Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Tirta Akdi Toma Mesoya Hulu
Pengajar IT dan Penulis Novel

Pengajar IT dan Penulis Novel. Pengajar senior di CEP-CCIT Fakultas Teknik Universitas Indonesia. Alumni Fasilkom Universitas Indonesia. Mantan Coordinator Volunteer Asian Para Games 2018 dan Penyiar Radio.

Telah menekuni hobi menulis sejak 2011 dan telah menulis sejumlah novel di beberapa platform digital, memiliki kegemaran memperhatikan tren di sosial media terutama yang berkaitan dengan sudut pandang generasi milenial dan Gen-Z.

Fenomena di Balik Slogan “Enggak Bisa Bahasa Inggris”

Kompas.com - 10/02/2022, 13:11 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

KITA semua tahu bahwa Bahasa Inggris adalah bahasa internasional yang tentunya akan sangat membantu perjalanan karier seseorang.

Akan tetapi, masih banyak ditemukan orang-orang yang takut untuk menggunakan bahasa Inggris dan pada akhirnya berdiam pada posisinya tersebut dan melindungi diri dengan slogan “Enggak Bisa Bahasa Inggris” yang masih marak jadi lelucon di media sosial.

Terdapat banyak sudut pandang dari fenomena ini. Salah satunya adalah rasa takut untuk memulai atau sekadar mencoba membiasakan diri dengan bahasa Inggris yang memiliki pola begitu berbeda dengan struktur bahasa Indonesia.

Dari sisi mereka yang masih memiliki kemampuan terbatas dalam berbahasa Inggris, kebanyakan dari mereka mengaku terlalu minder untuk menggunakan bahasa Inggris, seperti takut dikoreksi atau dikritik karena pengucapan atau penyusunan kata yang salah.

Secara tidak langsung, hal ini menjadi batu hambatan yang membuat seseorang enggan untuk berkembang dan stuck pada keterbatasan berbahasa Inggris yang mereka miliki.

Perkembangan teknologi informasi saat ini mengizinkan seseorang untuk mengekspresi diri secara bebas.

Banyak ditemui para pakar bahasa Inggris “dadakan” yang mengajarkan struktur dan pengucapan bahasa Inggris yang baik dan benar di berbagai platform.

Bukan sekadar itu, mereka bahkan buru-buru memperkenalkan bahasa slang yang sering digunakan oleh orang-orang di negara dengan bahasa Inggris sebagai bahasa ibu, seperti Amerika Serikat dan Inggris.

Lantas, apakah hal itu salah? Tidak, sama sekali tidak.

Permasalahan sebenarnya adalah loncatan yang terlalu besar dan pemilihan wadah yang kurang tepat bagi mereka yang baru akan memulai untuk belajar atau membiasakan diri dengan bahasa Inggris.

Sebagai contoh, di salah satu platform media sosial, ketika seseorang mencoba untuk menulis komentar dalam bahasa Inggris, bisa dipastikan akan muncul para pakar dadakan tadi untuk mengoreksi dari segi penulisan atau pemilihan kata.

Bahkan salah pengetikan pun ikut jadi bahan ejekkan. Ya, bahan ejekan.

Hal ini tentunya membuat mereka yang baru belajar akan merasa minder dan takut untuk mencoba kembali.

Padahal, sebelum kita bisa melakukan sesuatu, ada proses yang harus dilalui di belakangnya, termasuk dalam hal mampu berbahasa Inggris.

Fenomena ini terasa sangat miris mengingat yang paling gencar melakukan kritik adalah mereka yang juga masih dalam tahap belajar dan pernah melalui proses sama.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com