Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Hasanuddin Wahid
Sekjen PKB

Sekjen Partai Kebangkitan Bangsa (PKB). Anggota Komisi X DPR-RI.

Pendidikan Nilai untuk Cegah Kekerasan Seksual di Sekolah

Kompas.com - 07/06/2021, 06:30 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

KEKERASAN seksual anak adalah masalah serius di seluruh dunia, termasuk di Indonesia. Secara global, kadar prevalensinya diperkirakan antara 10-20 persen untuk anak perempuan dan 5-10 persen untuk anak laki-laki ketika kekerasan seksual diukur pada kontinum dari paparan melalui sentuhan yang tidak diinginkan untuk penetrasi sebelum usia 18 tahun (K. Walsh, dkk. 2016 hal. 5-15).

Dari berbagai studi diketahui bahwa kasus kekerasan seksual terhadap anak dapat terjadi dalam aneka bentuk, mulai dari kata-kata (tertulis dan lisan) dan gerak tubuh hingga kontak fisik yang tidak diinginkan seperti pemerkosaan, inses, penganiayaan, pelecehan seksual, dan sodomi. Kasus terbaru yang juga meningkat adalah pornografi anak dan pelecehan seksual di media siber.

Data dari sistemonline Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPA) per Januari-Juni 2019 menyebutkan bahwa di Indonesia terdapat sekitar 1.500 laporan pelecehan seksual terhadap anak.

Bahkan, KPPA melansir bahwa antara 1 Januari sampai 16 Maret 2021, terdapat ada 426 kasus kekerasan seksual dari 1.008 kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak.

Kasus terakhir (meski dalam status dugaan) yang menghebohkan adalah pelecehan seksual di Sekolah Selamat Pagi Indonesia Kota Batu, Malang Jawa Timur. Baca juga: 21 Alumni SMA di Batu Diduga Jadi Korban Kekerasan Seksual Pendiri Sekolah, Terjadi sejak Tahun 2009

Data di atas memperlihatkan betapa anak-anak Indonesia sangat rentan terhadap kasus kekerasan seksual.

Repotnya lagi, apabila korban kekerasan seksual tidak mendapatkan perawatan yang memadai maka korban justru berpotensi menjadi pelaku kekerasan seksual anak di kemudian hari.

Program pencegahan

Pemerintah telah melakukan pendekatan hukum untuk menciptakan efek jera bagi pelaku kekerasan seksual anak.

Kita mengenal Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2016 sebagai perubahan kedua Undang-Undang Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.

Sanksi atas pelanggarannya diatur oleh Pasal 81 Perpu nomor 1 tahun 2016 yang menyatakan bahwa: "Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76D, dipidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling banyak lima miliar rupiah.”

Sejak 2015, pemerintah melalui Permen PPPA No. 6 Tahun 2015 tentang Sistem Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak telah mengatur bahwa dalam rangka mengefektifkan pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak maka diperlukan suatu sistem yang komprehensif dan integratif, mulai dari tahap pelayanan penanganan laporan/pengaduan, pelayanan kesehatan, rehabilitasi sosial, penegakan dan bantuan hukum, sampai dengan pemulangan dan reintegrasi sosial bagi perempuan dan anak korban kejahatan dan kekerasan ke lingkungan sosialnya

Kalangan akademisi pun aktif memikirkan program pencegahan kekerasan seksual terhadap anak.

Anis Widyawati (2014) misalnya mengusulkan pendekatan restorative justice untuk menyelesaikan kasus school bullying dengan cara melibatkan pelaku, korban, pihak-pihak yang terkait terutama keluarga dan masyarakat.

Tujuannya agar korban tidak merasa sebagai pesakitan yang harus diasingkan oleh lingkungannya; mempunyai motivasi untuk memperbaiki dirinya, dan mencegah supaya tidak mengalami kekerasan berikutnya.

Sedangkan Risty Justicia (2015) misalnya menyusun tata cara penggunaan pakaian dalam yang standar sebagai cara mencegah peluang pelecehan seksual untuk anak usia pra sekolah.

Pendidikan nilai dan kontekstualisasi ajaran agama

Maraknya kasus kekerasan seksual di sekolah adalah sebuah ironi besar di dunia pendidikan kita. Fenomena itu menjadi isyarat bahwa sekolah/ pendidikan kita tidak lagi berfungsi sebagaimana mestinya, menjadi basis pengembangan nilai-nilai (values) dan pembentukan karakter berkeadaban.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com