Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 18/09/2021, 09:19 WIB
Yohanes Enggar Harususilo

Penulis

 

KOMPAS.com - Perkumpulan Sekolah SPK (Satuan Pendidikan Kerjasama) Indonesia secara tegas menolak wacana pengenaan PPN (Pajak Pertambahan Nilai) pada sekolah-sekolah SPK. 

"Kami, Perkumpulan Sekolah SPK Indonesia menyatakan keberatan dan penolakan atas pengenaan PPN pada Satuan Pendidikan," tegas Haifa Segeir, Ketua Perkumpulan Sekolah SPK Indonesia melalui rilis resmi (17/9/2021).

Haifa Segeir yang juga merupakan Ketua Yayasan SPK New Zealand School Jakarta menyampaikan, Perkumpulan Sekolah SPK Indonesia telah mengirimkan surat resmi dengan Nomor: 112/PSSI/E/IX/2021 terkait keberatan ini kepada Menkeu, Mendikbud Ristek dan Dirjen Pajak.

Haifa menambahkan, surat keberatan tersebut juga ditembuskan kepada Presiden RI, Komisi X DPR RI serta Menko PMK.

Mengutip surat keberatan tersebut, ada beberapa alasan yang menjadi keberatan pihak Perkumpulan Sekolah SPK Indonesia atas wacana pengenaan PPN terhadap sekolah SPK:

1. Tidak sejalan amanat pasal 31 UUD 1945

Haifa Segeir menilai, pengenaan PPN kepada institusi pendidikan tidak sejalan dengan amanat UUD 1945 pasal 31 ayat 1 dan 2 di mana disebutkan bahwa “(1) Setiap warga negara berhak mendapat pendidikan. (2) Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya.”

Berdasarkan hal tersebut, lanjut Haifa, sudah sepatutnya pemerintah mendorong meratanya akses pendidikan (berkualitas) untuk semua kalangan.

Baca juga: Menurut Sri Mulyani, Sekolah dan Layanan Kesehatan Ini akan Kena PPN

 

Dengan mengenakan PPN, lanjutnya, akan membuat pendidikan (berkualitas) menjadi semakin tidak terjangkau semua kalangan dan tidak memberikan hak warga negara untuk mendapatkan akses atas pendidikan (berkualitas).

"Perlu kami informasikan di sini bahwa sebagian besar siswa siswi yang bersekolah di SPK adalah siswa siswi warga negara Indonesia. Hanya sebagian kecil SPK yang memiliki siswa siswi asing yang lebih banyak daripada siswa siswi warga negara Indonesia," ungkap Haifa.

2. SPK berada dalam sistem pendidikan nasional

Dalam kesempatan sama, Haifa menjelaskan, SPK merupakan satuan pendidikan yang berada dalam Sistem Pendidikan Nasional sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 5 Ayat 1 Permendikbud 31 Tahun 2014 dimana SPK WAJIB memenuhi 8 standar nasional Pendidikan dan secara berkala menjalani proses akreditasi yang dilakukan oleh Badan Akreditasi Nasional.

"Oleh karenanya asumsi bahwa SPK bukan dalam Sistem Pendidikan nasional adalah salah dan harus diluruskan," tegasnya.

3. Diskriminasi sekolah SPK

"Bahwa kami merasa sangat didiskriminasikan dalam banyak kebijakan pemerintah termasuk didalamnya pengecualian penerimaan dana BOS, pengecualian atas diberikannya tunjangan profesi atas guru-guru kami dan saat ini diwacanakan untuk dikenakan pajak yang lebih tinggi dibandingkan satuan pendidikan lainnya," ungkap Haifa.

Baginya, hal ini menimbulkan keprihatinan yang sangat mendalam bagi Perkumpulan Sekolah SPK Indonesia karena pada kenyataannya tidak seluruh SPK mengenakan biaya ratusan juta rupiah atau mampu secara finansial terutama di masa pandemi seperti sekarang.

"Bahkan banyak sekali SPK yang mengenakan biaya jauh di bawah sekolah swasta nasional dan guru-gurunya masih menerima gaji dibawah guru-guru sekolah negeri," jelasnya.

Ditiadakannya beberapa bantuan atau subsidi pemerintah dan biaya retribusi untuk tenaga kerja asing juga fasilitas penunjang yang harus disediakan oleh SPK karena muatan kurikulum internasional yang ditawarkan memang menjadi faktor-faktor yang menjadikan biaya beberapa sekolah SPK berbeda dengan sekolah-sekolah swasta lainnya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com