun harus ditambah.

Tambahan lagi ada proyek P5 yang harus dilaksanakan. Seharusnya pelaksanaan kurikulum merdeka bukan hanya model asal jadi, dilaksanakan hanya sebagai formalitas.

Cobalah berkunjung ke sekolah-sekolah, bagaimana pelaksanaan Kurikulum Merdeka? Apa ada asesmen diagnostic?

Untuk sekolah-sekolah mahal dan unggul di Jawa, saya percaya bisa terlaksana. Namun Indonesia bukan hanya Jawa, bukan?

Kalau mau kurikulum ini bisa dilaksanakan di sekolah-sekolah di seluruh Indonesia dengan baik, maka persiapkan infrastrukturnya, terlebih kecukupan gurunya.

Mahasiswa-mahasiswa keguruan perlu diberi peluang menerpakan ilmunya di sekolah. Pemerintah harus segera membuat regulasi untuk menggaji guru honorer yang bukan PPK minimal Rp 1.000.000 per bulan. Lebih manusiawi meskipun belum bisa untuk hidup.

Mengaji guru honorer Rp 300.000, bahkan di bawah itu adalah bentuk pelecehan terhadap profesi guru. Dengan gaji teramat minim, kemudian mengharapkan model pendidikan kelas dunia?

Saat ini pendidikan Indonesia menjadi sedikit terdistorsi, pihak pengambil kebijakan seolah-olah hanya berfokus pada aplikasi untuk mengukur keberhasilan pendidikan.

Ketika banyak yang menanyakan pembangunan SDM berkelanjutan, maka yang dipamer adalah jumlah like dan share serta jumlah donwload aplikasi-aplikasi tersebut. Mana konsep pembangunan pendidikan berkelanjutan?

Saat ini, dunia pendidikan riuh dengan banyak polemik, terlebih lagi tim bayangan untuk membuat aplikasi-aplikasi tersebut yang baru ketahuan.

Mana cetak biru pendidikan? Road Map pembangun pendidikan? Prioritaskan kesejahteraan guru-guru honorer.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com